Api Musnahkan Kebun Karet, Kehidupan Warga Terancam

Usman segera kembali ke kampung saat mendengar kabar lahan perkebunan karet masyarakat Desa Ulupulau, Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis terbakar hebat; api membumbung tinggi, warga bergotong royong membuat parit dan sudah hampir dua bulan berjaga agar api tidak merembet ke rumah dan kebun lainnya. Sore itu, Jumat 28 Maret 2014, sekitar pukul 17.00 dari Pekanbaru Usman mengendarai sepeda motor menuju Bengkalis.

Mematikan api dengan alat seadanya. Foto: Usman
Mematikan api dengan alat seadanya. Foto: Usman

“Saya pulang ini sebenarnya juga tidak akan berarti apa-apa terhadap kobaran api, tapi paling tidak orang tua saya bisa sedikit tenang karena anak laki-lakinya pulang dan ikut membantu,” kata Usman, yang pukul 21.30 sedang dalam roro—kapal pengangkut untuk menyeberang.

Meski kebun karet orang tuanya tidak terbakar, Usman merasa prihatin atas perjuangan warga memadamkan api. “Melihat perjuangan masyarakat denga alat seadanya, siang malam mereka membuat kolam-kolam untuk mencari air di tengah keringnya gambut.”

Sumer
Sumber: Eyes on the Forest

Setidaknya seribu hektar lebih tanaman karet produktif milik masyarakat yang siap di panen maupun yang sudah di panen terbakar. “Hasilnya merupakan mata pencaharian masyarakat setiap hari untuk memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anaknya,” kata Usman.

Sumber
Sumber: Eyes on the Forest

Esoknya, Sabtu 29 Maret 2014, Usman berkeliling melihat langsung ladang warga yang terbakar. “Masih ada sisa kobaran api yang membakar karet, sebagian besar sudah menjadi arang,” kata Usman.

Zaidon, 40 tahun, Kepala Dusun Ulupulau mengatakan sumber api berasal dari desa Penebal, sekitar dua kilo meter dari desanya. “Sekitar 500-600 hektare karet siap panen terbakar, usianya tanaman karet 5-15 tahun,” kata Zaidon. Satu hektar lahan berisi sekitar seribu batang pohon karet. “Kami berjuang mati-matian memadamkan api di lokasi terbakar.”

Zaidon dan warganya menggunakan alat seadanya. Mereka membawa cangkul, timba, parang dan alat penyemprot hama. Di areal terbakar dengan alat tersebut mereka menggali tanah gambut dan membuat parit agar api tidak merembet.

Kondisi terakhir lahan karet yang terbakar pada 29 Maret 2014. Foto: Usman
Kondisi terakhir lahan karet yang terbakar pada 29 Maret 2014. Foto: Usman

Meski pihak pemadam kebakaran dari Kecamatan berhasil memadamkan api dan membuat sekat menggunakan beko berupa alat berat untuk mengeruk tanah untuk membuat kolam air, “Namun saat datang air tak ada. Mereka terlambat memadamkan api,” kata Zaidon. Zaidon memperkirakan setidaknya milyaran rupiah. Dua hectare kebun karet bisa menghasilkan Rp 600-700 ribu.

Pada 1 April 2014, warga masih berjaga-jaga di areal lahan-lahan yang masih berapi. “Saat ini saya di lokasi lahan warga. Api masih ada di tanggul-tanggul bekas terbakar. Api sudah gak besar, kemaren ( Senin 31 Maret 2014) karena turun hujan,” kata Abdul Salam, 45 tahun, warga Desa Ulupulau.

Warga buat kolam air dengan cara menggali lahan gambut. Foto: Usman
Warga buat kolam air dengan cara menggali lahan gambut. Foto: Usman

Total 15 jalur kebun karet milik Abdul Salam dilalap api. Satu jalur berisi 300 batang karet. Satu hectare berisi setidaknya 3,3 jalur dengan jumlah 1000 batang karet. Usia pohon karetnya berusia 3-5 tahun. “Setidaknya untuk panen karet di atas tanah gambut butuh waktu sepuluh tahun. Jika dirawat dengan baik bisa 7-8 tahun sudah bisa panen,” kata Abdul Salam.

Total kerugian yang dialami Abdul Salam Rp 60-100 juta, dengan rincian: benih kawin harganya Rp 5 ribu untuk lima hektar dikali lima ribu batang, totalnya Rp 35 juta.  Lantas perawatan dan pupuk satu kapling (4 jalur) butuh dana sekitar Rp 6-10 juta. “Kerugian Rp 60 juta untuk 5 hektare ladang karet. Yang jelas kerugian saya besar gara-gara dampak kebakaran ini,” kata Abdul Salam.

“Kehidupan masyarakat terancam beberapa tahun ke depan,”kata Usman yang sejak kecil ikut membantu ayahnya menoreh getah karet. Dari penghasilan karet Usman bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Pekanbaru.

Kabupaten Bengkalis merupakan lokasi titik api terbesar berjumlah 3.691 dari total Total ada 8.487 titik api sepanjang 1-27 Maret 2014 dari 11 Kabupaten Kota yang memiliki titik api tersebar di Riau berdasarkan rilis Eyes On The Forest (EoF), koalisi Jikalahari, Walhi Riau dan WWF Riau.

Sumber api selain di ladang-ladang milik warga, berdasarkan data EoF, sumber api juga berasal dari perkebunan sawit 1,599 titik api, Hutan Tanaman Industri 3,648 titik api, areal moratorium (gambut dan kawasan hutan) 2,385 titik api, HPH 96 titik api dan Hutan Dilindungi 160 titik api.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,