Masa kampanye pemilihan presiden masih berlangsung sampai hari ini. Dua pasang capres-cawapres masih sibuk melakukan kampanye untuk menarik dukungan pada 9 Juli 2014 nanti.
Berbagai hal telah diungkapkan dan dijanjikan oleh dua pasang capres tersebut, mulai dari permasalahan politik, ekonomi dan lain sebagainya. Dan permasalahan lingkungan hidup, juga menjadi salah satu hal yang disoroti oleh berbagai pihak.
Akan tetapi, visi misi dua pasang capres yang terungkapkan untuk permasalahan lingkungan hidup, terlihat tidak menyakinkan. Hal tersebut terlihat dalam acara diskusi lingkungan dengan tempa “Pasca Pilpres 2014 : Masa Depan Lingkungan Hidup Indonesia” yang digelar Komunitas Wartawan Lingkungan Indonesia (SIEJ) di Cafe Resto, Kompleks Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis kemarin (03/07/2014).
Pasangan capres-cawapres Prabowo-Hatta memang mengakui bahwa pembangunan saat ini berorientasi pertumbuhan ekonomi, yang cenderung eksploitatif dan mengabaikan kaidah kelestarian, konservasi dan keberlanjutan.
“Konsekuensi yang ditimbulkan adalah dampak negatif yang berupa degradasi kualitas sumber daya alam serta pencemaran lingkungan hidup,” kata Anggota Tim Kampanye Nasional Prabowo-Hatta, Syamsul Bahri.
Sedangkan Anggota Tim Sukses Jokowi – Jusuf Kalla, Wahyu Widodo mengatakan apabila Jokowi terpilih menjadi presiden, bakal mendengarkan aspirasi dari aktivis lingkungan. Dia mencontohkan permasalahan pencemaran lingkungan, maka akan memperkuat audit lingkungan, dan akan merombak peraturan yang ada bila diperlukan.
Ketika ditanya mengenai tiga isu utama lingkungan, yaitu mengenai energi, hutan dan perubahan iklim, dua anggota tim sukses ini juga tidak memberikan jawaban yang meyakinkan dan memuaskan.
Syamsul Bahri mengatakan Prabowo-Hatta akan mengusahakan luas hutan sebesar 30 persen disetiap propinsi. “Kalau mungkin kita turunkan (30 persen luas hutan) sampai ke tiap kecamatan,” katanya.
Sedangkan untuk isu energi, penggunaan energi terbarukan akan digenjot melalui produksi energi yang berasal dari nabati dan juga peningkatakan konsumsi energi dari gas. Sementara untuk isu perubahan iklim, Prabowo-Hatta bakal meningkatkan komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca dari janji pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sebesar 26 persen atau 41 persen dengan bantuan internasional pada 2020.
Sedangkan Wahyu Widodo mengatakan Jokowi-Jusuf Kalla juga bakal menggalakkan penggunaan gas untuk konsumsi energi yang ramah lingkungan. Produksi bahan bakar dari nabati seperti biofuel juga akan digalakkan, selain dari alga laut.
Untuk isu hutan, penegakan hukum menjadi hal yang diutamakan dalam menjaga hutan di Indonesia, yang bisa dilakukan dengan membentuk ekstra badan penegakan hukum.
Sedangkan untuk isu perubahan iklim, Jokowi-Jusuf Kalla bakal meratifikasi keputusan-keputusan badan dunia untuk perubahan ikim (UNFCCC) mengenai penanganan perubahan iklim, dengan disesuaikan untuk kepentingan Indonesia.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Greenpeace Indonesia, Longgena Ginting menyatakan dirinya merasa senang dengan visi misi dua pasang capres yang telah secara eksplisit mengusung isu lingkungan hidup, dibandingkan pasangan capres pada pemilihan presiden tahun 2009.
“Bahkan debat capres putaran terakhir akan mengusung permasalahan energi dan lingkungan hidup. Ini menunjukkan isu lingkungan hidup sudah semakin penting,” katanya.
Presiden terpilih mendatang, lanjutanya, harus menempatkan lingkungan hidup sebagai isu utama pembangunan, karena meliha kondisi kerusakan dan dampak kerusakan yang terjadi. “
Melihat tingkat kerusakan dan luasnya dampak kerusakan lingkungan, kita sudah pada tahap krisis ekologi. Bencana yang terjadi saat ini, sudah karena akibat-akibat ekologis,” katanya.
Longgena menanggapi pernyataan Prabowo yang akan memanfaatkan 77 juta hektar hutan menjadi lahan produktif. “Kita hargai restorasi hutan rusak. Tetapi yang paling penting adalah bagaimana menjaga hutan yang masih ada, khususnya lahan gambut. Tidak ada kompromi untuk itu,” tambahnya.