Serbuan Monster Pencari Tas Kresek Di Mall Surabaya

Pengunjung salah satu mall di Surabaya dibuat kaget dengan keberadaan monster tas kresek, yang menghampiri dan meminta kantong plastik atau tas kresek yang digunakan pengunjung untuk membawa barang belanjaannya. Monster itu kemudian memberikan brosur serta memberi himbauan agar para pengunjung mau mengurangi pemakaian tas kresek seminim mungkin dalam kehidupan sehari-hari.

Aksi ini dilakukan oleh aktivis dari Komunitas Nol Sampah, untuk memperingati Hari Bebas Kantong Plastik Sedunia setiap 3 Juli. Aktivis Komunitas Nol Sampah, Hanny Ismail mengatakan, keberadaan monster tas kresek bertujuan untuk menarik perhatian para pengunjung mall sehingga dapat dicapai target memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya mengurangi pemakaian kantong plastik atau tas kresek.

“Melalui Monster itu  kami ingin mengajak masyarakat menyadari bahwa untuk satu orang rata-rata menggunakan 700 kantong plastik dalam setahun. Coba dikalikan dengan jumlah penduduk di Surabaya saja, berapa banyak sampah plastik yang dihasilkan. itu monster yang ingin kami tunjukkan kepada masyarakat,” terang Hanny, ditemui di Royal Plaza Surabaya, Kamis (3/7) sore bersama sekitar 10 aktivis lainnya.

Kegiatan yang dinamai juga sebagai “rampok” tas kresek ini diharapkan terus menjadi pengingat dan menyadarkan masyarakat akan bahaya penggunaan kantong plastik dalam kehidupan.

“Kami mengajak masyarakat minimal mau mengurangi penggunaan tas kresek, baik saat berbelanja maupun membawa barang-barang pribadi. Kami menyiapkan tas kain yang bisa dipakai berulang kali, untuk ditukar dengan kantong plastik yang dibawa pengunjung,” lanjutnya.

Masyarakat Surabaya serta kota-kota besar lainnya ternyata masih sangat tergantung dengan keberadaan kantong plastik atau tas kresek, selain juga disebabkan belum banyaknya pusat-pusat perbelanjaan yang menyediakan tas kain untuk pembeli atau konsumen. Diutarakan oleh Krista, salah seorang warga Surabaya, meski dirinya memahami dampak negatif pemakaian tas kresek atau kantong plastik, dirinya selalu mendapatkan kantong pastik setiap berbelanja di mall maupu pasar tradisional.

“Kalau saya tidak selalu pakai plastik sih, kadang juga pakai tas-tas kain yang bisa dipakai berulang kali. Tapi seringkali kalau misalnya belanja, bungkusnya pasti pakai plastik, bergitu juga kalau beli makanan bungkusnya juga dari plastik,” ujar Krista.

Pemakaian tas kresek menurut aktivis Komunitas Nol Sampah, Hermawan Some, diprediksi masih terus meningkat seiring kemajuan dan perkembangan suatu masyarakat dengan budaya instan. Pemakaian tas kresek atau kantong plastik di Indonesia, khususnya di Surabaya tergolong masih cukup tinggi yang diprediksi mencapai 2,1 milyar kantong plastik atau tas kresek, yang dihasilkan dari sekitar 3 juta penduduk Surabaya selama satu tahun.

Aktivis Komunitas Nol Sampah dalam sebuah aksi sosialisasi diet kantong plastik di sebuah mall di Surabaya. Foto : Petrus Riski
Aktivis Komunitas Nol Sampah dalam sebuah aksi sosialisasi diet kantong plastik di sebuah mall di Surabaya. Foto : Petrus Riski

Hermawan mendesak perlunya kebijakan pemerintah kota, yang sungguh-sungguh mampu mempengaruhi kebiasaan pengunaan kantong plastik warganya secara berlebihan menjadi lebih hemat.

“Kami ingin dan berharap sebenarnya ada pendekatan dengan Pemerintah Kota, dimana Pemerintah Kota kemudian membuat aturan. Selama ini kan memang sudah ada surat edaran dari Walikota Surabaya di mall-mall di seluruh Surabaya untuk membatasi pemakaian kantong plastik. Kami berharap mungkin ada kejutan baru, misalnya membuat hari tanpa kantong plastik di Surabaya,” ujar aktivis yang biasa dipanggil Wawan Some.

