Pembabatan hutan terus terjadi di Sumatera Utara. Kini, Desa Sungai Datar, Kecamatan Dolok, Kabupaten Padanglawas Utara, jadi sasaran. Hutan Nahornop yang menjadi tempat hidup masyarakat adat Batak dirambah dan beralih menjadi perkebunan sawit. Laporan warga tak digubris pemerintah dan aparat, penebangan terus terjadi.
Informasi Komunitas Pemuda Batak Penjaga Hutan Adat Nahornop, kerusakan hutan sekitar 88 hektar lebih. Sahut Sinaga, anggota komunitas kepada Mongabay Rabu (4/6/14) mengatakan, pembalakan hutan Nahornop sudah berlangsung hampir dua tahun.
Mereka sudah melaporkan kasus ini ke polisi dan Dinas Kehutanan kabupaten maupun provinsi. Namun, laporan seakan diabaikan. “Sampai saat ini tidak ada tindakan apapun untuk menghentikan penggundulan hutan adat Nahornop,” katanya.
Dia sempat mencoba menghentikan perambah hutan yang tengah menebang kayu. Namun mendapat perlawanan. Bahkan, ketika truk mengangkut kayu melintas di desa, sempat dihentikan dibantu pemuka adat. Lagi-lagi, tidak menyurutkan pelaku menjalankan aksi.
“Aparat terkesan mengabaikan. Ini penuh tanda tanya. Mengapa dibiarkan penebangan hutan adat Nahornop Desa Sungai Datar. Kami pertanyakan ke ketua Poktan Mekar Nauli, namanya Toib Harahap, dan kepala Desa Sungai Datar, Panggabean Harahap. Mereka membantah illegal logging. Katanya itu kayu dari kebun warga. Bohong itu semua, ” kata Sinaga.
Benny Pasaribu, pemuda adat Desa Sungai Datar, menyatakan, ketika menghentikan truk kayu, sopir bernama Budi Pangaribuan, menunjukkan secarik kertas berisikan izin mengolah kayu. Lembaran kertas tertanggal 5 Oktober 2014, terdapat keterangan dari Koptan Mekar Nauli. Isinya menyebutkan, mereka memiliki surat dokumen kayu. Atas dasar itulah mereka melepaskan truk yang memuat berbagai jenis kayu hutan Nahornop.
“Kami sempat pegang surat itu. Sopir bukan orang kampung kami. Dia hanya mengangkut kayu keluar hutan.”
Dari penelusuran, perusahaan itu ada sejak akhir 2012. Pada 2013, baru mulai beroperasi. Kayu-kayu dimuat ke truk dan dibawa ke Pelabuhan Tanjung Balai untuk diseludupkan ke luar negeri, seperti Singapura dan Tiongkok.
Benny mengatakan, truk membawa kayu-kayu melintasi Danau Toba, Parapat, lalu Pematang Siantar. Berhenti di Lima Puluh, Kabupaten Batubara. “Kayu-kayu besar dipindahkan menjadi beberapa bagian. Setelah itu dibawa truk ke jalur laut Batubara. Sebagian ke Pelabuhan Tanjung Balai. Ada juga yang menggunakan jalur darat Kota Rantau Parapat.”
Kusnadi Oldani direktur eksekutif Walhi Sumut , mengatakan, sebagian besar lahan di Sumut menjadi perkebunan sawit dan karet. Selebihnya, perkebunan cokelat.
Hasil survei mereka, khusus perkebunan, selama ini dikelola swasta maupun negara. Sumut menghasilkan karet, cokelat, teh, sawit, kopi, cengkeh, kelapa, kayu manis, dan tembakau. Perkebunan ini tersebar di Kabupaten Deli Serdang, Langkat, Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, dan Tapanuli Selatan.
Untuk luas tani padi, 2005 tinggal 807.302 hektar, turun 16.906 hektar dibanding 2004 mencapai 824.208 hektar. Perkebunan karet 2002, 489.491 hektar, produksi 443.743 ton. Pada 2005, luas karet tinggal 477.000 hektar dengan produksi hanya 392.000 ton.
“Area karet dan sawit itu, sudah banyak masuk kawasan hutan lindung.”
Menurut dia, kawasan hutan banyak menjadi perkebunan sawit dan karet, di bagian utara, selatan dan timur Sumut. “Salah satu, di hutan Nahornop.”