,

Dibalik Layar: Deforestasi Indonesia Dalam Years of Living Dangerously

Selama bertahun-tahun para aktivis perubahan iklim dan lingkungan sudah meneriakkan untuk membuat sebuah serial TV yang berkualitas tentang perubahan iklim untuk membuat warga Amerika sadar terhadap isu yang akan berdampak pada miliaran manusia di dunia ini di masa mendatang. Akhir pekan lalu, akhirnya sebuah serial TV yang diproduksi oleh Showtime merilis episode pertama dari serial TV Years of Living Dangerously. Sebuah serial dengan dana besar yang menghadirkan sejumlah nama besar Hollywood sebagai reporter dan koresponden. Serial ini mengeksplorasi sejumlah isu seputar perubahan iklim, termasuk di kawasan Midwest Amerika, konflik di Timur Tengah dan deforestasidi Indonesia.

Untuk mendapat gambaran lebih dalam terkait serial yang diputar hari Minggu malam ini, Mongabay.com mewawancarai Jeff Horrowitz, yang menjadi co-producer di segmen deforestasi dalam serial ini. Horowitz juga pendiri dan direktur dari Avoided Deforestation Partners, sebuah organisasi yang berupaya mencari solusi-solusi bagi deforestasi di kawasan tropis, termasuk inisiatif transformasi pasar melalui komitmen rantai pasokan dari sejumlah produsen dan pembeli komoditi tertentu, dan juga pembayaran untuk jasa lingkungan seperti program REDD+ (Reducing Emissions from Deforestatio and Forest Degradation).

Harrison Ford, bersama Jeff Horowitz, dan Solly saat di Jakarta. Foto: Years Project
Harrison Ford, bersama Jeff Horowitz, dan Solly Granatstein saat di Jakarta. Foto: Years Project

Wawancara Dengan Jeff Horowitz

Mongabay: Mengapa anda mau terlibat dalam produksi serial televisi?

Jeff Horowitz: Sebagai co-producer di segment deforestasi yang berjudul “The Last Stand” (yang akan disiarkan di episode pertama dan kedua serial ini), tugas saya adalah bekerjasama dengan Solly Granatstein, seorang yang luar biasa, peraih Emmy Award sebagai sutradara/produser untuk membuat narasi yang dibangun untuk pemirsa dari sudut pandang global terkait polusi yang disebabkan akibat kebakaran hutan, hingga tantanga politis yang dihadapi negara-negara yang memiliki hutan tropis, dan kembali ke Amerika untuk melihat bagaimana pola belanja konsumen bisa mempengaruhi hutan tropis ini dilindungi. Kami merekrut orang terbaik yang bisa menceritakan hal ini: seorang aktor sekaligus aktivis lingkungan, Harrison Ford. Harrison sudah  menjadi anggota dewan di lembaga Conservation International, sekitar 20 tahun. Saya bisa bilang, konservasi tak ubahnya agama baginya. Saya yakin, Harrison, Solly, saya sendiri dan juga seluruh tim pembuatan serial ini ingin membuat serial terbaik tentang deforestasi untuk kalangan luas, terutama penonton Amerika Serikat. Kami merasa bahwa proyek ini punya potensi untuk memberi dampak yang besar.

Mongabay: Bagaimana rasanya terbang di atas Indonesia dengan Harrison Ford dan beraksi layaknya reporter investigasi?

Jeff Horowitz: Kendati sudah lama sekali Harrison sudah tidak memerankan karakter Indiana Jones, dalam kehidupan nyata energi yang sama masih terlihat! Harrison Ford memiliki energi dan kendali, dia adalah orang pertama yang bangun dan siap berangkat, dan dia selalu serius untuk mencari jawaban dari sebuah hal. Harrison benar-benar serius belajar tentang tantangan yang dihadapi Indonesia -untuk mendapat jawaban yang benar mengapa deforestasi masih terjadi, konsekuensi dari praktek ini, dan siapa saja yang terlibat. Dan dia juga ingin memahami bagaimana untuk mengatasi masalah ini. Isu ini merupakan subjek yang sangat dipedulikannya secara serius.

Harrison Ford saat bertemu Presiden RI. Foto: Years Project
Harrison Ford saat bertemu Presiden RI. Foto: Years Project

Mongabay: Apa kejutan terbesar atau tantangannya saat pengambilan gambar?

