Kondisi lingkungan di Indonesia dalam bahaya. Begitulah hasil survei Walhi mengenai “Status Lingkungan Hidup Indonesia dalam Opini Publik,” yang dirilis Senin (23/6/14). Dari riset itu, masyarakat menilai kondisi air, sungai, sampai udara di daerah-daerah mereka sudah mengkhawatirkan. Sementara, penanganan dan penegakan hukum bagi perusak lingkungan oleh pemerintah beserta aparat dinilai minim. (lihat grafis).
Abdul Wahid Situmorang peneliti dari Walhi Institut mengatakan, penelitian dilakukan pada lima wilayah yakni, Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Banjarmasin dan Kendari pada Januari 2014 dengan mengambil 1.920 responden. Status kondisi lingkungan hidup dinilai lewat survei opini ada empat aspek. Yakni, kondisi fisik lingkungan hidup dan penanganan, kapasitas kelembagaan pemerintah, kepemimpinan negara dan partisipasi masyarakat.
Dari hasil riset, katanya, masyarakat menyatakan kondisi air tanah di daerah-daerah itu, meskipun masih relatif baik, tetapi sudah berbau, keruh dan kotor, cukup tinggi. Bahkan, di Banjarmasin, mayoritas responden menyatakan, air tanah sudah berbau, keruh dan kotor.
Begitu juga udara, masyarakat menilai sebagian besar dalam kondisi buruk atau sangat buruk. Penyebabnya, ada kendaraan bermotor, pabrik maupun kebakaran hutan dan lahan.
Meskipun kondisi lingkungan parah, namun masyarakat melihat kapasitas kelembagaan negara dalam menangani lingkungan hidup sangat rendah. Hal ini, terlihat dari pandangan masyarakat, bahwa tak ada prestasi luar biasa dalam pemulihan lingkungan maupun dalam menyeret para pelaku perusak lingkungan.
Wahid mengatakan, lingkungan hidup buruk tak terlepas dari kepemimpinan yang lemah dalam mendorong isu-isu lingkungan. Keadaan ini, juga memperlihatkan, rekrutmen dan kaderisasi partai politik ketika mengajukan kader-kader terbaik menjadi walikota, gubernur atau presiden tak memperhatikan isu lingkungan.
Riset itu juga menunjukkan, keinginan publik berpatisipasi dalam perbaikan lingkungan hidup cukup tinggi. “Mereka punya kesadaran, penanganan lingkungan hidup bukan hanya tanggungjawan pemerintah. Sayangnya, saluran mereka untuk terlibat terbatas. Pemerintah dan organisasi lingkungan hidup belum maksimal melibatkan peran masyarakat.”
Untuk itu, Walhi memberikan beberapa rekomendasi, antara lain, penanganan masalah lingkungan hidup harus menjadi prioritas utama termasuk penegakan hukum. Lalu, kelembagaan negara harus diperkuat dan peran serta masyarakat ditingkatkan. “Pencegahan kerusakan lingkungan penting lewat perubahan paradigma, tetapi penegakan hukum diperlukan hingga memberikan efek jera.” Selain itu, peran partai politik juga penting dengan kadersasi pemimpin pro lingkungan hidup. Warga negara, katanya, juga memiliki kewajiban memilih pemimpin pro lingkungan hidup bukan pro eksplotasi kekayaan alam.
Abetnego Tarigan, direktur eksekutif Walhi Nasional mengatakan, keinginan masyarakat berperan dalam upaya perbaikan lingkungan hidup cukup tinggi, merupakan sinyal bagus. “Ini peluang bagi organisasi lingkungan hidup untuk edukasi publik agar mereka bisa ikut serta,” katanya.
Saat ini, masyarakat lebih memilih beradaptasi dengan masalah lingkungan. “Belum aksi buat ikut perbaiki. Masyarakat belum mampu beri sanki politik pada politikus yang tak pro lingkungan.”
Abetnego mencontohkan, di Bali Selatan, ada pabrik tekstil tanpa Amdal hingga warga sekitar mengalami banjir. Warga tak peduli, kala anggota dewan dari daerah ini tak menjadikan masalah warga isu penting. “Mereka belum lihat anggota dewan sebagai sarana buat bantu warga bawa isu ini. Jika mereka sadar kan bisa jadi alat, kalau tak bawa isu ini maka tak akan dipilih lagi.”
Kala warga memahami, cara ini tentu bisa dipakai juga dalam pemilihan sosok bupati, walikota, gubernur sampai presiden. “Ini bisa jadi sanksi politik sebenarnya, dengan pakai perspektif lingkungan baik yang alami sendiri maupun melihat kasus lingkungan di wilayah lain.” “Ini yang coba kami dorong. Masyarakat mampu beri sanski politik.”
Deni Bram, pakar hukum lingkungan hidup mengatakan, dalam melibatkan partisipasi aktif masyarakat, organisasi lingkungan bisa mendorong peningkatan kesadaran masyarakat, misal, dengan memberikan contoh-contoh kondisi faktual kondisi lingkungan makin hancur. Organisasi lingkungan juga bisa memberikan solusi, misal memperkenalkan bank sampah. “Ini akan jauh lebih efektif. Kita tahu masyarakat suka insentif, jadi bisa diberi pinjaman uang bikin bank sampah,” ujar dia.
Terpenting juga, katanya, pemerintah harus membuat peraturan yang bertanggung jawab terhadap lingkungan bukan hanya mengakomodir kepentingan-kepentingan pengusaha. “Ini fatal.”