Panas terik matahari terasa menyengat kulit. Hembusan angit laut membawa bau amis ikan tangkapan nelayan hingga tercium hidung saya. Waktu menujukkan pukul 10.05, Selasa, 13 Mei 2014 kemarin. Ketika sampai di Pelabuhan Tamperan, Pacitan, mata saya langsung tertuju pada barisan solar panel terjejer di atas genting. Tepat di bawah, bagian pojok bangunan tersebut, saya melihat ruangan dengan ukuran berkisar 2×3 meter. Pintunya terbuat dari besi dan tergembok. Di samping kiri pintu, kompresor ultra efisien dan alat digital penunjuk suhu berjejer dan bersebelahan.
Nugraha Widyatmono, Project Coordinator Contained Energy berperawakan kurus, tinggi berkisar 160 cm. Ia mengenakan batik lengan panjang dan celana panjang hitam. Ia menjelaskan kepada Mongabay-Indonesia tentang sistem lemari pendingan atau cold storage bertenaga surya yang berada di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tamperan, Pacitan, Jawa Timur.
“Suhu dinginnnya mencapai minus lima derajat celcius. Untuk menyimpan 200 kilo gram ikan tanpa es per hari,” kata Nugraha Widyatmono.
Dalam ringkasan yang diberikannya kepada Mongabay-Indonesia dipaparkan, peningkatan kualitas hasil produksi perikanan sangat berkaitan erat dengan sistem rantai dingin. Kualitas produk perikanan yang bagus akan meningkatkan kenaikan harga jual yang berdampak pada kenaikan pendapatan. Hal ini dapat dilakukan jika fasilitas pendingin tersedia. Akan tetapi di daerah terpencil, dimana jangkauan listrik PLN belum dapat memenuhi kebutuhan listrik, maka solusi konvensional dengan menggunakan genset sering kali tidak berfungsi secara optimal karena biaya bahan bakar minyak yang cukup tinggi.
Di beberapa daerah yang sudah terjangkau oleh listrik PLN, kenaikan tarif dasar listrik terus meningkat menjadikan banyak pengelola cold storage dan pabrik es mengalami kendala karena biaya operasional yang meningkat. Bahkan dibeberapa wilayah, cold storage maupun pabrik es bantuan pemerintah untuk masyarakat nelayan mangkrak karena tidak adanya dana operasional untuk mengoperasikan fasilitas tersebut.
“Kehadiran Cold Storage tenaga Surya menjadi jawaban dari permasalahan masyarakat nelayan. Selain ramah lingkungan, alat ini diharapkan bisa meningkatkan harga jual hasil tangkapan nelayan,” kata Nugraha.
“Lemari pendingin bertenaga surya berbiaya ekonomi yang cukup efisien karena menggunakan aplikasi penyimpanan energi termas (TES) yang dikombinasikan dengan paket kompresor ulta efisien.”
Nugraha menambahkan, unit ini menggunakan tenaga dari 6,4 kWp array surya melalui sistem inverter 3 fase, yang didukung oleh baterai 10 kWh VRLA yang relative kecil. Fitur unik dari sistem ini adalah unit ini menerapkan Phase Charge Material (PCM) dalam volume yang besar pada langit-langit, sehingga mampu menyimpan dan melepaskan 15 kWh pada kapasitas pendingin -4 derajat Celcius. Teknologi penyimpanan panas ini memungkinkan paket kompresor melakukan sebagian besar pendinginan selama siang hari ketika energi surya tersedia dan menyimpan dalam jumlah besar pada baterai.
“Projek ini (di Pacitan) dibangun untuk kebutuhan pendinginan. Sehingga suhu yang diperlukan hingga -5 derajat celcius. Namun untuk membekukan ikan maka memerlukan suku -30 derajat celcius,” kata Nugraha.
Choirul Huda, S.Pi, Kepala seksi Pelabuhan Perikanan Pantai Tamperan saya temui di kantornya. Ia menceritakan tentang pemanfaatan dari lemari pendingin tersebut bagi nelayan. Ia menjelaskan, kehadiran lemari pendingin dapat membantu nelayan dalam menjaga harga jual hasil tangkapan tetap tinggi. Tangkapan ikan terus meningkat dan ikan yang ditangkap kualitasnya grade-nya baik.
“Ikan hasil tangkapan ada yang langsung di jual namun ada juga yang mengolahnya menjadi bakso ikan dan tahu ikan. Maka itu perlu pendingin untuk menjaga mutu dan harga jual agar tetap tinggi,” kata Choirul Huda.
Ia menambahkan, keberadaan PPP Tamperan di Kabupaten Pacitan sebagai sentra ekonomi kelautan dituangkan dalam keputusan Kementerian Kelautan dan Perikanan No 32/2010 yang diperbarui dengan keputusan Kementerian Kelautan dan Perikanan No 30/Men/2011 tentang Perubahan Kawasan Minapolitan. PPP Tamperan ditetapkan sebagai zona inti kawasan minapolitan oleh Bupati Pacitan berdasarkan SK Bupati No 188.45/140/408.31/2010. Produksi ikan tuna di Pantai Tamperan mencapai 60 hingga 100 ton/hari.
Jenis ikan yang selama ini berlabuh di Pantai Tamperan selain Tuna juga ada ikan Cakalang, Tongkol, Layang Rebon, Teri, Layur, Cumi-cumi dan Kembung. Yang paling banyak adalah hasil tangkapan ikan tuna dengan berat 1 sampai 7 kilogram/ekor bahkan bisa lebih. Sedangkan ikan seperti jenis Cakalang dan Tongkol biasanya untuk konsumsi pasar lokal.
“Nelayan tentu butuh lemari pendingin, karena kebutuhan ikan semakin meningkat. Namun perlu pemahaman kepada nelayan tentang penggunaan dan operasional cold storage”
Selama ini masyarakat nelayan enggan dan ragu menggunakan lemari pendingin berenergi terbarukan. Nelayan ragu bahwa dengan energi surya bisa menghasilkan energi dingin yang baik. Namun saat ini setelah mereka tahu bahwa energinya stabil dan bagus mereka barulah mau menggunakannya. Walaupun lemari pendingin yang ada masih belum bisa menjawab kebutuhan yang lebih besar bagi nelayan dan suhu yang lebih dingin hingga bisa membekukan ikan.
“Kapasitas ratusan kilo diharap bisa diperbesar hingga ton dan suhunya diturunkan hingga -30 derajat celcius. Ini karena hasil tangkapan semakin meningkat, dan menghemat biaya operasional pendinginan ikan,” kata Choirul.
Penggunaan energi terbarukan untuk lemari pendingin di Pacitan merupakan bukti bahwa energi ramah lingkungan itu bisa bermanfaat, bisa dilakukan dan diaplikasikan. Arif Fiyanto dari Greenpeace Indonesia mengatakan, energi terbarukan adalah solusi tepat untuk menghambat laju perubahan iklim. Energi terbarukan juga menjadi sumber energi potensial agar Indonesia dapat mewujudkan keadilan energi dan kedaulatan energi.
“Indonesia harus mulai beralih menggunakan energi ramah lingkungan (terbarukan) dan meninggalkan energi kotor dari batubara,” tutup Arif.