,

Mengupas Visi Misi Tambang-Energi Dua Capres, Inilah Pandangan Jatam

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai visi misi kedua capres-cawapres, soal tambang dan energi masih melanjutkan program sebelumnya, hanya diganti bahasa lain. Dari segi tata kelola, masih mengikuti kebijakan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, cenderung menekankan eksploitasi sumber daya alam yang bersifat ekstraktif.

“Kami melihat dari visi-misi kedua capres-cawapres, masih melanjutkan kebijakan 10 tahun pemerintahan SBY. Ini hanya akan menimbulkan krisis panjang, Negara jatuh dalam kubangan hingga sulit bangkit,” kata Hendrik Siregar, koordinator Jatam, dalam diskusi di Jakarta, Jumat (4/7/14).

Dia mengatakan, kedua pasangan hanya menjadikan sektor tambang dan energi sebagai komoditas bisnis. Dikeruk dalam skala besar hanya memenuhi permintaan pasar dan masih bertumpu pada kontrak pengelolaan tambang dan migas jangka panjang. Hingga sulit mencari sumber energi murah bagi masyarakat.

“Kenaikan harga BBM, tarif dasar listrik menjadikan posisi pemerintah tak berdaya. SDA terus dijual tanpa memperhatikan kondisi lingkungan sekitar. Kini makin rusak.”

Kebocoran pengelolaan SDA oleh asing, katanya, dimainkan oleh capres. Padahal, sebenarnya tak ada beda antara pengelolaan asing, swasta atau pun BUMN. Semua, katanya,  sama-sama merusak lingkungan. Keduanya mengandalkan tambang dan migas sebagai tumpuan untuk mendatangkan devisa negara. Meski secara ideologis menekankan perlu kembali pada pasal 33 UUD 1945 serta merevisi UU migas.

“Baik investor asing atau nasional, sama-sama dibiarkan mengeruk dan menjual tambang migas ke luar negeri. Mengejar prestise sebagai negara penghasil dan penjual terbesar di dunia. Juga tidak malu harus impor guna menutup kekurangan yang banyak untuk kebutuhan dalam negeri. Kegilaan ekspor ini berujung pada minimnya ketersediaan sumber energi primer maupun sekunder.”

Dia mengkritisi beberapa poin dalam visi-misi capres-cawapres. Diantaranya kebijakan hilirisasi dengan pembangunan smelter. Satu sisi meningkatkan nilai tambah komoditas pertambangan, tetapi tidak mampu menekan eksploitasi di berbagai wilayah. “Juga tidak menjamin pemulihan ruang hidup dan keselamatan warga.”

Begitupun dalam renegosiasi kontrak pengelolaan tambang dan migas. Keduanya memperlihatkan ketidaktegasan.

Jokowi-JK berkomitmen memperbanyak pertambangan rakyat, meningkatkan pengusaha tambang nasional. Kondisi ini akan meningkatkan eksploitasi tambang dan migas dan menggusur lahan produktif untuk pertanian.

“Saya pesimis jika ada perubahan.”

Dalam konteks MP3EI misal. Capres-cawapres nomor urut satu, jelas dan gamblang mendukung kebijakan itu. Nomor urut dua, bahasa diperhalus dengan mendukung pembangunan infrastruktur seperti perluasan jalan.

Kedua berkomitmen untuk berperan aktif mengatasi perubahan iklim global tetapi masih mengandalkan industri energi fosil dan pertambangan. Hal itu justru merusak kawasan serapan emisi karbon.

Di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, saja, izin-izin tambang yang dikeluarkan sudah sebanyak ini. Grafis: Jatam Kaltim

Prabowo-Hatta berlindung di balik jargon “Pertambangan ramah lingkungan”. Jokowi-JK dengan “eksploitasi SDA secara prudent.” Padahal pertambangan tidak ada yang ramah lingkungan.

“Akan lebih menarik jika debat capres-cawapres soal lingkungan, energi dan ketahanan pangan dilakukan di Balikpapan. Agar bisa melihat realitas di sana seperti apa,” kata Hendrik.

Apalagi di kedua tim sukses capres-cawapres, banyak diisi pengusaha tambang. Di kubu Prabowo-Hatta misal, tim pemenangan diisi pengusaha tambang seperti Hasjim Djojohadikusuma, Sandiaga S Uno, Harry Tanoesudibjo, Aburizzal Bakrie, Setya Novanto, Syamsir Siregar, Djan Faridz, George Toisutta. Lalu, Yudi Magio Yusuf, Fuad Masyhur, Amir Sambododan Fadel Muhammad. Prabowo-Hatta juga merupakan pengusaha tambang.

Di Kubu Jokowi-JK juga begitu. Beberapa pengusaha tambang tercatat sebagai tim sukses. Seperti Surya Paloh, Luhut Panjaitan, Beni Prananto, Effendi Simbolon, Ahmad Basarah dan Syarif Bastaman. Jusuf Kalla juga punya perusahaan tambang.

“Apakah kedua capres-cawapres nantinya berani menindak tim sukses mereka yang justru banyak pemain tambang?

Dinamisator Jatam Kaltim Merah Johan Ismail mengatakan, nasib Kalimantan ditentukan debat capres yang berdurasi hanya beberapa jam dan beberapa lembar visi misi capres.

“Tidak akan ada perubahan tanpa pembaruan pengelolaan energi dan SDA di Kalimantan. Jika ekosistem Kalimantan rusak, otomatis kerusakan juga berdampak ke pulau-pulau lain di Indonesia. Kalau salah mengelola Kalimantan, yang kena bencana seluruh Indonesia. Capres-cawapres yang akan maju harus memperhatikan hal ini.”

Dia menyoroti, apa yang terjadi di Kaltim. Data Ditjen Minerba ESDM 2014 menyebut di Kaltim, seluruh luas untuk IUP mencapai 5,4 juta hektar. Ditambah luas PKP2B 1, 8 juta hektar. Total luas tambang mengkapling 7,2 juta hektar. Luas daratan Kaltim 19 juta hektar dari daratan Kaltim.

“Ini belum ditambah dengan  izin lain seperti sawit, HTI dan lain-lain.”

Ki Bagus Hadi Kusuma, pengkampanye Jatam, mengatakan, dalam visi-misi kedua capres-cawapres belum memperhatikan aspek ruang hidup dan lingkungan aman bagi masyarakat. Katanya, eksploitasi SDA akan makin massif.

“Kedua capres-cawapres hanya berkutat di isu kebocoran pengelolaan energi tambang oleh asing. Ini dipandang sebagai isu seksi. Aspek keselamatan masyarakat tidak diperhatikan. Padahal isu ini seharusnya wajib diprioritaskan.”

Grafis: Jatam
Grafis: Jatam
Grafis: Jatam
Grafis: Jatam
Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,