Jeff Horowitz: Ada dua. Pertama saat kai terbang melintasi taman nasional yang nyaris musnah bernama Tesso Nilo, merupakan kejutan tebesar bagi kami semua. Lebih dari 80% di wilayah yang seharusnya dilindungi kni sudah MUSNAH, nyaris semuanya hilang. Dariudara kami bis amelihat api masih membakar hutan di lahan seluas 82.000 hektar yang seharusnya terlindung. Lebih dari siapapun, Harrison paling terguncang melihat temuan ini; kami tahu dia akan melakukan apapun yang dia bisa lakukan untuk turun dan mencari tahu mengapa bencana ini dibiarkan terjadi.

Tantangan lain adalah memahami bagaimana mencari jalan tengah konflik kepentingan, antara kebutuhan Indonesia untuk memajukan ekonomi mereka dan kebutuhan dunia untuk melindungi iklim. Bagi saya mengejutkan, banyak orang Indonesia -terutama yang tinggal di Jakarta- tidak paham dengan bahaya yang terkait dengan deforestasi. Sebagian besar hanya berpikir bahwa produksi kelapa sawit adalah hal sederhana untuk mengangkat perekonomian mereka. Hal-hal semacam inilah yang memberi pemahaman kepada saya, inilah tantangan yang dihadapi oleh Presiden Yudhoyono dan Indonesia.

Mongabay: Bagaimana tanggapan terhadap film ini sejauh ini?

Jeff Horowitz: Luar biasa! bahkan diluar batas yang bisa kami bayangkan. Bahkan Presiden Obama juga berkicau lewat Twitternya yang diikuti oleh 40 juta follower-nya, dan meminta mereka menonton serial ini.

Mongabay: Apa harapan anda lewat serial ini?

Jeff Horowitz: Seri ini memiliki jangkauan yang -melalui Showtime, dan melalui distribusi internasional- telah melebihi hampir setiap proyek komunikasi perubahan iklim publik lainnya yang telah dilakukan saat ini, dan tentu saja apa pun yang kita bisa lakukan pada kita sendiri. Kami berharap bahwa ini akan membantu banyak orang untuk memahami hubungan hutan dan iklim. Lebih dari apa pun, kami berharap serial ini akan berfungsi untuk menghidupkan kembali dialog perubahan iklim nasional dan memberikan orang cara yang konstruktif untuk berbicara tentang perubahan iklim -tantangan terbesar dari hidup kita!

Harrison Ford dalam salah satu adegan serial ini, saat memasuki salah satu supermarket di San Diego, California, menunjukkan sejumlah produk yang menggunakan kelapa sawit. Foto: Years Project
Harrison Ford dalam salah satu adegan serial ini, saat memasuki salah satu supermarket di San Diego, California, menunjukkan sejumlah produk yang menggunakan kelapa sawit. Foto: Years Project

Mongabay: Bagaimana upaya untuk menekan deforestasi di Indonesia dikaitkn dengan para pemirsa di Amerika Serikat?

Jeff Horowitz: Sangat penting bagi saya secara personal untuk mengaitkan kisah dalam serial Years ke dalam kerja yang sudah kami lakukan dengan Forum Barang-Barang Konsumen (Consumer Good Forum) untuk menghindari deforestasi dalam rantai pasokan utama produksi mereka. Selain itu secara visual kami berkomunikasi persamaan dasar dengan deforestasi dan perubahan iklim, kami juga mampu menunjukkan Harrison berjalan melalui supermarket AS, menunjukkan berapa banyak produk menggunakan minyak kelapa sawit, dan kemudian berbicara tentang dampak pada hutan. Kami bahkan mengambil gambar dalam beberapa cerita pada lokasi di pabrik Unilever, di mana kita mampu untuk berbicara tentang bagaimana Unilever telah berada di garda depan gerakan rantai pasokan yang berkelanjutan, dan benar-benar membuat dampak besar dengan memimpin jalan pada praktek-praktek berkelanjutan di industri mereka. Cerita juga melihat bagaimana Wilmar, yang memproses 45 persen dari produksi kelapa sawit di Indonesia, berusaha untuk mengubah kebijakan mereka untuk menjadi perusahaan yang lebih berkelanjutan. Semua adegan ini membantu pemirsa memahami hubungan antara deforestasi, produksi pertanian, dan banyak barang-barang konsumen sehari-hari. Ini adalah salah satu alasan utama kami bergabung dengan proyek Years ini, dan kami berharap bahwa ini akan menjadi yang pertama dari banyak proyek media yang memberikan kita kesempatan untuk menceritakan akhir yang baik tentang masa depan iklim kita .

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,