,

Yuk, Tangkap Ikan sambil Jaga Kelestarian

Namanya Ahmad Sahwan. Dia PNS Dinas Kelautan dan Perikanan Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Sehari-hari dia mengawasi daerah Taman Wisata Perairan Teluk Bumbang. Bersama 12 orang lain dari berbagai daerah di Indonesia dan Malaysia, dia tergabung dalam kampanye Pride, digagas Rare Indonesia.

Sahwan mengatakan, sebelum kampanye Pride, nelayan mempunyai pengetahuan minim soal perikanan berkelanjutan. Masih banyak nelayan beroperasi di zona larang tangkap. “Dulu pengetahuan nelayan minim,” katanya di Jakarta, akhir Juni 2014.

Berbagai cara untuk penyadartahuan masyarakat. Rare Indonesia sebagai fasilitator. Sahwan dibantu menyusun berbagai langkah kegiatan.

Ketika mulai kampanye soal zona larang tangkap, dia mendapat banyak pertentangan dari nelayan. Konsep ekosistem laut dianggap mengancam mata pencaharian mereka. “Banyak sekali penolakan. Saya sering didemo nelayan.”

Namun dia tak goyah. Sahwan membuat serangkaian kampanye menarik, misal lomba dayung, sepak bola dangdut, cerdas cermat antar pelajar dan berbagai kegiatan lain. Semua disisipi pesan nelayan lebih peka ekosistem laut.

“Saya masuk ke pemuka agama, ketika mereka khotbah disisipi pesan soal konservasi laut.”

Ada 422 nelayan menjadi sasaran kampanye. Mereka di Merta, dan 200 nelayan di Sengkol.  Nelayan dibagi stiker bertulis “Tiang pasti Jaga.” artinya “saya pasti jaga.” Stiker itu terpajang di perahu mereka. Seolah menunjukkan, nelayan itu siap menjaga kelestarian ekosistem laut perairan Teluk Bumbang.

Cerita berbeda dituturkan Bertha Matatar. Dia bersama nelayan lema merumuskan kesepakatan kampung untuk mengatur waktu tangap ikan. Setiap Sabtu dan Minggu, mereka sepakat tidak menangkap ikan. Sekilas sepele. Namun berdampak besar bagi perikanan di perairan Teluk Mayalibit, Raja Ampat Papua.

“Awalnya, nelayan tak mengerti mereka menangkap di pemijahan ikan. Penangkapan terjadi saat puncak pemijahan.”

Menangkap ikan saat puncak pemijahan membuat populasi makin menurun. Hal ini terjadi karena ikan tak sempat berkembang biak. Ikan ditangkap berlebihan.

Ketika Bertha mulai mengkampanyekan konservasi laut kepada nelayan, banyak pertentangan. Dia dibantu Rare membuat kegiatan-kegiatan edukatif tanpa terkesan menggurui. Semua dirancang sedemikian rupa hingga menyenangkan.

“Awalnya mereka belum tahu waktu pemijahan ikan lema. Kami terus dekati dan beri pemahaman. Kami berusaha menjelaskan konsep perikanan berkelanjutan.”

Para pengkampanye Pride bersama Rare Indonesia. Foto: Indra Nugraha
Para pengkampanye Pride bersama Rare Indonesia. Foto: Indra Nugraha

Bertha mulai mendekati warga sejak Juni 2013. Hingga Oktober tahun itu, dua kampung di Warsambin dan Lopintol sepakat membuat peraturan desa. Nelayan sepakat tidak menangkap ikan setiap Sabtu dan Minggu. Peraturan ini disahkan sebulan kemudian.

Dampak sangat positif, berhasil meningkatkan tangkapan nelayan. Semula lema ditangkap 1,64kg, menjadi 4,90 kg per hari.

Pali Awaludin, Dinas Kelautan dan Perikanan Muna mengeluhkan banyak nelayan pendatang menangkap ikan di situs kampanye Pride tanpa mengindahkan konsep ramah lingkungan.

“Namun dengan beberapa trik kampanye, perubahan perilaku berhasil menyadarkan masyarakat.”

Mereka diedukasi hingga tergerak proaktif melakukan patrol di zona itu.  Nelayan menjadi patuh sistem zonasi hingga penangkapan di kawasan perlindungan dan konservasi menurun.

“Permasalahan baru konflik antar nelayan. Ini dimanfaatkan nelayan pendatang. DKP selalu mengatakan nelayan boleh menangkap ikan, tapi harus mengikuti aturan,” kata Pali.

Agus Dermawan,direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan KKP mengatakan, menumbuhkan kesadaran masyarakat tak bisa hanya dikerjakan satu pihak, perlu lintas sektoral.

“Melalui pride ini, kita mempunyai tambahan tenaga yang benar-benar bekerja dan membantu.”

Berbicara soal konservasi laut, katanya, selama ini paradigma masyarakat masih melihat sebagai suatu merugikan. Masyarakat melihat konservasi sebagai hambatan mata pencaharian.

“Perubahan paradigma melihat konservasi itu penting. Pemerintah memposisikan konservasi bukan hanya program juga kebutuhan menghasilkan ikan keberlanjutan.”

Agus mengapresiasi banyak peraturan desa (perdes) terkait konservasi laut. Saat ini, di Indonesia ada lebih dari  4.000 perdes. Keadaan ini, dipandang sebuah terobosan. Ada perarutan adat dan lokal dihormati masyarakat sekitar untuk ikut berpartisipasi menjaga laut dan ekosistem. Peranan pemerintah daerah mendorong ini sangat penting hingga muncul rasa memiliki.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,