Perangkat Daring Terkini Bantu Masyarakat Adat Lindungi Hutan dan Pantau REDD

Sebuah perangkat daring (online) bernama ForestDefender, yang bertujuan untuk membantu masyarakat adat memahami dan mengimplementasikan hak-hak mereka terhadap hutan, baru-baru ini dirilis oleh lembaga bernama Center for International Environmental Law (CIEL). Situs ini memberikan sejumlah besar informasi hukum-baik dalam skala nasional maupun internasional- di lebih dari 50 negara.

“CIEL menciptakan ForestDefender untuk memebrdayakan masyarakar adat dan komunitas lokal lainnya untuk membela hak-hak mereka dan hutan mereka,” ungkap Allison Silvernam, salah satu staff di Program Iklim dan Energi di CIEL, kepada mongabay.com. “Situs ini juga bisa digunakan sebagai panduan untuk memahami bagaimana untuk menangkap pelanggar peraturan terhadap hak-hak ini melalui berbagai mekanisme isu Hak Asasi Manusia dan lembaga keuangan internasional.”

Situs ini terutama bermanfaat bagi sejumlah masyarakat lokal dan komunitas yang terkait dengan implementasi kebijakan REDD+, menurut Silverman. Program REDD+ atau Reducing Emission from Deforestation and Degradation, adalah merupakan salah satu tonggak utama dalam perubahan global terkait isu kehutanan dalam satu dekade terakhir. Program ini yang dibangun lewat lembaga dunia PBB, akan memberikan kompensasi kepada sejumlah negara berkembang untuk menjaga hutan mereka sebagai bagian dari upaya untuk menekan emisi karbon yang menyebabkan perubahan iklim. REDD+ sendiri sudah disetujui tahun lalu melalui Pertemuan Iklim PBB setelah tujuh tahun bernegosiasi.

Kawasan-kawasan seperti di Papua, dan orang-orang yang hidup di sekitar hutan justru tidak mendapat alokasi pendanaan konservasi yang cukup dibandingkan beberapa wilayah yang tidak terlalu membutuhkan. Foto: Rhett A. Butler
Kawasan-kawasan seperti di Papua, dan orang-orang yang hidup di sekitar hutan justru tidak mendapat alokasi pendanaan konservasi yang cukup dibandingkan beberapa wilayah yang tidak terlalu membutuhkan. Foto: Rhett A. Butler

Hutan hujan tropis dunia telah hilang dalam skala yang mengerikan dalam satu abad terakhir akibat dari alih fungsi untuk pertanian, peternakan, pertambangan, penebangan, pembuatan jalan dan infrastruktur lainnya. Namun di sisi lain, para pakar melihat peran penting masyarakat lokal dan komunitas lokal lainnya alam menjaga tutupan hutan tetap berdiri. Ironisnya, di berbagai belahan dunia masyakarat lokal masih banyak yang memiliki keterbatasan pemahaman terhadap hukum terhadap hutan adat mereka, dan meyebabkan banyak terjadi konflik sosial antara masyarakat, industri dan pemerintah.

Salah satu pertanyaan mendasar dalam REDD+ sendiri adalah bagaimana program ini akan diimplementasikan terhadap masyarakat adat. REDD+ sendiri sudah mengandung prinsip-prinsip daar untuk melindungi masyarakat adat, namun Silverman menyatakan bahwa masyarakat adat harus tetap waspada untuk memastikan bahwa hak-hak mereka dipenuhi sebagaimana mestinya.

“Penting untuk dicatat bahwa ada resiko-resiko terhadap hutan dan hak atas tanah dengan REDD+. Terutama jika REDD+ tidak diimplementasikan secara benar,” jelas Silverman. “Perkembangan terhadap hak atas hutan sangat tergantung bagaimana REDD+ berkaitan dengan kebijakan lokal pemerintah di satu negara tertentu. Misalnya, jika program REDD+ menyediakan pendanaan untuk pemerintah yang tidak mampu mengelola hutan akibat kurang sumber daya, maka dengan melimpahnya dana ini pemerintah bisa merebut dan melakukan sentralisasi pengelolaan hutan dan mengambil hak masyarakat adat dan komunitas lokal yang telah melindungi hutan adat ini bahkan jauh sebeum adanya janji kompensasi untuk karbon offset ada dalam skema.”

ForestDefender sendiri menyasar orang-orang yang telah biasa dengan bahasa hukum, namun CIEL juga mengembangkan perangkat daring lainnya untuk pengguna yang lebih umum, atau yang disebut dengan “community pocket guide”.

Menyadat getah merupakan mata pencaharian sebagian besar masyarakat sekitar DAS Kahayan, selain menjual rotan. Foto: Indra Nugraha
Menyadat getah merupakan mata pencaharian sebagian besar masyarakat sekitar DAS Kahayan, selain menjual rotan. Foto: Indra Nugraha

“Panduan ini menyasar anggota komunitas dan pemimpin lokal dan akan memberikan keuntungan kepada mereka melalui penggunaan perangkat yang sudah lebih umum dibandingkan dengan bahasa teknis yang ada di dalam perjanjian-perjanjian internasional, deklarasi dan berbagai keputusan,” ungkap Silverman. “Panduan ini menyediakan anggota masyarakat dengan sejumlah pertanyaan kepada mitra-mitra terpercaya mereka yang memiliki pemahaman yang jauh lebih baik terhadap materi-materi ini dan bisa menggunakan ForestDefender sebagai panduan untuk merespon.”

Hak-hak atas hutan sangat berbeda di berbagai belahan dunia, namun ada beberapa contoh positif yang bisa menjadi contoh kesuksesan dalam isu hak masayarakat adat. “Sejumlah negara di Mesoamerica telah membuat sejumlah perkembangan bagus dalam memahami hak hutan adat, baik yang dimiliki atau dikelola oleh masyarakat hutan dan masyarakat adat, “katanya.” Pelajaran dari pengalaman ini harus terus bersama di tingkat global.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,