Kreasi Sampah dari Gang Bani

Anak-anak itu tampak ceria. Tertawa dan berlari. Minggu pagi (13/4/14), di sudut jalan kecil bernama Gang Bani, Kecamatan Medan Barat, Medan, Sumatera Utara (Sumut), mereka berkumpul.

Para siswi sekolah dasar ini tengah berada di rumah kontrakan seorang calon dokter hewan bernama Juni Cintya Borotan. Putri-putri kecil ini, tampak memperhatikan Cintya, yang membawa kantung sampah berisi limbah rumah tangga ke pekarangan rumah. Limbah itu, bukan dibuang, tetapi dibersihkan.

Bila, seorang siswi bertanya. “Buat apa sampah-sampah itu?”

Cintya tersenyum. Dia mengatakan, kalau sampah ini uang, jika diolah menjadi produk ramah lingkungan.

“Ini bukan sampah kak Bila, ini uang. Gak percaya? Lihat aja nanti, ” katanya sambil menghusap rambut Bila.

Cintya, mengambil sejumlah kulit telur, kertas kartun, dan lem perekat. Setelah 15 menit, Cintya menunjukkan benda berbentuk bingkai foto. Ternyata, limbah rumah tangga warga Gang Gani itu, diolah menjadi bingkai foto yang cantik.

“Wah, cantik kak, maulah Bila satu.”

Dia tersenyum, lalu mengambil pecahan-pecahan kerak telur, dan kertas kartun, serta memberikan pada Bila dan teman-teman.

“Bila mau yang begini? Gampang. Ini dia barang-barangnya, Bila buat seperti yang Bila dan adik-adik mau. Nanti kakak ajari. Jangan kakak yang buat, harus hasil karya masing-masing, ” kata Cintya. Dia mengajarkan pada siswi itu mengolah limbah rumah tangga menjadi barang berguna.

Nanda, melihat sebuah CD musik dan CD video yang dipotong-potong oleh Cintya dengan acak. CD musik dan video itu, diubah menjadi hiasan pot bunga gantung.

“Wah, bagus kak, Nanda buat begitu juga ya.”

Sepanjang mengutak atik sampah serta limbah domestik itu, anak-anak ini tampak riang. Libur mereka Minggu itu menghasilkan wawasan baru.

Menurut Cintya, yang dilakukan semata-mata hanya ingin menggugah hati warga di Gang Gani agar mengolah sampah menjadi bernilai ekonomi.

Menurut dia, mengolah limbah ini sudah dilakukan selama empat bulan terakhir. Awalnya, warga sempat melihat aneh. Setelah dijelaskan dan melihat hasil, wargapun senang. Bahkan, tak sedikit anak-anak mereka datang belajar mengolah sampah.

“Saat saya mengambil sampah itu, saya katakan, jangan beli produk tidak ramah lingkungan. Jauhi menggunakan produk plastik, karena tidak bisa didaur hingga 20 tahun.”

Dalam dua bulan terakhir, hasil daur ulang sampah ini, menghasilkan uang bagi anak-anak di Gang Bani. Bila dan teman-teman, bahkan mematok harga sebuah bingkai foto Rp5.000.

“Target saya, dari Gang Gani ini kami ingin memulai kampanye menjaga lingkungan tempat tinggal. Jika ada limbah domestik, kami sarankan bisa diolah menghasilkan uang. Jika ada seribu gang mengolah limbah lingkungan, akan menjadi sehat dan nyaman kehidupan kita, ” kata Cintya.

Dia menjelaskan, membuat satu bingkai foto, memerlukan tiga atau empat kulit telur. Kulit-kulit telur ini dipecah kecil, lalu ditempel dengan perekat dari getah kayu. Setelah itu ditempelkan ke kertas kartun, atau rantai pohon, atau ember plastik dipotong dan diukur sesuai bingkai foto. Bisa juga besi dan kawat.

“Kita cat supaya lebih cantik. Kertas gabus juga bisa jadi pernak-pernik supaya lebih cantik dan terlihat ada salju.”

Dzulmi Eldin, Pelaksana Tugas Wali Kota Medan, mengatakan, yang dilakukan anak-anak gang itu harus menjadi contoh bagi masyarakat lain.

Saat ini, sampah di Medan, cukup banyak, bahkan hampir tak mampu ditampung di tempat pembuangan akhir (TPA). Dengan ide kreatif itu bisa menjadi pemecah masalah.

Pada 2008, produksi sampah Medan 840.000 m3 per hari, volume sampah tertangani 734.690 m3 per hari. Akhir 2013 hingga awal 2014, sampah yang diangkut ke TPA lebih kurang 85 persen dari total sampah. Sedangkan 8,6 persen diolah masyarakat, 14,21 persen tersisa menjadi kompos dan produk daur ulang.

 

Keterangan foto utama:   Bingkai foto hasil kerajinan tangan anak-anak siswa SD di Medan Barat, Medan. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,