,

AS Kucurkan US$25 Juta buat Perlindungan Pari Manta

Populasi pari manta terus menurun. Pemerintah Indonesiapun sudah melarang penangkapan satwa laut ini. Guna mendukung upaya perlindungan manta ini, pemerintah Amerika mengucurkan dana US$25 juta terangkum dalam tiga elemen program kelautan.

Robert Blake, Duta Besar Amerika mengatakan, program itu untuk membangun perikanan berkelanjutan, menyiapkan masyarakat pesisir pantai menghadapi bencana alam dan perubahan iklim, serta menciptakan sistem nasional melindungi laut .

“Manta spesies indah dan anggun. Indonesia beruntung mempunyai spesies itu. Orang-orang dari seluruh dunia datang menyelam di laut Raja Ampat, Komodo dan Lombok  dengan harapan bisa melihat manta langsung,” katanya di @america, Kamis (24/4/14).

Potensi besar manta sebagai  obyek wisata ini semestinya bisa mendorong upaya perlindungan. Terlebih, estimasi keuntungan dari ecotourism mengandalkan manta mencapai US$15 juta per tahun. Jumlah ini, jauh lebih besar dibandingkan nilai ekonomi menjual manta mati.

Pada Januari lalu, KKP mengeluarkan keputusan menteri Nomor 04 tahun 2014 tentang status perlindungan pari manta karang (manta alfredi) dan manta oceanic (manta birostris). Penetapan status ini sesuai rekomendasi LIPI. Ia melewati serangkaian tahapan diatur dalam Permen KP nomor 35 tahun 2013 tentang tata cara penetapan status perlindungan jenis ikan.

Di tingkat lokal, Pemerintah Raja Ampat terlebih dahulu membuat aturan melindungi manta. Bupati Manggarai Barat membuat aturan sama.

“Saya memuji langkah pemerintah Indonesia melindungi manta. Meski ada perlindungan tapi kita masih bisa melihat manta dijual bebas di pasar ikan. Penegakan hukum penting,” kata Blake.

Manta merupakan spesies dengan reproduksi sangat rendah. Pari dengan panjang 7-10 meter itu baru bereproduksi ketika usian menginjak 10 tahun. Dalam tiga tahun hanya sekali bereproduksi. Itupun satu sampai dua anakan.

Sudirman Saad, Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan (KPP) mengatakan, populasi manta terus menurun karena permintaan Tiongkok. Di sana insang pari untuk obat tradisional.

“Awalnya nelayan tidak sengaja menangkap manta. Karena permintaan tinggi itu dijadikan utama. Penangkapan makin tinggi, populasi menurun.” Satu manta di tangan nelayan seharga Rp1 juta.

Padahal, keuntungan masyarakat dari ecotourism mengandalkan manta sebagai penarik sangat tinggi. Dia mencontohkan, di Raja Ampat. Wisatawan mancanegara ingin menyelam melihat manta harus mengantri selama enam bulan.

Wilayah perairan Indonesia yang memiliki manta seperti Nusa Peninda (Bali), Gili Trawangan, Pulau Komodo, Pulau Rote Lembata, Derawan, Bunaken, Selat Lembeh, Raja Ampat dan Teluk Cendrawasih.

Masyarakat, didorong mengembangkan sektor pariwisata daripada mengandalkan tangkapan manta. Penyelesaian permasalahan ini, katanya, tidak bisa parsial. Penegakan hukum harus dibarengi pemberdayaan masyarakat.

Agus Dermawan, Direktur Konservasi KKP mengatakan, perlindungan manta tak hanya menjadi isu nasional tetapi internasional. Pemerintah berupaya menyelematkan spesies ini dari kepunahan.

Agus mengatakan, keberadaan manta di laut menjadi tolak ukur kesuburan daerah. Ia mencerminkan rantai makanan di laut masih bagus dan seimbang.

Spesies lain yang terancam adalah hiu. Namun, pemerintah belum menetapkan hiu sebagai spesies dilindungi. Saat ini ada 118 spesies hiu di Indonesia, belum satupun dilindungi.

“Nelayan kecil masih banyak tergantung dari hiu. Ini PR besar buat kita. Kami terus berdialog dengan LIPI menentukan spesies hiu  mana yang dilindungi,” kata Agus.

Dari 118 spesies, ada empat terancam punah.  Tiga hiu koboy dan hiu martil. “Kemungkinan besar ada dua spesies hiu masuk perlindungan terbatas. Kami masih terus meneliti bersama LIPI dan pakar lain.”

Tiene Gunawan, koordinator program kelautan Conservation International Indonesia memuji langkah Raja Ampat dan Manggarai Barat dalam melindungi manta. “Hasil penelitian kami menunjukkan setelah ada perda, penangkapan berkurang. Kami juga melihat banyak manta betina hamil. Ini keberhasilan. Semoga daerah lain bisa mengikuti dan membuat perda serupa.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,