Kebocoran tabung berisi gas asam clorida (HCl) ukuran besar dari kapal logistik PT SDV, logistik dan transportasi pengangkutan kontainer perusahaan tambang emas Martabe, Batangtoru, di lautan Sibolga, Sumatera Utara (Sumut), diselidiki.
Bahan kimia berbahaya ini diangkut menggunakan Kapal Caraka Niaga III bernomor lambung IMO 9018311 itu, bocor dan tumpah serta mencemari lautan Sibolga.
Zulkarnain, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Smut, kepada Mongabay, di Kota Sibolga berjarak 12 jam dari Medan, pada Sabtu (8/3/14), mengatakan, guna mengetahui seberapa besar pencemaran laut Sibolga dilakukan penelitian dan uji laboratorium.
Sampel air, katanya, diambil dan mendalami dampak negatif pencemaran bahan kimia itu terhadap biota laut di Kota Sibolga. Termasuk efek berbahaya bagi nelayan, dan masyarakat yang selama ini menggunakan air laut untuk kebutuhan sehari-hari.
“Soal kebocoran itu akan terus didalami karena sangat berbahaya,” katanya. Dia kala itu ke Sibolga, mengikuti peresmian Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo.
Menurut dia, penyidikan ini untuk melihat sejauhmana pencemaran laut Sibolga. Hasil laboratorium dari tim itu, juga akan dibandingkan dengan penelitian tim independen bentukan tambang Emas Martabe. Setelah mendapatkan hasil, nanti diambil langkah-langkah. “Apakah akan menyerahkan ke kepolisian, atau ada sanksi lain.”
Zulkarnain mengatakan, jika hasil penyidikan sudah keluar, mereka akan memanggil dan meminta pertanggungjawaban perusahaan.
Kebocoran HCl itu, bisa mengancam biota laut, seperti bibit ikan, batu karang, dan rumput laut. Ekosistem terancam akibat cemaran bahan kimia ini.
Dampak lain, hutan mangrove akan terkena efek buruk. Nelayan ada di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga, juga bisa terkena imbas, jika terkena air laut tercemar ini. Mereka bisa mengalami gatal-gatal. Keracunan bisa terjadi, jika nelayan dan warga mengkonsumsi air yang diduga tercemar.
“Nanti akan kita teliti. Tim sudah dibentuk dan perusahaan Tambang Emas Martabe akan dipanggil untuk menjelaskan terbuka. Hasil penelitian tim independen mereka akan dianalisis. Setelah itu perbandingan dengan hasil penelitian tim Dinas Kelautan dan Perikanan Sumut,” kata Zulkarnain.

Syarfi Hutauruk, Walikota Sibolga, menjelaskan, kebocoran zat kimia ini bukan pertama kali terjadi. Kebocoran ini, katanya, diketahui saat ada bau menyengat dan mengeluarkan asap pekat dari dalam kapal.
Guna mengantisipasi pencemaran laut Sibolga, mereka sudah menurunkan sejumlah tim peneliti dari perguruan tinggi seperti Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, dan Universitas Sumatera Utara (USU).
Tim ini, sudah meneliti, dan mengatakan, kebocoran gas HCl belum membahayakan dan tak terjadi pencemaran sangat menghawatirkan. Senyawa kimia yang tumpah dilautan Sibolga itu, masih dibawah ambang batas. “Tetapi kita tunggu hasil terbaru.”
Syarfi menegaskan, Pemerintah Sibolga, sudah meminta penjelasan Martabe. Pemerintah juga membentuk tim penanggulangan darurat. Tim ini, terdiri dari Basar Sibarani, Asisten I Pemkot Sibolga, dari perguruan tinggi, SDV, KSOP, tim ahli dari DPRD Sibolga, dan tim SAR. Ini dibentuk untuk menyidik kebocoran bahan kimia berhaya itu.
Sedangkan Emir Wicaksana, Ketua Tim Penelitian kebocoran gas HCl, mengatakan, HCl sangat korosif dan toksik serta dapat menimbulkan iritasi bila kontak dengan kulit. Namun, HCl mudah larut di dalam air, dimana setiap liter HCl dapat dinetralisir cukup oleh empat meter kubik air laut. Dengan kata lain, HCl telah kehilangan risiko bahaya oleh air laut sebanyak itu.
Dari perhitungan mereka, volume HCl sebesar 500 liter yang terbuang ke dalam laut, dilarutkan volume air laut sebanyak 6.750.000 meter kubik. Hingga, konsentrasi HCl di dalam laut hanya 0,0000024 persen. Angka ini, jauh di bawah ambang batas baku mutu yang ditentukan, sebesar lima persen. Jadi, katanya, kebocoran HCl ini tak membahayakan, karena dinetralisir air laut.
Henry M Batubara, Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga, mengatakan, saat petugas pelabuhan mengetahui tabung HCl bocor, mereka memerintahkan kapal segera menuju ke tengah laut. Lalu, mengevakuasi manusia di dalam kapal, dan menghentikan kebocoran gas HCl. Setelah itu, langsung memeriksa dokumen, dan bersama kepolisian memanggil nahkoda kapal.
Dia mengatakan, dalam UU Perikanan, sudah ada aturan bagi kapal-kapal yang beroperasi. Jika ada kapal sengaja membuang bahan kimia berbahaya, atau limbah berbahaya, kena sanksi pidana maksimal dua tahu dan denda Rp2 miliar.