Selasa (6/5/14), lumba-lumba sekitar 1,5 meter terdampar di Pantai Keperan Desa Tanjung Pecinan, Kecamatan Mangaran, Situbondo. Lumba-lumba ini masuk ke tambak udang warga.
Sebelumnya, pertengahan Februari 2014, sperm whale (physeter macrocephalus) jantan dengan panjang 20 meter, berat lebih 20 ton, ditemukan mati di Pantai Desa Tambala, Kecamatan Tombariri, Minahasa, Sulawesi Utara.
Dua kasus mamalia laut terdampar ini hanya sebagian kecil dari sekian banyak kejadian. Keadaan ini harus menjadi perhatian serius. Demikian dikatakan Putu Liza Kusuma Mustika, koordinator Whale Strandings Indonesia, kepada Mongabay, Rabu (7/4/14).
Menurut dia, periode 1987–2013 ditemukan 203 kejadian mamalia laut terdampar, sepertiga tak teridentifikasi. Jumlah ini diperkirakan jauh lebih rendah dari angka sebenarnya.
“Dengan panjang pantai Indonesia lebih 80.000 km, statistik kejadian terdampar jauh di bawah sesungguhnya,” katanya di Makassar.
Hingga kini, ada 79 jenis mamalia laut diidentifikasi di seluruh dunia. Indonesia memiliki sekitar 35 spesies cetacean (paus dan lumba-lumba) dan satu sirenian (dugong), tergolong cukup tinggi dari populasi Samudera Hindia dan Pasifik yang dinamis.
Sejumlah faktor penyebab mamalia laut terdampar ini, kata Putu, secara tak langsung pencemaran laut. Ia dapat menurunkan imunitas dan satwa terkena tumor, kanker, dan lain-lain. Lalu terdampar. “Ada juga penyebab akibat ulah manusia, juga karena alami seperti mengejar ikan dan terperangkap di air dangkal.”
Seringkali penyebab tidak diketahui. Keadaan ini dianggap masalah karena beberapa penyebab kejadian terdampar bisa jadi ancaman serius bagi mamalia laut itu.
Menurut dia, potensi ancaman mamalia laut di Indonesia, antara lain eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi, sonar, tangkapan samping termasuk jaring hantu, sampah laut seperti marine debris, termasuk potongan jaring ikan, pemboman ikan. Lalu, tabrakan kapal, tangkapan langsung, dan kontaminasi perairan dari pembangunan sungai dan pesisir yang tidak lestari.
Kebanyakan spesies terdampar yang tercatat adalah sperm whales, menyusul short-finned pilot whales (Globicephala marcorinchyus). Ironisnya, hampir setengah kejadian terdampar ini tidak teridentifikasi. “Ini mengindikasikan perlu lebih banyak pelatihan-pelatihan penanganan mamalia laut terdampar dengan prosedur yang benar,” katanya.
Kondisi inilah yang mendorong pelatihan mamalia laut di Makasar, dan sejumlah tempat lain di Indonesia. Khusus di Makassar. Kegiatan pada 28–29 April 2014 ini diikuti 30 peserta dari Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL), Polairud, BKSDA, Dinas Peternakan, Basarnas, Universitas Hasanuddin, Universitas Muslim Indonesia, Mangrove Action Project) dan beberapa stakeholder lain.
Menurut Putu, pelatihan ini bertujuan memberikan informasi dan keterampilan bagi peserta tentang penanganan kejadian terdampar lumba-lumba, paus dan duyung.
Pada November 2012, Kementerian Kelautan dan Perikanan membentuk komite nasional untuk menulis pedoman umum kejadian terdampar, sekaligus mendirikan jejaring kejadian terdampar nasional (JKTN). Keputusan ini, dipicu 48 paus pemandu sirip pendek terdampar di Nusa Tenggara Timur pada Oktober 2012. JKTN resmi berdiri Maret 2013.
Untuk mengetahui perkembangan mamalia laut terdampar di Indonesia, yang berhasil diidentifikasi dapat dilihat di website dan facebook Whale Strandings Indonesia.