Tata Batas Hutan Sulteng Hampir Selesai

Pengukuhan kawasan hutan terus dilakukan di berbagai daerah, termasuk Sulawesi Tengah. Proses ini diawali penunjukan, penetapan batas, pemetaan dan penetapan kawasan hutan. Sampai akhi 2013, tata batas kawasan hutan Sulteng, hampir selesai, mencapai 92%.

“Tata batas kawasan hutan Sulteng, batas luar mencapai 10.984,50 kilometer atau 92%. Untuk batas fungsi 3.960,73 kilometer atau 76%,”kata Nurudin, kepala seksi Dinas Kehutanan Sulteng, baru-baru ini.

Dia mengatakan, mengadopsi keperluan lahan masyarakat, dilakukan perubahan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan ditetapkan melalui Perda nomor 8 tahun 2013. Di sana, terjadi perubahan kawasan hutan Sulteng, semula 4.394.932 hektar, menjadi 4.053.176 hektar.

Nurudin mengatakan, Dinas Kehutanan ikut memberdayakan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan hutan secara optimal. Model pemberdayaan, lewat pemanfaatan hasil hutan diformulasikan dalam skema hutan desa dan hutan kemasyarakatan (HKm) di hutan lindung maupun hutan produksi. Sedangkan hutan tanaman rakyat (HTR) di hutan produksi.

“Pencadangan HTR di Sulteng oleh Menteri Kehutanan 23.375 hektar. Telah terbit IUPHHK di Tojo Una-una 2.870 hektar, dan Banggai 325 hektar.”

Inilah Cagar Alam Morowali, hutan konservasi tetapi dibabat tambang dan ditinggal begitu saja. Siapa yang akan memulihkan kembali kondisi ini? Foto: Jatam Sulteng
Inilah Cagar Alam Morowali, hutan konservasi tetapi dibabat tambang dan ditinggal begitu saja. Siapa yang akan memulihkan kembali kondisi ini? Foto: Jatam Sulteng

Dinas Kehutanan Sulteng telah merehabilitasi hutan dan lahan melalui kegiatan reboisasi, pemeliharaan tanaman, pengayaan tanaman, dan penerapan teknik konservasi tanah.

Pada kawasan yang dibebani izin atau hak pemanfaatan hutan, katanya, rehabilitasi oleh pemegang izin. Pada kawasan berum berizin, dilakukan unit kelola seperti Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).

“Walaupun diupayakan mewujudkan pengelolaan hutan berkelanjutan, dalam praktik di lapangan, degredasi hutan terus berlanjut.”

Di Sulteng, polemik tata batas masih terjadi. Misal, soal masyarakat Dongi-dongi yang menempati Taman Nasional Lore Lindu. Masyarakat kekeuh sebelum menjadi taman nasional, mereka lebih dulu di lokasi itu.

Nurudin mengatakan, yang harus dilakukan menempuh cara dialogis. “Jangan sampai melahirkan konflik. Klaim-klaim ini harus dibicarakan baik-baik.”

Status kawasan sudah taman nasional, tetapi fungsi kelola berada pada masyarakat adat. Hal ini, katanya, akan didorong ke dalam RUU Masyarakat Adat.

“Penguasaan hutan oleh negara, bukan berarti hutan itu milik negara. Harus diingat, dikelola masyarakat agar sejahtera. Hutan itu untuk masyarakat, maka ada skema-skema tertentu untuk mensejahterakan masyarakat, seperti hutan kemasyarakatan.”

Ini kawasan hutan di Morowali, Sulteng, yang dibebani izin tambang nikel dan berubah menjadi lapangan.    Apakah bisa dipulihkan kembali menjadi hutan seperti sediakala? Foto: Christopel Paino
Ini kawasan hutan di Morowali, Sulteng, yang dibebani izin tambang nikel dan berubah menjadi lapang alias bersih tanpa hutan lagi. Apakah bisa dipulihkan kembali menjadi hutan seperti sediakala? Foto: Christopel Paino
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,