Tambang Emas Rakyat di Mandailing Natal Telan Korban

Di tambang rakyat Mandailing Natal ini, dari catatan tim SAR, sejak 2013 hingga Juni 2014, sudah 113 penambang tewas, 98 orang tak ditemukan.

Meski Dinas Pertambangan dan Energi Pemerintah Mandailing Natal (Madina) sudah melarang masyarakat menggali tambang emas, namun masih terus dilakukan. Mereka beraktivitas menggunakan peralatan dan pengamanan sangat minim.  Tak pelak, Kamis (26/6/14), lima remaja tewas tertimbun di lubang tambang di tepian Sungai Batang Natal, Simarombun, Desa Simpang Gambir, Kecamatan Lingga Bayu, Madina.

Menurut sejumlah saksi mata kepada Mongabay, kelima korban, kehabisan oksigen karena berada di lubang dengan kedalaman sekitar tujuh meter. Ketika di dalam, air sungai meluap, langsung menimbun kelima remaja ini.

“Mereka gak bawa tabung oksigen. Ditambah air sungai meluap,” kata Rahmad Dalimunthe, sahabat penambang, Minggu (29/6/14).

Rizfan Zuliardi, kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Madina, membenarkan kejadian ini. Kala mengevakuasi kelima korban menggunakan peralatan tim SAR seperti tali, alat penggali, dan tandu. Awalnya sempat kendala, karena air sungai meluap dan menutupi area evakuasi. Tim SAR gabungan BPBD dan kepolisian dibantu masyarakat, menggunakan mesin penghisap air.

Ketika air sudah surut, barulah masuk membawa perlengkapan termasuk tabung oksigen. Satu jam lebih di dalam lokasi, satu persatu berhasil dievakuasi. Sayangnya, nyawa mereka tidak tertolong.

“Saat mendapat informasi kita langsung meluncur. Kelima remaja ini sudah tak bernyawa,” kata Rizfan. Kelima korban langsung dibawa ke Rumah Sakit Umum Panyabungan, Madina.

AKBP Mardiaz Kusin Dwihananto, Kapolres Madina, mengatakan, penyidikan awal diketahui kelima remaja ini tewas ke lubang tambang emas yang tanah tidak kokoh dan mudah longsor.

Mereka yang menambang ada sembilan orang. Empat orang di atas, lima sudah di dinding lubang. Ketika tanah di bibir lubang longsor, kelima korban langsung terperosok kedalam, sedangkan empat orang lain berhasil menyelamatkan diri.

Mereka yang meninggal dunia Khoir (18), Rahmat (18), Ardi Nasution (16) Gunawan Rangkuty (18), dan Mastap (18). Sedangkan korban berhasil menyelamatkan diri, Udin Nasution (23), Kholid (25) Hera Susanto Lubis (23) dan Dedi (18).

AKP Wira, kepala Satuan (Kasat) Reskrim Polres Madina, menjelaskan, penyelidikan sementara diketahui, tambang emas itu milik warga Simpang Gambir, Asdan. Tanah milik Rizal menyewakan pada Asdan.

Selama beberapa tahun terakhir, Asdan menggaji warga dari pemuda desa maupun Jawa, untuk menambang. Belakangan lubang pendompeng tidak lagi dipergunakan. Untuk mencari sisa emas, sembilan remaja ini mencoba keberuntungan.

Menurut dia, sudah 12 orang dimintai keterangan.“Si Asdan dan Rizal juga kita periksa. Semua masih saksi. ”

Ternyata kejadian ini bukan kali pertama. Data tim SAR, sejak 2013 hingga Juni 2014, setidaknya ada 113 penambang tewas. Mereka tewas rata-rata tertimbun lubang ketika menambang dengan peralatan tidak memadai.

Raja Halomoan, tim SAR mengatakan, ada 98 penambang di luar 113, sampai saat ini tidak ditemukan karena tertimbun di dalam lubang tambang galian emas rata-rata sedalam 140 meter. Terparah 5 Februari 2013,  sedikitnya 50 orang tertimbun di dalam lubang galian tambang emas dan dinyatakan tewas. Lokasi di Desa Hutabargot, Kecamatan Hujalu, Madina. Para korban tewas dari tiga desa, yaitu dari Sigalapang, Panyabungan, dan Sibagunung.

“Sudah dilarang tetapi masih saja dilakukan. Tofografi dan kontur tanah di penambangan emas sangat rawan longsor. Mereka mengabaikan larangan. Penambangan ini sudah ada sejak 10 tahun lalu. ”

Cukong Pekerjakan Anak

Rusman Siregar, ketua Kelompok Pemuda Adat Borotan, Madina, mengatakan, berdasarkan penelusuran mereka sejak 2013 hingga akhir Mei 2014, para cukong, selalu menggunakan anak bawah umur untuk menambang emas.

Lokasi terbesar penambangan tradisional menggunakan tenaga kerja anak-anak, di Desa Simpang Gambir, Kecamatan Lingga Bayu, dan Desa Hutabargot, Kecamatan Hujalu, Madina.

Mereka sempat protes kepada pemodal, juga warga Madina. Namun protes diabaikan. Mereka juga menyampaikan kepada pemerintah. Lagi-lagi, hanya ada janji.

“Ketika kami aksi, pemodal menggunakan jasa preman membantai kami. Pejabat daerah hanya diam, karena kami duga sudah mendapat setoran. Itulah yang terjadi di kabupaten ini, ” kata Rusman.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,