Polisi menangkap 12 perambah hutan lindung di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (Sumut). Mereka mengajukan prapedalilan karena menilai penangkapan polisi tak prosedural, dan menang. Hakim memutuskan agar ke-12 orang itu dibebaskan, Kamis (24/4/14).
Polisi membebaskan mereka, tetapi hanya lima menit dan menahan kembali guna proses hukum lebih lanjut. Dalam penyelidikan perambahan hutan lindung ini, polisi menduga ada keterlibatan pejabat Simalungun.
Majelis hakim PN Simalungun, diketuai Ben Ronald Situmorang, mengatakan, alasan mengabulkan praperadilan 12 perambah hutan ini karena kepolisian menangkap tidak sesuai KUHP.
Salah satu syarat penahanan, katanya, kepolisian harus menyerahkan tembusan surat penangkapan, disampaikan langsung pada keluarga tersangka. “Itu tidak dilakukan, malah surat pemberitahuan melalui kantor pos.”
Untuk menahanpun, harus ada dua alat bukti cukup dan yang dihadirkan di pengadilan, tidak kuat. “Atas dasar itulah kami memvonis bebas dan memperintahkan 12 tesangka dikeluarkan dari Polres Simalungun, ” kata Situmorang.
Polres Simalungun, mentaati putusan dengan membebaskan para tersangka. Namun, hanya lima menit, setelah itu ditangkap lagi. AKBP Andi Syahriful, Kapolres Simalungun, mengatakan, jika surat penahanan diberikan langsung, pelaku tentu kabur. “Lokasi rumah jauh. Alat bukti kuat buat penahanan. Karena sudah diputuskan, kita laksanakan,” katanya.
Menurut Andi, tersangka ditahan kembali saat masih di kantor kepolisian karena praperadilan tidak berarti menghentikan penyidikan. Alasan penangkapan kembali, katanya, mempertimbangkan tersangka khawatir menghilangkan barang bukti, melarikan diri, dan melakukan kejahatan yang sama.
Dia mengatakan, dari penyidikan, ditemukan ratusan hektar hutan lindung di Simalungun, dibabat habis diduga oleh 12 tersangka. Hutan itu kini rusak parah dan menjadi perkebunan sawit.
Polisi juga memeriksa lebih dari 25 orang saksi, termasuk saksi ahli akan dimintai keterangan. “Ada Profesor Kehutanan IPB dalam waktu kita minta menjadi saksi ahli.”
Keterlibatan Pejabat Simalungun
Dalam kasus ini, polisi tengah menyelidiki temuan transaksi uang diduga hasil penjualan atau pembelian kayu dari perambahan hutan di Simalungun. Transaksi itu, menggunakan rekening bank, diduga atas nama IYN yang menerima transfer dari seorang diduga pejabat di Simalungun, berinisial JWS.
JWS, disebut-sebut bagian jaringan diduga terlibat penebangan, perambahan, dan perusakan hutan disana. “Uang itu, dugaan awal hasil penjualan kayu dari hutan lindung.” “Kita masih terus mendalami. Pemeriksaan di bank ditemukan transaksi mencurigakan.”
Dalam penyidikan ini, polisi juga menyita empat alat berat. Alat-alat ini diduga untuk menebang dan merusak hutan di Simalungun. Barang bukti ini kini dibawa ke Polda Sumut.
Sementara itu, mendengar vonis praperadilan, Himpunan Mahasiswa dan Pemuda Simalungun (HIMAPSI) aksi unjukrasa di Kejaksaan Tinggi Sumut). Rizal VH Sinaga, Juru Bicara HIMAPSI, mengatakan, pembebasan hakim syarat kepentingan, dan ada indikasi suap.
Dia mengatakan, meski belum masuk materi pokok, semestinya hakim melihat bagaimana hutan desa rusak parah. Sepanjang mata memandang, hutan kini beralih menjadi perkebunan sawit.
Marcos Simare-mare, Kepala Seksi Intel Kejati Sumut, mengatakan, akan fokus penyidikan dugaan perambahan hutan di Simalungun. Ada beberapa kasus kejahatan kehutanan yang kini mereka sidik.
Khusus, kasus perambahan hutan dengan 12 orang tersangka, mereka akan memantau penyidik di Kejari Simalungun. Namun kasus belum dilimpahkan ke Kejari Simalungun.