,

Penelitian: Pemahaman Lintasan Arus Laut di Indonesia Ungkap Fenomena Iklim Dunia

Hasil penelitian yang dirilis dalam jurnal online Nature Geoscience (22/06/2014) menunjukkan bahwa pemahaman tentang lorong lintasan arus laut di Indonesia akan dapat membantu para peneliti untuk membuat prakiraan tentang dampak global perubahan iklim yang terjadi.  Para peneliti menyimpulkan bahwa sebagai satu-satunya kawasan tropika yang menghubungkan antara dua samudera besar, maka dampak yang perubahan iklim di Indonesia akan berpengaruh jauh di batas teritorinya, yaitu dari terjadinya monsoon di India hingga munculnya fenomena El Nino di California.

Para peneliti meyakini bahwa lorong lintasan arus yang melintasi berbagai selat dan laut diantara kepulauan nusantara diyakini telah berubah sejak akhir akhir tahun 2000-an akibat dampak dari La Nina.  Akibatnya, hal ini berpengaruh terhadap perubahan arus samudera yang berada di dua sisi samudera yang lain, yaitu lautan Hindia dan Pasifik.

Janet Sprintall, pimpinan penelitian ini, yang berasal dari Scripps Institution of Oceanography San Diego menyebutkan bahwa perubahan iklim yang membawa banyaknya air hangat yang melintasi laut di Indonesia akan membawa konsekuensi terhadap naiknya permukaan temperatur air yang membawa perubahan dari pola musim hujan di seluruh Asia.

“Sekarang kita dapat memahami lebih baik bagaimana lorong lintasan arus di Indonesia merespon kepada efek El Nino dan La Nina yang berubah.  Kita pun dapat mulai memahami bagaimana lintasan arus merespon sistem angin yang berubah akibat perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia,” papar Sprintall yang telah lebih dari satu dekade mempelajari lintasan arus laut di Indonesia.

“Keterhubungan antara Samudera Pasifik dan Hindia melalui laut-laut di nusantara Indonesia merupakan suatu sirkulasi yang rumit, dipengaruhi variasi iklim dan keterhubungan antara atmosfer dan laut yang sangat sensitif,” papar Eric Lindstrom salah satu anggota tim yang berasal dari Global Ocean Observing System NASA.

“Lautan di Indonesia bagi kami merupakan tempat terbaik untuk melakukan pengamatan secara berkelanjutan untuk memantau situasi dan potensi perubahan di seluruh samudera dunia akibat dampak perubahan iklim.”

Dalam karya sebelumnya yang diterbitkan lebih dari satu dekade sebelumnya, Sprintall dan para rekan kerjanya telah berhasil merevisi pemikiran lama yang menyatakan bahwa lorong lintasan arus hanya terjadi di permukaan di mana angin dan gelombang berinteraksi.

Mereka membuktikan bahwa aliran bahkan terjadi hingga 100 meter di bawah permukaan laut ditandai dorongan aliran vertikal air yang kuat.  Model simulasi komputer menunjukkan bahwa tanpa aliran ini, Samudera Hindia umumnya akan lebih dingin di permukaan serta Samudera Pasifik tidak akan mampu untuk mengirimkan air hangat secara efisien.

Skenario yang dihasilkan komputer pun telah membantu para peneliti memperkirakan apa yang bisa terjadi sebagai akibat dari perubahan iklim. Sejak pertengahan abad kedua puluh, para ilmuwan telah memperhatikan bahwa angin pasat di Samudera Pasifik melemah. Air pasat ini sendiri membantu mendorong air di Samudera Pasifik menuju arus lintasan nusantara yang pada akhirnya ke Samudera Hindia. Para peneliti memprediksi akan terjadi perlambatan dari sirkulasi termohalin global.

Termohalin sendiri merupakan arus laut yang diakibatkan oleh adanya perbedaan suhu atau salinitas (kadar garam) air laut di suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Perbedaan tersebut menyebabkan  perubahan densitas (kerapatan) massa air laut sehingga menimbulkan pergerakan samudera.

Sumber: IRI_ENSO
Dampak El Nino dan Curah Hujan. Klik untuk memperbesar. Sumber: IRI_ENSO

Para peneliti menemukan bahwa terdapat korelasi antara fenomena El Nino yang kuat pada akhir 1990-an yang perlahan-lahan menyerah pada kondisi La Nina di pertengahan dekade berikutnya, dengan lorong lintasan arus laut. Arus kuat menjadi semakin dangkal dan cepat secara khusus terjadi di Selat Makassar yang membentang diantara pulau Kalimantan dan Sulawesi.

La Nina dan El Nino sendiri sebenarnya merupakan kondisi abnormal iklim yang terjadi di Samudera Pasifik di dekat daerah ekuatorial.  Kedua gejala alam ini memiliki kondisi anomali yang berbeda, dimana El Nino dicirikan dengan naiknya suhu permukaan laut di Samudera Pasifik. Air hangat di Pasifik barat dekat Indonesia biasanya dikaitkan dengan La Nina dan air hangat di bagian timur ekuator Pasifik dengan El Nino.

Para peneliti mengatakan penelitian ini diharapkan mampu memberikan pertimbangan penting untuk memandu upaya konservasi laut yang sedang berlangsung di Indonesia dan negara-negara tetangganya. Sifat lorong lintasan arus laut memiliki pengaruh langsung terhadap jumlah nutrisi terkirim oleh arus laut ke organisme laut di wilayah tersebut.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,