, ,

Nasib Ie Unoe dari Bulohseuma

Bagi hampir seribu orang Bulohseuma, tanah rawa tempat mereka tinggal  adalah warisan endatu (nenek moyang) yang tidak akan mereka tinggalkan sampai kapanpun. Orang Bulohseuma terbiasa hidup di sekitar hutan lebat, beratus tahun terisolir tanpa jalan dan tak punya listrik. Mereka mengandalkan kapal boat kecil untuk membawa barang dari luar melalui lautan Samudra Hindia berombak besar.

Setahun lalu, mereka merasa menjadi orang merdeka karena jalan bisa dibuka menembus hutan Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Jalan itu dibangun setelah 2009 mendapat izin dari Menteri Kehutanan.

Bulohseuma adalah enclave, pemukiman di tengah hutan konservasi SM Rawa Singkil, salah satu hutan rawa gambut terbesar di Aceh seluas 100 ribu hektar. Ia menjadi bagian Kawasan Ekosistem Leuser yang terkenal kaya flora dan fauna. Bulohseuma berada di Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan.

Bulohseuma ditemukan pertama kali tahun 1768 oleh Teungku Yasin dan 12 pengikut dari Kerajaan Aceh yang sedang mencari ikan.  Tahun 1805, Bulohseuma sempat menjadi sentra lada. Penduduk ramai mendiami delapan kampung. Pada 1925 buaya mengganas di Bulohseuma, membuat sebagian orang eksodus ke daerah lain. Kini, tersisa tiga kampung yakni Raket, Kuta Padang dan Teungoh.

“Kami tidak akan meninggalkan Bulohseuma karena disini kuburan kakek nenek kami,” kata Zainal, pejabat sekretaris Desa Kampung Teungoh.

Saya berkunjung ke Bulohseuma pada 16 Juni 2014 melalui jalan yang baru dibuka pemerintah. Kondisi belum begitu baik. Badan jalan belum padat, banyak lumpur dan air rawa menggenang. Mobil pickup berkali-kali harus didorong karena terjebak dalam tanah gambut lembek. Jarak 16 kilometer  antara Teupin Tinggi-Bulohseuma, harus ditempuh hampir tiga jam.

Hutan rawa gambut di sekitar Bulohseuma kaya keragaman hayati. Memasuki daerah ini, disambut suara kicauan burung, deburan ombak di kejauhan dan desiran angin di sela pohon-pohon bak rubek (pohon tualang). Ini pohon berukuran raksasa tempat unoe itam bersarang. Unoe itam dalam bahasa Aceh berarti lebah madu.

Bak rubek (pohon tualang) tempat unoe itam (lebah) bersarang. Ratusan ton ie unoe (madu) dipanen warga Bulohseuma sebagai manfaat mereka menjaga hutan. Foto: Chik Rini
Bak rubek (pohon tualang) tempat unoe itam (lebah) bersarang. Ratusan ton ie unoe (madu) dipanen warga Bulohseuma sebagai manfaat mereka menjaga hutan. Foto: Chik Rini

Ie unoe hasil alam utama dari Bulohseuma. Setiap musim panen raya Agustus atau September, 600 ton madu hutan alami dipanen masyarakat.  “Ie Unoe menjadi alasan utama kami menjaga hutan. Kami tidak akan merusak alam yang memberi kami kehidupan.”

Selain madu, hutan juga memberikan penghasilan lain seperti lele rawa dan gabus yang bernilai ekonomi tinggi. Untuk membuat lele tetap ada sepanjang tahun, sejak dulu warga Bulohseuma wajib menanam Bak Nga, pohon berakar serabut bisa menjadi tempat ikan bertelur.

“Nenek kami mewajibkan menanam batang rambung (karet), karena untuk bahan bakar lampu.”

