,

Merapi Selatan Lahat yang Tak Sejuk Lagi

Suasana sejuk di Kecamatan Merapi Selatan, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, kini terusik. Wilayah yang mencakup sembilan desa, diapit Bukitbarisan dan hutan Margasatwa Bukit Serelo, sejak 2012 marak oleh berbagai penambangan batubara.

“Pohon kopi dide (tidak) lebat lagi seperti dulu. Ini akibat suhu panas dari penambangan batubara yang banyak membuka hutan,” kata Julsri, petani Desa Sukamerindu, akhir Juni 2014.

Masri, warga Desa Perangai, mengeluhkan, pemerintah Lahat lebih peduli batubara dibandingkan pengembangan tembakau perangai, yang cukup terkenal.

“Sejak 1998, kami mengusulkan pemerintah mengembangkan tembakau perangai yang cukup dikenal di Indonesia. Usulan kami tidak pernah dipenuhi, justru pemerintah memberikan izin penambangan batubara,” kata Masri.

Sembilan desa yang masuk kecamatan seluas 4.361,83 kilometer persegi dan berpenduduk paling padat di Lahat yakni 127.195 jiwa dari 382.785 jiwa, yakni Padangbaru, Padanglama, Tanjungmenang, Talangakar, Lubuk Bedaro, Suka Merindu, Lebuk Betung, Perangai, dan Geramat.

Limbah pembuangan batubara PT Dana Rana Petrojasa di Desa Perangai, Merapi Selatan Lahat. Foto: Muhammad Hairul Sobri
Limbah pembuangan batubara PT Dana Rana Petrojasa di Desa Perangai, Merapi Selatan Lahat. Foto: Muhammad Hairul Sobri

Sebelum 2007, wilayah ini bersuhu dingin dengan rata-rata 20-30 derajat celcius, kini 37 derajat. Mayoritas masyarakat bertani.. Mereka menanam kopi, tembakau, dan padi.

Ada empat perusahaan pertambangan batubara di Merapi Selatan. Tiga perusahaan berproduksi, PT. Dianrana Petrojasa, PT. Era Energi Mandiri, PT. Sarana Cipta Gemilang. Serta, PT. Bima Putra Abadi Citranusa, baru mendapatkan izin eksplorasi tapi sudah menambang.

Saat ini, ada 49 pertambangan batubara di Lahat. Baik sudah memproduksi maupun baru eksplorasi. Luasan 91.016 hektar. Sebaran,  Merapi Timur (6), Merapi Barat (13), Kikim (6),  Merapi Selatan (5),  Lahat (5), sisanya  di Gumay Talang dan lain-lain.

Pencemaran Sungai Suban

Dari tiga perusahaan, dua diduga mencemari Sungai Suban yang menjadi sumber air bersih bagi warga di enam desa yakni Desa Padangbaru, Padanglama, Tanjungmenang, Talangakar, Lubuk Bedaro, dan Suka Merindu. Kedua perusahaan itu, PT Dianrana Petrojasa dan PT Era Energi Mandiri.

Sungai Air Suban yang tercemar melintasi Desa Suka Merindu. Foto: Muhammad Hairul Sobri
Sungai Air Suban yang tercemar melintasi Desa Suka Merindu. Foto: Muhammad Hairul Sobri

“Berdasarkan pemantauan kami sementara, air Sungai Suban terlihat keruh, warna kekuningan, dan volume air berkurang. Sebagian masyarakat di huluan Sungai Suban mengalami kesulitan mendapatkan air bersih untuk mandi dan minum. Termasuk mengaliri sawah dan perkebunan,” kata Hadi Jatmiko, direktur Walhi Sumsel.

Dari pemantauan Walhi Sumsel, limbah batubara ini sebenarnya ditampung di kolam limbah. Saat meluber, musim penghujan, limbah dari kolam mengalir dari parit yang masuk ke Sungai Suban.

“Jika ini terus berlangsung, pencemaran Sungai Suban bertambah parah. Pertanian akan terganggu. Pendapatan masyarakat dari pertanian akan berkurang.”

Jalan Rusak dan Berdebu

Akibat pertambangan batubara jalan di Merapi Selatan ke Merapi Timur mengalami kerusakan sekitar 10 kilometer. Rumah penduduk tercemar debu batubara.

Pada Oktober 2013, warga dipimpin sembilan kepala desa di Merapi Selatan menutup jalan menuju lokasi PT Sarana Cipta Gemilang (PT SCG). Mereka menuntut perbaikan jalan yang biasa dilewati truk perusahaan batubara dan mengalami kerusakan. Setelah aksi, jalan diperbaiki.

“Kerusakan tetap akan terjadi, sebab truk-truk pengangkut batubara tetap melewati jalan. Debu tetap dirasakan masyarakat.”

Air sungai yang tercemar, berubah warna masih digunakan warga untuk keperluan sehati-hari. Foto: Muhammad Hairul Sobri
Air sungai yang tercemar, berubah warna masih digunakan warga untuk keperluan sehati-hari. Foto: Muhammad Hairul Sobri
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,