,

Keluarkan Dana Besar, Penanganan Sungai Citarum Dinilai Belum Efektif

Masalah Sungai Citarum, hingga kini belum selesai. Pencemaran air di ambang batas, membawa Citarum, mendapat predikat salah satu sungai tercemar di dunia. Berbagai upaya mengembalikan fungsi sungai ini sudah dilakukan. Salah satu, skema program Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program, yang dicanangkan sejak 2005 oleh Bappenas dan Asian Development Bank (ADB).

Desember 2008, ADB menyetujui pendanaan melalui pinjaman US$500 juta, dibagi empat tahap dan dijalankan selama 15 tahun melalui skema multitrache financing facility (MFF). Pinjaman ADB tahap pertama Rp50 miliar.

Dadang Sudarja, dari Dewan Walhi Nasional, mengatakan, Citarum sangat kritis dan sakit. “Proyek ICWRMIP awalnya diyakini model yang mampu menjawab persoalan Citarum. Kenyataan membuat Indonesia makin banyak utang,” katanya dalam diskusi publik di Bandung, Kamis (5/6/14).

Dia mengatakan,  utang luar negeri untuk proyek ini terus berjalan. Sedang penanganan belum efektif.

Ali Iskandar, kepala Desa Tarumaja,  Kecamatan Kertasarti, mengatakan, Gunung Wayang di Kecamatan kertasari,  Bandung Selatan merupakan hulu sungai Citarum. Sebanyak 39.603 warga atau sekitar 70% mata pencaharian sebagai petani. Namun, mereka mengalami krisis air bersih. Debit sumber mata air menurun drastis karena alih fungsi hutan. Sungai juga tercemar limbah ternak sapi, dan sampah rumah tangga dan lain-lain.

Menurut Ali, yang menjadi permasalahan masih banyak kandang sapi perah berjejer di sepadan sungai. “Tahun 2014 dari Dinas Peternakan ada program pengandangan sapi milik warga. Bantuan 150  kandang. Jadi masalah karena tidak ada lahan.  Hingga kandang berjejer di sepadan sungai. Kotoran dibuang ke sungai.”

Dia berharap, ada bantuan pemerintah untuk memanfaatkan kotoran sapi menjadi biogas. “Lahan kami perkebunan dan Perhutani. PTPN VIII luas sekali. Kami berharap mereka bisa mengalokasikan untuk kepentingan warga.”

Cellica Nurrachadiana, wakil Bupati Karawang mengatakan, sudah banyak alihfungsi lahan imbas makin banyak pabrik di kawasan itu. Untuk itu, perlu kebijakan pemerintah serius pemerintah mengendalikan perusahaan.

“Saya menyadari program ini tak bisa langsung. Pasti ada prioritas. Mungkin utama kawasan hulu. Karawang tetap perlu pertanian lebih.  Apalagi akan ada MP3EI. Pembangunan bandara dan pelabuhan, sebagai proyek akan berpengaruh terhadap Citarum,” katanya.

Dia akan mengumpulkan perusahaan di Karawang untuk membahas isu lingkungan hidup. “Agar tidak membuang limbah ke sungai. Kami punya program Citarum Lestari. Kerjasama dengan semua stakeholder. Industri, komunitas dan pemerintah karawang.”

Deddy Mizwar, mengatakan,  dana pembenahan sungai yang tertuang dalam program Citarum bestari sudah Rp60 miliar. Sebagian dana itu, Rp25 miliar dari APBD Jabar. “Citarum Bestari akan resmi tengah bulan ini. Menyasar kawasan hulu sepanjang 70 km mulai Sungai Cisanti hingga waduk Saguling,” katanya.

Dia mengatakan, dana diperlukan Rp125 miliar. Tahap pertama, dikerjakan 20 km. Dana segmen pertama ini akumulasi bantuan beberapa pihak dari komunitas, CSR perusahaan dan Pemprov Jabar.

“Ini proyek ambisius sebenarnya. Untuk menjalankan ini, pemerintah tak tangani sendiri. Masyarakat harus ikut berperan. Membuat gerakan kolaboratif. Program ini dijalankan selama lima tahun untuk kembalikan fungsi Citarum.”
Sebanyak 25 juta orang Jabar dan Jakarta tergantung dari air di sungai itu. Itu setara 10 persen penduduk Indonesia.

Berbeda dengan Deddy. Dadan Ramdan, direktur eksekutif Walhi Jabar, mengatakan, besaran anggaran tak menjamin proyek berjalan baik. Hingga kini, sudah banyak dana keluar namun kondisi sungai tetap memprihatinkan. Pencemaran masih sangat tinggi.

Senada dengan Dadan. Aktivis Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Sobirin mengatakan pengelolaan Citarum harus melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis. “Di awal kebijakan, KLHS harus komprehensif. Selama ini penanganan Citarum belum melalui KLHS.”

Kawasan lindung di hulu Sungai Citarum seharusnya 178.394,74 hektar (52%).  Namun, tinggal 68.617 hektar atau 20%. Total luas Citarum hulu 343.087 hektar. Daerah resapan air tersisa tak lebih 50.000 hektar dari yang seharusnya 39 ribu hektar. Citarum tercemar limbah domestik 50%, industri 40%, peternakan 8% dan pertanian 2%. “Saat musim hujan, banjir melanda. Genanganlebih dari tiga ribu hektar.”

Aktivis Greenpeace yang aksi di Bandung, untuk penyelamatan Sungai Citarum. Foto: Greenpeace
Artikel yang diterbitkan oleh
, ,