,

Pestisida Kimiawi Berlebihan, Hama Penggerek Batang Malah Berkembang

Minggu siang (22/6/14), cuaca di Desa Matunru-tunrue, Kecamatan Cempa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, cukup cerah. Sebagian besar warga ke sawah. Ada juga di kebun. Di desa ini , Anas Tika, tinggal.  Dia yang dikenal sebagai profesor tikus berkat inovasi penanganan hama tikus.

Kini, dia mempelajari pola serangan hama penggerek batang. Ke sawah, Anas bukan membawa cangkul ataupun sabit, malah menenteng buku catatan kecil lusuh dan pensil. Dia baru mencatat perilaku hama penggerek batang, yang beberapa tahun terakhir meresahkan petani disana.

Meskipun baru beberapa bulan meneliti mandiri, menjadikan sawah sebagai laboratorium pembelajaran hama, namun Anas sudah menyimpulkan beberapa hal. Dari hasil pengamatan dan perhitungan intensitas serangan hama ini, dia menemukan serangan telah menurunkan produktivitas petani hingga 60 persen, bahkan lebih besar.

Dia menemukan, salah satu penyebab mengerem laju serangan hama justru penggunaan pestisida kimiawi berlebihan, melebihi takaran.“Ada pemikiran sebagian petani, makin banyak pestisida makin efektif. Itu malah makin memperparah serangan. Hama makin kebal, juga membunuh predator yang selama ini menjadi musuh alami penggerek batang. Secara ekonomi dan ekologi jelas-jelas merugikan,” katanya.

Tidak hanya takaran pestisida juga pemilihan waktu pemakaian.“Ada saatnya penggunaan pestisida diperlukan dalam memerangi hama, ada juga saat hama sebaiknya dibiarkan.”

Pemilihan waktu tepat penggunaan pestisida, katanya sangat penting. Sebab, jika salah menentukan waktu justru hanya makin memicu intensitas serangan hama. “Ini tidak diketahui secara luas oleh petani.”

Menurut Anas, jika salah memilih waktu penyemprotan justru membunuh predator atau musuh alami hama. “Jangan sampai yang dibunuh habis malah musuh alami, hama akan makin berkembang.”

Dia mencontohkan, semut yang mampu mencegah pertumbuhan hama, karena semut-semut inilah yang akan memakan hama penggerek batang ketika masih berbentuk telur.

Salah satu inovasi Anas   melalui penggunaan musuh alami dalam menanggulangi hama. Untuk menghadapi hama tikus misal, dia memelihara puluhan kucing di sawah. Dia bahkan membuatan rumah khusus untuk kucing-kucing  itu. Foto: Wahyu Chandra
Salah satu inovasi Anas melalui penggunaan musuh alami dalam menanggulangi hama. Untuk menghadapi hama tikus misal, dia memelihara puluhan kucing di sawah. Dia bahkan membuatan rumah khusus untuk kucing-kucing itu. Foto: Wahyu Chandra

Penggerek batang adalah hama ulat dalam batang padi. Ia menjadi ngengat berwarna kuning atau coklat. Massa telur penggerek batang kuning berbentuk cakram dan ditutupi bulu-bulu berwarna coklat terang dari abdomen betina. Setiap massa telur mengandung sekitar 100 telur.

Di Indonesia, serangan penggerek batang terluas setelah tikus. Dalam 10 tahun terakhir serangan hama ini diperkirakan mencapai 85.000 hektar sawah di seluruh Indonesia dengan serangan 0,5-90 persen.

“Serangan bisa terjadi sejak persemaian sampai pertumbuhan dan perkembangan.”

Di Indonesia, dikenal enam jenis penggerek batang padi, yaitu penggerek batang padi kuning (Scirpophaga incertulas Walker (Pyralidae)), penggerek batang padi putih (S. innotata Walker (Pyralidae)), dan penggerek batang padi merah jambu (Sesamia inferens Walker (Noctuidae). Lalu, penggerek batang padi bergaris (Chilo suppressalis Walker (Pyralidae)), penggerek padi berkepala hitam (C. polychrysus Meyrick (Pyralidae)) dan penggerek padi berkilat (C. auricilius Dudgeon (Pyralidae)).

Khusus di Sulsel, didominasi penggerek batang putih. Pada daerah tanaman padi lebih dari sekali setahun, hama ini makin besar karena periode persediaan makanan cukup panjang.

Anas mengatakan, ketergantungan petani pada pestisida kimiawi sangat besar karena bujuk rayu produsen. Sedang penyuluh pertanian sangat jarang hingga petani tak memiliki sumber informasi jelas.

Anas kini aktif mempromosikan pengurangan pestisida kimiawi dan beralih ke pertanian organik. Melalui kelompok tani yang dipimpin, dia banyak mengorganisir petani-petani lain mengenali masalah-masalah yang dihadapi.

Dia menyarankan petani, hanya menggunakan pestisida jika benar-benar dibutuhkan. “Yang terjadi malah petani entah dapat ide darimana mencampur-campur pestisida tanpa mengetahui jenis bahan aktif dan kegunaan,” katanya.

Dia juga mengkritik peredaran pestisida di pasaran yang makin tidak terkendali. Beberapa pestisida bahkan tidak mendapat rekomendasi dari Kementerian Pertanian namun dipakai luas.“Pemerintah seharusnya mengawasi pestisida di petani. Banyak beredar justru tidak direkomendasikan karena sifatnya merusak.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,