,

Kala Deutche Bank Lepas Saham dari Perusahaan Pemasok Wilmar

Kampanye organisasi lingkungan menyasar lembaga pendana berbuah manis. Deutche Bank, bank ternama berkantor pusat di Jerman,  menghentikan investasi kepada PT Bumitama Agri, salah satu perusahaan sawit pemasok Wilmar International. Perusahaan ini terus bermasalah, merusak hutan dan merampas tanah warga di Kalimantan, Indonesia.

Divestasi bank ini diumumkan kala pertemuan tahunan bank ini 22 Mei 2014. Sebelum itu,  Rettet den Regenwald, sebuah NGO di German, menyerahkan petisi dengan 87.900 tanda tangan mendesak Deutsche Bank menarik dukungan dana dari Bumitama.  Kala itu, Mathias Ritgerott, juru bicara Rettet den Regenwald, menyerahkan petisi langsung kepada Ansho Jain dan Jeurgen Fitschen, CEO bank ini.

“Ini waktu yang tepat bagi lembaga keuangan seperti Deutsche Bank mendengarkan suara dari konsumen dan warga Jerman,” kata Mathias Rittgerott dari Rettet den Regenwald, dalam pernyataan mereka. “Kami tak mendukung produksi minyak sawit dan tak ingin Deutsche memberi dukungan apapun buat perusahaan sawit perusak.”

Ungkapan senada dari Anne van Schaik, pengkampanye Friends of the Earth Eropa. Dia mengatakan, Deutsche Bank mengambil langkah positif dengan menarik saham dari Bumitama.

Menurut dia, langkah ini harus dilanjutkan ke Wilmar yang telah berjanji tetapi tak memiliki solusi terhadap masalah-masalah yang muncul di berbagai negara tempat mereka beroperasi. “Perusahaan sawit ini punya banyak masalah perampasan lahan, dan lingkungan. Tak ada alasan bagi lembaga keuangan bertanggungjawab menanamkan modal ke sana.”

Anton P Wijaya, direktur eksekutif Walhi Kalbar mengatakan, divestasi Deutsche Bank di Bumitama merupakan langkah awal mulai membersihkan kerusakan oleh perusahaan sawit itu. “Langkah ini harus diikuti bank dan investor lain yang ingin investasi bertanggungjawab.”

Hutan gambut yang dibersihkan PT Andalan Sukses Makmur, anak usaha Bumitama Agri. Foto diambil pada 11/13/2013 © Kemal Jufri /

Tak jauh beda dikatakan Arie Rompas, direktur eksekutif Walhi Kalimantan Tengah (Kalteng). Menurut dia, kesuksesan ini merupakan langkah awal bagi kampanye masyarakat sipil seperti Walhi dan jaringan internasional Friend Of The Earth Eropa serta Rettet den Regenwald. “Aktivitas Bumitama tak berkelanjutan di Kalimantan Barat dan Kalteng,” katanya kepada Mongabay, Jumat (30/5/14).

Dia mencontohkan, PT Andalan Sukses Makmur (ASMR) beroperasi di kawasan moratorium, di lahan gambut dan habitat orang utan di Taman Nasioanal Tanjung Putting. “Komitmen Wilmar, harus sampai ke anak usaha juga,” katanya.

Tak hanya Deutsche Bank, banyak bank internasional dari Amerika dan Eropa berinvestasi di Wilmar seperti  ING, HSBC, BNP Paribas dan Rabobank. Padahal, anak usaha Wilmar terus menjalankan praktik tak berkelanjutan dan menciptakan konflik. “Di Kalteng Wilmar punya tujuh anak usaha menguasai lahan  hingga 120 ribu hektar. Ini masih bermasalah dengan lingkungan hak-hak masyarakat.”

Kasus terbaru masyarakat, katanya, Desa Sebabi, kini menduduki lahan di PT Karunia Kencana Permai Sejati  (KPPS) II. Konflik dipicu realisasi plasma tak kunjung terealisasi oleh Wilmar.

Save Our Borneo juga memperlihatkan kasus anak usaha Bumitama lain di Kalteng. Pada 2012, Bumitama mengambil alih PT Nabatindo Karya Utama (NKU) dengan daerah operasi Tumbang Koling. Hutan Tumbang Koling, katanya, pernah diharapkan menjadi benteng terakhir habitat orangutan dari jarahan kebun sawit. Sayangnnya, kini sudah rusak. Pada periode 2013-2014, perusahaan mulai membabat hutan.

Nordin, direktur Save Our Borneo mengatakan, pemerintah sulit diharapkan karena selalu saling lempar tanggung jawab antara daerah dan pusat. “Sebenarnya kalau hukum dan aturan ditegakkan situasi tidak separah saat ini.”

Sedang RSPO dan ISPO, katanya, lebih berorientasi pada pencitraan kepada pasar. “Praktik-praktik perusahaan sawit besar dan organisasi mereka di RSPO dan ISPO hanyalah bagian dari green grabbing terstruktur, dan massif.”

Kondisi tambah parah kala Kementerian Kehutanan (Kemenhut) tak mempunyai kapasitas memadai dan tidak punya cukup kemauan kuat meluruskan hal-hal bengkok ini.

Sebenarnya, kata Nordin, pemerintah harus betul-betul menghitung, berapa daya dukung lingkungan dan hutan yang bisa dialih fungsi. Lalu, berapa pula kebutuhan “dagangan” yang mau dipasarkan Indonesia. “Saat ini hanyalah jual obral murah dan tanpa perhitungan memadai, eksploitasi pun tak terkontrol.”

Friends of the Earth Eropa baru-baru ini kampanye menekan bank-bank dalam mendanai perusahaan-perusahaan sawit, seperti Rabobank, BNP Paribas, dan lembaga dana pensiun Belanda serta PfZW.

Organisasi ini juga menyasar Wilmar, yang belakangan berkomitmen nol deforestasi, nol kebijakan konflik. Kelompok aktivis ini menuduh Wilmar gagal memenuhi janji, bercermin dari konflik yang sedang terjadi di Indonesia, Uganda, Liberia, and Nigeria.

rompas3-10370700_10203242276072941_1347202231_n Sarang orangutan di konsesi PT ASMR. Foto: Walhi Kalteng

rompas1-10425678_10203242166510202_539287234_n Peta PIPIB dan pemberian izin untuk PT ASMR

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,