,

Wilayah Adat Patalassang Longsor, Puluhan Hektar Sawah Hancur

Senin (12/5/14), sekitar pukul 03.30, longsor melanda kawasan adat Patalassang di Desa Pao, Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Peristiwa ini akibat hujan deras melanda daerah pegunungan itu dalam beberapa jam.

Puluhan hektar sawah dan kebun warga hancur terbawa air dan lumpur. Tak ada korban jiwa dalam peristiwa ini.“Ini longsor terbesar di Patalassang,” kata Muhlis Paraja, tokoh masyarakat Patalassang kepada Mongabay.

Dia mengatakan, sebelum longsor, hujan sangat deras dibanding biasa. Sesekali terdengar petir menggelegar keras. Dia mencium bau lumpur menyengat. “Bau lumpur terasa tercium dan itulah yang membangunkan warga.”

Menurut Muhlis, sebagian besar sawah dan kebun terdampak berada di bantaran Sungai Salassara. Topografi kawasan di ketinggian antara 700-1500 dpl ini curam hingga rawan longsor.

Kini, sekitar 300 warga di daerah itu diungsikan ke rumah Ketua RW.“Warga kami ungsikan, meskipun sebagian besar rumah masih utuh. Hanya satu rumah hancur bagian belakang, kebetulan paling dekat lokasi.”

Longsor juga menghancurkan dua jembatan utama, termasuk turbin Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hydro (PLTMH) dan satu mobil angkutan milik desa.

“Turbin dan mobil sampai saat ini belum diketahui. Kami baru menemukan pintu mobil sudah hancur.” Kerusakan lain proyek perbaikan jalan setapak desa terganggu.

Setelah longsor, warga bahu membahu mengevakuasi warga lain terkena dampak. Aparat desa dan kecamatan mengerahkan bantuan mengantisipasi longsor susulan.

Patalassang merupakan kawasan masyarakat adat di Gowa, di pegunungan Bowong Langi. Ada 700-an warga bermukim di kawasan ini, sebagian besar hidup dengan tata cara adat.

Berada di ketinggian membuat pertanian di daerah ini dikelola bertingkat dengan pengairan selain hujan juga Sungai Salassara. Keasrian sungai ini masih terjaga.

Longsor di kawasan adat Patalassang, murni bencana karena kecuraman tanah. Hutan dan sungai mereka terjaga baik. Foto: Wahyu Chandra
Longsor di kawasan adat Patalassang, murni bencana karena kecuraman tanah. Hutan dan sungai mereka terjaga baik. Foto: Wahyu Chandra

Kepemilikan sawah di kawasan ini dikelola kolektif dan berdasarkan hak guna usaha dan digilir setiap tahun.

Muhlis menampik kemungkinan bencana karena hutan rusak. Selama ini, masyarakat aktif menjaga hutan. “Ini murni bencana bukan dampak hutan rusak. Kami masih terjaga hutan dengan baik.”

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulsel segera merespon longsor ini dengan mengirimkan tim ke lokasi. Sardi Rasak, Ketua AMAN Sulsel mengatakan, masyarakat adat ini dampingan AMAN.

Dalam setahun terakhir, Patalassang tengah mengembangkan pertanian organik, baik persawahan maupun perkebunan.

Hampir bersamaan, lonsgor juga terjadi di Kabupaten Sinjai, Sulsel. Tepatnya di Jalan Poros yang menghubungkan antara Kecamatan Sinjai Barat dengan Malino, Gowa. Sepanjang jalan tidak bisa dilalui kendaraan. Puluhan mobil tertahan di dua sisi jalan di lereng gunung ini.

Menurut Asmar Exwar, Direktur Walhi Sulsel, longsor di kedua daerah ini murni bencana bukan karena perambahan hutan. Struktur lahan curam dan berada di ketinggian.

“Perlu segera pendampingan khusus berbasis komunitas mengantisipasi kerentanan wilayah longsor.”

Jadi, sudah saatnya komunitas adat Patalassang mengidentifikasi titik-titik kerentanan di sana. “Ini dapat dilakukan komunitas-komunitas lain, termasuk di Sinjai Barat, khusus DAS Tangka, yang membelah Gowa dan Sinjai,” kata Asmar.

Turbin PLTMH, yang menjadi sumber listrik di daerah ini, turut hancur dan hilang tak berbekas.  Foto: Wahyu Chandra
Turbin PLTMH, yang menjadi sumber listrik di daerah ini, turut hancur dan hilang tak berbekas. Foto: Wahyu Chandra
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,