Pohon-pohon yang ditanam sejak dulu menjadi bukti kepemilikan hutan adat yang menjadi hak kelola masyarakat Bulohseuma. Meski berada di tempat terpencil, masyarakat Bulohseuma yakin mereka tidak akan kelaparan. Mereka bisa bertahan hidup dengan hasil hutan. Ada durian sepanjang tahun berbuah, ada palem hutan menghasilkan sagu.

Rawa Singkil, masih menyimpan banyak misteri bagi orang Bulohseuma. Tak semua orang di sana bisa menembus daerah paling gelap dan paling bergambut dalam. Hutan sebagian besar tergenang air hitam sepanjang tahun.  “Daerah itu ada dekat Kuala Baru, Aceh Singkil,” ucap Zainal.

Daerah bergambut dalam ini sebagian besar nyaris tak pernah disentuh manusia. Pohon-pohon besar dan pohon palem tumbuh rapat. Misteri Rawa Singkil ada di sebagian besar cerita-cerita menakutkan yang pernah terjadi di Bulohseuma. Banyak ditemukan buaya besar ganas dan ular piton besar.

Di antara banyak hal-hal menakutkan, Rawa Singkil merupakan kawasan padat populasi orangutan. Secara menakjubkan, 46% dari spesies burung di Sumatera ditemukan di sini.  Beberapa jenis burung langka berdiam di kawasan ini dalam jumlah besar seperti bangau stormi (Ciconia stormi), mentok rimba (Cairina scetulata), sejenis elang (Ichthyophaga ichtyaetus)  and the masked finfoot (Heliopais personata).

Rawa Singkil dikenal sebagai “paru-paru” Leuser karena hutan dan gambut mengkonversi karbon dioksida menjadi oksigen untuk pernafasan. Gambut tebal telah menahan berjuta galon air dan menghalangi intrusi air laut masuk ke kawasan itu. Orang-orang di sekitar rawapun bisa mendapatkan air tawar untuk diminum.

Namun, Singkil kini terancam pembukaan perkebunan sawit. Di Bulohseuma, di sepanjang jalan baru dibuka pemerintah, sejumlah warga menebangi hutan dan menanam dengan sawit.

Zainal mengakui, madu mulai berkurang dari tahun ke tahun. Bahkan ada Bak Rubek tak mau lagi didatangi lebah untuk bersarang. “Hutan mulai ada yang rusak. Itu berpengaruh dengan ie unoe yang mulai berkurang.”

Untuk menyelamatkan madu, masyarakat Bulohseuma meperkuat penerapan hukum adat dalam melindungi hutan tempat Bak Rubek hidup. Masyarakat dilarang membuka hutan dan menebang pohon dalam radius dua kilometer dari Bak Rubek. “Yang melanggar dikenai sanksi adat yakni membuat satu hidangan nasi pulut bersama satu kambing dan bumbu. Lalu membuat peusijuk (kenduri adat),” kata Mansurdin, tokoh masyarakat Bulohseuma.

Dengan cara ini, warga Bulohseuma berharap mereka masih dapat menikmati panen madu yang menjadi sumber utama penghasilan hidup.

Air rawa berwarna hitam pekat menggenangi hutan Rawa Singkil di dekat Bulohseuma. Foto: Chik Rini
Air rawa berwarna hitam pekat menggenangi hutan Rawa Singkil di dekat Bulohseuma. Foto: Chik Rini
Sebuah mobil angkutan umum melintasi genangan air rawa di jalan menuju ke Bulohseuma, Aceh Selatan. Jalan yang menembus hutan Suaka Margasatwa Rawa Singkil ini dibuka untuk membuka keterisoliran warga Bulohseuma selama bertahun-tahun. Foto: Chik Rini
Sebuah mobil angkutan umum melintasi genangan air rawa di jalan menuju ke Bulohseuma, Aceh Selatan. Jalan yang menembus hutan Suaka Margasatwa Rawa Singkil ini dibuka untuk membuka keterisoliran warga Bulohseuma selama bertahun-tahun. Foto: Chik Rini
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,