,

Ekologika: Lima Konsesi HTI Pemasok APP di Sumsel Bernilai Konservasi Tinggi

Lima konsesi hutan tanaman industri (HTI) pemasok PT Asia Pulp and Paper (APP) di Kabupaten Musirawas, Musi Banyuasin, dan Banyuasin, Sumatera Selatan (Sumsel), merupakan kawasan bernilai konservasi tinggi (high conservation value), salah satu habitat harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan beragam satwa endemik lain.

Demikian hasil kajian kawasan nilai konservasi tinggi (NKT) oleh Ekologika Consultants terhadap lansekap lima HTI pemasok APP. Perusahaan-perusahaan ini adalah PT Sumber Hijau Permai (SHP), PT  Tripupa Jaya (TPJ), PT Rimba Hutani Mas (RHM), PT Bumi Persada Permai (BPP) I dan PT BPP II.  Penilaian Ekologika ini terkait komitmen konservasi hutan APP yang sudah berjalan setahun lebih.

Penilaian dilakukan sejak akhir 2013 hingga kini, menghasilkan muatan-muatan NKT di lima konsesi itu. Keberadaan lima HTI  ini berdekatan dengan hutan lindung, hutan alam dan taman nasional. Misal, BPP I di sebelah selatan berbatasan dengan hutan lindung, BPP II sebelah utara berbatasan dengan PT Restorasi Ekosistem Indonesia. Lalu, SHP, sebelah utara dan timur berbatasan dengan Taman Nasional Sembilang dan sebelah barat dengan hutan alam. Terakhir, TPJ sebelah timur berbatasan dengan Taman Nasional Sembilang.

Dalam pemaparan Ekologika pada konsultasi publik di Palembang, Kamis-Jumat (27-28/3/14) itu memperlihatkan, pada konsesi BPP I di Kabupaten Banyuasin, dengan luas konsensi 60.433 hektar itu,  pengkajian dilakukan dengan lansekap NKT seluas 155.000 hektar. Pada lansekap ini, ditemukan jejak harimau Sumatera. Ada pula mamalia endemik seperti berang-berang, beruang madu, beruk, kijang, kucing hutan, kukang, lutung perak, monyet kra, owa agilis, rusa sambar, simpai merah, dan tapir. Minus gajah Sumatera.

Pada BPP II di Kabupaten Musi Banyuasin, dengan luas konsensi 21.995 hektar, pengkajian lansekap NKT 87.500 hektar, juga ditemukan harimau Sumatera. Mamalia endemik lain antara lain musang air, beruang madu, owa agilis, berang-berang, monyet kra, beruk, kijang, kukang, simpai merah, kucing hutan, rusa sambar, tapir, dan lutung perak.

Harimau Sumatera juga ditemukan di pada HTI RHM , dengan penilaian lansekap seluas 424.289,77 hektar, termasuk konsensi 60.433 hektar, di Kabupaten Musi Banyuasin. Di sana juga ada beruang madu, owa agilis, bajing tanah, beruk, kijang, simpai merah, kucing hutan, jelarang afinis, rusa sambar, lutung perak, dan napu.

Gajah Sumatera hanya ditemukan pada penilaian lansekap NKT seluas 424.289,77 hektar, masuk konsesi RHM seluas 30.040 hektar di Kabupaten Banyuasin dan Musi Banyuasin. Ada juga harimau Sumatera, beruang madu, owa agilis, landak, bajing tanah, dan monyet kra. Lalu, beruk, trenggiling, simpai merah, kucing hutan, rusa sambar, babi berjenggot, dan kancil.

Terakhir, pada konsesi TPJ seluas 21.995 hektar, dengan penilaian lansekap NKT seluas 424.289,77 hektar di Kabupaten Banyuasin, kembali ditemukan harimau Sumatera. Mamalia endemik lain, antara lain beruang madu, owa agilis, landak, bajing tanah, berang-berang, monyet kra, beruk, kijang, simpai merah, kucing hutan, jelarang afinis, rusa sambar, dan napu.

“Ada harimau Sumatera ini berdasarkan jejak kaki yang kami temukan di lapangan, kamera pengintai milik perusahaan, atau berdasarkan pengakuan masyarakat. Jumlah tidak diketahui persis,” kata Neville Kemp, Direktur Ekologika Consultants, Kamis (27/3/14).

Nasib gajah Sumatera pun tak jauh beda dengan harimau. Jika, habitat mereka tak dilindungi kepunahan di depan mata. Foto: Rhett Butler

Menurut dia, persoalan keragaman hayati, seperti harimau, merupakan masuk kategori NKT-1. Ia meliputi keragaman hayati termasuk spesies endemik, langka, atau terancam, yang signifikan pada tingkatan global, regional, atau nasional.