Wawan berharap ada hari-hari khusus yang ditetapkan sebagai hari tanpa tas kresek atau kantong plastik, sehingga dapat memeberikan dampak yang lebih positif bagi lingkungan.

“Sehari dalam sebulan, atau beberapa hari dalam setahun kan lumayan, karena kalau hitungan kita satu orang menghasilkan 2 kantong plastik sehari, kemudian 3 juta orang di Surabaya tidak menghasilkan kantong plastik, kan berarti ada 6 juta kantong lastik yang tidak kita buang,” lanjutnya.

Dipilihnya mall atau pusat perbelanjaan modern sebagai salah satu sasaran sosialisasi diet tas kresek atau kantong plastik, didasari data yang menyebutkan mall sebagai salah satu penyumbang sampah plastik terbesar, karena setiap konsumen yang berbelanja selalu diberikan kantong plastik untuk wadah barang belanjaan.

Bahaya sampah plastik tidak hanya dapat menimbulkan sampah yang sulit terurai, melainkan juga dapat merusak ekosistem lingkungan serta mengganggu perkembangan makhluk hidup didalamnya.

“Hanya dibawah 10 persen sampah plastik itu bisa didaur ulang, sisanya masuk ke TPA (tempat pembuangan akhir), sungai, laut dan membunuh jutaan hewan, juga membunuh mangrove di pantai timur Surabaya. Sedangkan kalau di TPA butuh ratusan tahun untuk sampah plastik bisa terurai,” papar Wawan.

Dia mencontohkan keberhasilan China dalam menekan pertumbuhan sampah plastik melalui peraturan yang melarang pemakaian kantong plastik selama empat tahun terakhir. Dari pelarangan itu China disebutkan mampu menghemat sekitar 4,8 juta barel minyak yang digunakan untuk produksi kantong plastik.

“Kalau di China menurun, di sini justru meningkat. Sebelum tahun 1988 penelitian ITS menyebutkan bahwa sampah plastik di Surabaya hanya sekitar 5 persen, sedangkan pada 2012 sudah lebih dari 12 persen sampah plastik dari 10.000 meter kubik, dan trennya naik. Ini karena belum ada kesadaran bahwa sampah plastik adalah bom waktu,” tuturnya.

Kota Surabaya dengan citranya yang baik tentang kebersihan sehingga mampu menyabet penghargaan Adipura Kencana 3 kali berturut-turut, menurut Wawan diharapkan berani membuat gebrakan positif dalam hal pengendalian sampah plastik. Peraturan Daerah khusus mengenai sampah plastik harus dibuat, atau minimal Peraturan Walikota yang membatasi pemakaian tas kresek oleh industri maupun perdagangan.

Pengunjung mall yang telah menukar tas kresek dengan tas kain sebagai bagian sosialisasi diet kantong plastik oleh Komunitas Nol Sampah di sebuah mall di Surabaya. Foto : Petrus Riski
Pengunjung mall yang telah menukar tas kresek dengan tas kain sebagai bagian sosialisasi diet kantong plastik oleh Komunitas Nol Sampah di sebuah mall di Surabaya. Foto : Petrus Riski

“Surabaya belum ada peraturan khusus termasuk Perda, dan selama ini masih sebatas himbauan agar di tempat-tempat khusus seperti sekolah, kampung dan fasilitas umum lainnya membatasi penggunaan tas kresek. Negara lain seperti Amerika Serikat sudah menerapkan denda, pajak, dan lain-lain bagi pelanggar. Nah, Surabaya juga jangan mau kalah, apalagi dengan Bandung yang sudah membuat Perda,” imbuhnya.

Hingga kini Komunitas Nol Sampah terus berupaya menggolkan adanya Perda khusus mengenai sampah plastik ke DPRD Kota Surabaya maupun ke Pemerintah Kota.

“Kita sedang menginisiasi usulan agar dewan mau memasukkan usulan kami mengenai pengeloaan sampah plastik di Surabaya,” pungkas Wawan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,