,

Dampak Kemarau Mulai Terasa di Palembang

Palembang sudah memasuki musim kemarau. Sungai Musi dan puluhan anak sungai mulai mengering mengering. Air coklat dan kehitaman. Wargapun mulai kesulitan mendapatkan air bersih. Seiring perkiraan el-Nino tahun ini, kekeringan bakal mendatangkan krisis air, penyakit dan kebakaran.

Wah, cubo lihat bayu (coba lihat air, red). Hitam dan berbau. Bagaimana kami mandi, terpaksa beli air bersih,” kata Kamil, warga di tepi Sungai Sekanak, Senin (7/7/14).

Kamil sehari-hari buruh lepas di Pasar Jakabaring Palembang. Dia mengaku tidak mampu berlangganan air bersih PDAM Tirta Musi Palembang. Biaya pemasangan mahal, sampai Rp1,2 juta, per bulan juga ratusan ribu rupiah.

Akhirnya, warga menggunakan air Sungai Musi. “Ya, mau apa lagi? Penting ada air, bisa mandi dan mencuci,” kata Nyimas Siti, warga 30 Ilir.

Untuk minum, sudah lima tahun terakhir membeli air minum isi ulang. “Lebih hemat membeli air minum isi ulang dibandingkan berlangganan PDAM.”

Saat ini dari 1,7 juta penduduk Palembang sekitar 1.134.361 jiwa terlayani PDAM. Sisanya, belum terlayani. “Mereka ini menetap di tepi sungai atau anak-anak sungai Musi,” kata Norman Cegame, kepala Divisi Kota dan Industri Walhi Sumsel, Sabtu (5/7/14).

Norman menilai, kekeringan air sungai di Palembang ini  karena beberapa hal. Pertama, musim kemarau suhu rata-rata 35 derajat celcius, pasokan air rawa mulai habis, serta air dari wilayah huluan Sungai Musi berkurang.

“Puncak El-Nino nanti, saya yakin warga Palembang mengalami krisis air dan sejumlah penyakit, serta kebakaran.”

Rumah-rumah panggung di tepian anak Sungai Musi. Foto: Deddy Pranata
Rumah-rumah panggung di tepian anak Sungai Musi. Foto: Deddy Pranata

Antisipasi Pemerintah Palembang, katanya, belum tampak. Saat perhatian publik terfokus Pilpres dan Piala Dunia, sejumlah pelaku ekonomi menimbun kawasan rawa alami.

Sisa rawa di Palembang berkisar 5.834 hektar. Hanya 2.106 hektar rawa konservasi, sisanya budidaya 2.811 hektar, dan reklamasi 917 hektar.

Dulu, di masa penjajahan Belanda, luas Palembang yang mencapai 102,47 kilometer per segi hampir setengahnya rawa dan sungai. Setelah 2005, luas rawa 22.000 hektar, salah satu karena reklamasi rawa di Jakabaring dan Polygon. Juga pembangunan rumah toko, perhotelan, hingga rawa di Palembang tersisa 5.834 hektar.

Akibat kawasan rawa di hulu anak Sungai Musi, yang melintas di Palembang, menghilang, air masuk ke anak sungai umumnya dari rumah tangga, rumah sakit, dan industri, hingga berwarna hitam, berbau dan penuh limbah.

Kedua, persoalan hukum Walikota Palembang, Romi Herton beserta pejabat lain, hingga tidak punya perhatian dampak El-Nino.

Romi bersama istri ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi. Sejumlah pejabat di Palembang tengah diproses sebagai saksi.

Ketiga, pasokan air dari huluan Sungai Musi berkurang. Karena, daerah resapan, baik rawa-rawa dan hutan habis untuk kawasan industri. “Ada 500-an perkebunan dan industri di hulu dan di sepanjang Sungai Musi,” kata Norman.

Masa el-Nino ini, katanya, kemungkinan terjadi serangan diare dan kulit. “Saat musim kemarau bae puluhan ribu warga Palembang terkena diare dan gatal-gatal di kulit. Semua itu karena sumber air bersih tidak tersedia.”

Masalah lain kala kemarau adalah kebakaran. Bangunan atau rumah yang terbakar ini mayoritas di tepi sungai atau bekas rawa.

“Bangunan dari kayu itu kering karena tidak dapat menyerap air, ditambah suhu panas, gampang terbakar. Kalau tidak waspada, banyak rumah terbakar tahun ini karena serangan el-Nino.”

Angkutan air menunggu pasang di sore hari agar bisa keluar dari Sungai Sekanak. Foto: Deddy Pranata
Angkutan air menunggu pasang di sore hari agar bisa keluar dari Sungai Sekanak. Foto: Deddy Pranata
Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,