NKT-2, mengenai mosaic dan ekosistem pada tingkatan lansekap. “Ekosistem yang luas pada tingkatan lansekap dan mosaik ekosistem yang siginifikan pada tingkatan global, regional atau nasional. Yang mengandung perwakilan populasi alami.”

Untuk NKT-3, mengenai eksosistem dan habitat. Yakni ekosistem langka atau terancam, termasuk habitat dan refugia. NKT-4 mengenai jasa-jasa ekosistem dalam situasi kritis. Jasa-jasa dasar dari ekosistem penting, perlindungan penyediaan air, pengendalian erosi dari tanah dan kelerengan rentan, dan pencegahan perluasan kebakaran.

NKT-5 mengenai kebutuhan masyarakat. Lokasi-lokasi dan sumberdaya fundamental bagi pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat atau masyarakat adat. Misal, mata pencaharian, kesehatan, gizi, air dan lain-lain diidentifikasi dengan mengikutsertakan komunitas atau masyarakat adat.

NKT-6 nilai-nilai budaya. Lokasi, sumberdaya, habitat, dan bentang lahan untuk kebudayaan, arkeologis atau bersejarah secara global atau nasional, dan atau nilai-nilai penting kebudayaan. Juga, ekologi, ekonomi atau religious atau sakral untuk tradisi budaya masyarakat setempat atau masyarakat adat yang kritis. “Inidiidentifikasi dengan melibatkan masyarakat setempat atau masyarakat adat.”

Berkonflik dengan Manusia dan Diburu

Kehidupan harimau terus terdesak. Sudahlah habitat rusak, hingga memicu konflik dengan manusia, satwa ini juga sasaran buruan. Adam Idris, warga Pangkalan Bulian, Batanghari Leko, Kabupaten Musi Banyuasin, mengatakan, seringkali harimau Sumatera masuk ke desa dan menyerang manusia.

Dia juga melihat ada perburuan harimau oleh masyarakat dari luar desa. “Terakhir awal 2014 lal. Mereka membawa harimau sekitar 1,8 meter. Hasil berburu,” katanya.

Desa Adam, berbatas dengan perkebunan HTI BPP I, PT Sentosa Bahagia Bersama (SBB), dan REKI.

Senada dengan Sutomo, warga Lalan, Kabupaten Banyuasin. Menurut dia, harimau sering masuk ke desa. Beberapa kali warga diserang harimau.  “Ada beberapa peristiwa harimau menyerang karyawan perusahaan,” kata Kemp.

Guna mencegah kepunahan ini, Ekologika memberikan rekomendasi pertama pelarangan berburu. “Salah satu satu satwa yang masuk dalam NKT 1.3 adalah harimau Sumatera. Jika terjadi perburuan satwa pakan, akan mengganggu kehidupan harimau. Pemberlakuan sanksi bagi karyawan atau kontraktor jika berburu bisa membantu mengurangi kegiatan perburuan.”

Kedua, meningkatkan pemahaman karyawan dan masyarakat mengenai satwa liar. Pemahaman yang minim di lingkungan perusahaan membuat karyawan dan kotraktor berburu tanpa memperhatikan ekosistem. “Jadi penyuluhan mengenai satwa liar dilindungi bagi karyawan dan masyarakat, serta pengenaan sanksi bagi yang berburu itu perlu.”

Ketiga, katanya, perlu pengendalian pembalakan liar. Upaya ini, dilakukan bekerjasama antara masyarakat, perusahaan dan instansi terkait seperti Dinas Kehutanan dan kepolisian.

Keempat, dengan membiarkan suksesi alami. Habitat atau hutan tersisa yang menyimpan spesies dibiarkan suksesi alami alias tak ada gangguan dari manusia. “Kecuali untuk keperluan audit, survei dan pendataan biodiversitas, serta pengelolaan konservasi habitat,” kata Kemp.

Kelima, pembentukan masyarakat peduli api. Ancaman berupa kebakaran perlu mendapat perhatian khusus. Juga peninjauan dan peningkatan fungsi-fungsi sekat bakar, pengorganisasian masyarakat peduli api. Lalu, pembuatan sekat bakar di wilayah yang pernah mengalami kebakaran dengan menanam jenis lokal.

Laporan penilaian Ekologika bisa dilihat pada link-link di bawah:

Ikhtisar Laporan Penilaian Ekologika di PT RHM

Ikhtisar Laporan Penilaian Ekologika pada PT SHP

Ikhtisar Laporan Penilaian Ekologika pada PT TPJ

Ikhtisar Laporan Penilaian Ekologika pada PT BPP1

Ikhtisar Laporan Penilaian Ekologika pada PT BPP2

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,