,

Ketahanan Pangan: Budidaya Perikanan akan Menjadi Tumpuan Pemenuhan Konsumsi Dunia di Masa Depan

Untuk memenuhi kebutuhan 9 miliar populasi manusia di tahun 2050 produksi perikanan dunia perlu meningkat hingga 133 persen dari angka yang diproduksi saat ini.  Budidaya perikanan (akuakultur) merupakan sektor yang prospektif untuk dikembangkan karena potensinya yang besar.  Di sisi lain permintaan yang dihasilkan dari pertumbuhan sektor perikanan diprediksi akan menjadi pemacu bagi pembangunan ekonomi negara-negara yang memiliki hasil maritim yang melimpah.

Diperkirakan hingga pertengahan abad ini kebutuhan produk akuakultur akan meningkat dari 67 juta ton pada tahun 2012 menjadi 140 juta ton pada 2050. Jumlah ini akan setara dengan 14 persen dari sumber protein hewani yang dibutuhkan oleh populasi manusia.

Industri akuakultur sendiri telah meningkat drastis sejak tahun 1990, dimana memproduksi ikan dianggap lebih menguntungkan secara ekonomi dan turut berkontribusi meringankan terjadinya tekanan pada konversi ekosistem mangrove.  Namun demikian, perkembangan akuakultur tetap saja harus diperhatikan, mengingat bentuk budidaya ini  tetap membutuhkan tanah, pasokan air, pakan dan input energi yang semakin langka.

Hasil studi yang dikeluarkan oleh World Resources Institute (WRI), World Fish, Bank Dunia, INRA dan Kasetsart University di awal bulan Juni 2014 menyebutkan bahwa selain penambahan pasokan dari hasil perikanan laut tangkap, maka pertambahan untuk mendorong industri akuakultur dunia menjadi penting untuk memenuhi sumber konsumsi protein dunia. Dalam pengembangan akuakultur, para peneliti sependapat bahwa faktor-faktor seperti polusi, emisi gas rumah kaca, hilangnya habitat dan dampak perubahan iklim merupakan konsideran penting yang perlu dipertimbangkan.

Sebagai contoh para pakar menyebutkan bahwa budidaya ikan seperti salmon yang diberi pakan yang mengandung bahan tepung ikan dari olahan alam, kedepannya akan tetap meningkatkan tekanan pada ekosisistem laut alih-alih meringankannya.

Sumber: WRI
Sumber: WRI, 2014

“Peningkatan produksi dari budidaya perikanan akan menjadi penting dalam memenuhi kebutuhan ketahanan pangan dan gizi dunia, karena ikan mengandung seperenam dari protein hewani orang yang mengkonsumsi, serta mengandung mikronutrien penting dan asam lemak omega-3.  Namun, ada hal-hal yang perlu diperhatikan agar lingkungan produksi budidaya tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup dan mempertahankan pertumbuhannya,”  jelas Michael Phillips, Direktur Budidaya dan Peningkatan Genetik di WorldFish.

Akuakultur akan menjadi bisnis bernilai jutaan dolar, membuka peluang lapangan kerja bagi jutaan orang dengan biaya lingkungan yang relatif rendah. Akuakultur sendiri berkembang pesat sejak perikanan laut tangkap terlampaui puncaknya di dua dekade yang lalu.

“Budidaya perikanan lebih efisien, mampu menyediakan makanan dan lapangan kerja bagi jutaan orang, serta biaya lingkungan yang relatif rendah,” jelas Richard Waite dari WRI.  “Penangkapan ikan laut mencapai puncaknya pada dasawarsa 1990-an, untuk kemudian budidaya perikanan berkembang sangat cepat sesuai dengan permintaan dunia, dan sekarang hampir separuh yang kita konsumsi saat ini,” salah satu peneliti dalam riset ini.

Menurutnya, perbaikan dalam model budidaya perikanan ini akan meningkatkan produktivitas dan kinerja lingkungan untuk meningkatkan produksi secara berkelanjutan.

Bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki panjang garis pantai 104 ribu km dengan luas total wilayah maritim 5,8 juta km2.  Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), total produksi perikanan Indonesia pada tahun 2013 mencapai 19,56 juta ton, jauh berkembang dari 15,5 juta ton pada tahun 2012.  Dari jumlah tersebut perikanan tangkap menyumbang 5,86 juta ton, sedangkan akuakultur menyumbangkan 13,7 ton.

Dengan kecenderungan produksi perikanan dunia yang meningkat, selama tahun 2012 Indonesia menikmati neraca perdagangan positif untuk  sektor perikanan dengan surplus USD 3,52 miliar.

Namun demikian, seperti disampaikan Suseno Sukoyono, Kepala Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan KKP, dikutip dalam penjelasannya di FPIK Unpad (23/10/2013), hingga sekarang pemanfaatan akuakultur masih terbatas. “Potensi besar, namun pemanfaatan terbatas,” tuturnya.

Syarat Akuakultur

Penjelasan ini diperkuat oleh Rokhmin Dahuri, Guru Besar Ilmu Kelautan IPB dan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan seperti dikutip dari Suara Merdeka.com (23/10/2013), yang menyatakan sebenarnya Indonesia memiliki potensi produksi perikanan terbesar di dunia sekitar 65 juta ton per tahun, namun baru sekitar 20 persen saja yang dimanfaatkan.  Tidak heran jika Pendapatan Domestik Bruto (PDB sektor) ekonomi kelautan hanya berkontribusi sekitar 25 persen.

”Angka ini jauh lebih kecil ketimbang negara-negara yang wilayah lautnya lebih sempit dari pada Indonesia seperti Thailand, Jepang, Korea Selatan, Tiongkok, Selandia Baru dan Norwegia yang justru sektor ekonomi kelautannya menyumbang kontribusi lebih besar diantara 30-60% dari PDB masing-masing negara. Kalau melihat fakta tersebut maka kinerja pembangunan kelautan Indonesia sampai sekarang masih jauh dari optimal,” paparnya.

Selain itu, menurut Rokhmin pengelolaan sektor ekonomi kelautan dan perikanan di Indonesia masih dilakukan secara tradisional dan masih berorientasi kepada faktor finansial tanpa memperdulikan kelestarian lingkungan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,