,

Buka Lahan Tanpa Izin, Petinggi PT. Kallista Alam Dihukum Penjara

Perusahaan kelapa sawit PT. Kallista Alam yang beroperasi di Suak Bahong, Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya, Naggroe Aceh Darussalam dihukum oleh Pengadilan Negeri Meulaboh karena melakukan pembukaan lahan tanpa izin dan juga membuka lahan dengan cara membakar di atas tanah gambut yang memiliki ketebalan lebih dari tiga meter.

Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh itu disampaikan, Selasa (15/7/2014). Dalam amar putusan tersebut, PT. Kallista Alam bersalah karena melanggar Undang-Undang nomor 18 Tahun 2004 tentang perkebunan Pasal 46 ayat (2).

Ketua Majelis Hakim, Arman Surya Putra S.H bersama hakim anggota Deddy SH dan Rahma Novatiana SH menghukum Direktur PT. Kallista Alam, Subianto Rusyid dengan hukuman 8 bulan kurungan, denda Rp150 juta dan subside 3 bulan kurungan. Pidana terkait dengan perizinan ini dituntut oleh Polda Aceh dengan nomor perkara 132/Pid.B/2013/PN MBO.

Hukuman ini lebih ringan dua bulan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suka Makmue Kabupaten Nagan Raya, Rahmat Nurhidayat yaitu 10 bulan kurungan, denda Rp150 juta dan subsider 3 bulan kurungan.

Rahmat Nurhidayat menjelaskan dalam kasus tersebut terdakwa atas nama Subianto Rusyid sebagai Direktur PT. Kallista Alam telah lalai dan tidak mengontrol bawahannya sehingga terjadi pembukaan lahan tanpa izin.

“Memang pada intinya proses pembuatan IUP-B sedang dilakukan, namun tanpa menunggu proses itu, perusahaan sudah melakukan pembukaan terus,” kata Rahmat.

“IUP-B itu sebenarnya tetap dikeluarkan oleh Gubernur Aceh, (red- masa Irwandi Yusuf) pada tahun 2011, karena ada keterlambatan, tapi tidak ditunggu oleh pihak Kallista Alam sehingga lahan seluas 1.605 hektar itu terus dikerjakan,” kata Rahmat.

Masalah perizinan PT. Kallista Alam ini juga pernah digugat oleh Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Aceh di Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Banda Aceh pada tahun 2012.

Pengacara WALHI Aceh, Syarifuddin mengatakan gugatan WALHI di PTUN sudah berkekuatan hukum tetap yang dimenangkan oleh WALHI. “Artinya dalam proses hukum tingkat terakhir di Mahkamah Agung (MA) bahwa kasasi PT. Kallista Alam sebagai tergugat intervensi ditolak,” ujar Syarifuddin.

Ketua WALHI Aceh, Muhammad Nur menyambut baik putusan Pengadilan Negeri Meulaboh ini. Nur mengatakan tindak pidana yang dilakukan oleh PT. Kalista Alam sebagaimana amar putusan tersebut telah mengakibatkan kerugian besar terhadap pengelolaan sumber daya alam di Aceh.

“Kerugian bukan hanya materiil tetapi kerugian lingkungan (ekologis) yang dampaknya luar biasa kepada kehidupan berikutnya. Oleh karena itu, WALHI Aceh mengapresiasi putusan Majelis Hakim tersebut,” ujar Muhammad Nur.

Hal ini berkaitan dengan gugatan WALHI Aceh terhadap pencabutan izin usaha perkebunan budidaya yang sudah dikuatkan Mahkamah Agung sehingga pemerintah daerah mengambil alih lahan seluas 1.605 Hektar.

“WALHI mendukung pengelolaan lahan tersebut diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Nagan Raya. Sekaligus ini juga menguatkan putusan perdata tentang ganti rugi yang diajukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup yang mana sebelumnya PT. Kallista Alam juga diputus bersalah oleh PN Meulaboh dan diwajibkan membayar ganti rugi  sebesar Rp366 milliar karena terbukti bersalah melakukan pembakaran lahan gambut rawa tripa yang masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL),” ungkapnya.

Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Meulaboh, Direktur PT. Kallista Alam. Subianto Rusyid pernah mengatakan kegiatan yang dilakukan di lahan tersebut berdasarkan perintah Bupati Nagan Raya melalui surat izin lokasi.

Menanggapi masalah ini, Penasehat Hukum PT. Kallista Alam, Alfian C Sarumaha SH mengatakan siap banding terhadap putusan tersebut ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh.  Putusan ini tidak mempertimbangkan keterangan ahli perkebunan yang benar dari PT. Kallista Alam.

“Kami keberatan atas pertimbangan dalam putusan tersebut,” kata Alfian kepada wartawan usai persidangan pembacaan putusan, Selasa (16/7/2014).

“Putusan ini lebih kepada pendapat majelis hakim yang terkesan hanya mencari kesalahan, apalagi yang dijadikan pertimbangan bukan dari keterangan ahli yang benar, kita keberatan apa yang menjadi pertimbangan majelis hakim tadi, kita tempuh jalur banding.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,