Di Kaltim Pengelolaan Hutan Masih Berliku Panjang

Untuk mengelola hutan yang baik dibutuhkan perbaikan dalam sistem tata kelolanya.  Salah satu upaya yang dilakukan adalah percepatan pembentukan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) yang merupakan pengelola wilayah terkecil wilayah hutan. Melalui konsep ini, pengelolaan hutan dilakukan terstruktur dari tingkat provinsi, kabupaten/kota hingga tingkat unit kelola. Dengan kata lain, KPH adalah unit pelaksana yang diharap mampu operasional secara mandiri untuk mengelola dan mengawasi wilayah hutan.

Kalimantan Timur, salah satu daerah yang memiliki hutan yang luas, merupakan salah satu daerah yang digagas bagi pengembangan KPH pada awalnya, namun perkembangannya kurang menggembirakan.

“Pembentukan KPH pertama kali dilakukan di Kaltim, namun perkembangannya belum menggembirakan. Sampai sekarang belum ada KPH di Kalimantan yang memiliki Rencana Pengelolaaan Hutan Jangka Panjang (RPJHP) 10 tahun yang telah disahkan Kementerian,” jelas Mustofa Agung Sardjono guru besar Fahutan Universitas Mulawarman dalam pernyataannya di Samarinda (11/07/2014).

Menurut Sardjono lambannya perjalanan KPH di Kalimantan Timur didorong oleh beragam faktor. Di tingkat daerah KPH masih dilihat sebagai program top-down, selain itu belum banyak sumberdaya manusia yang mampu memenuhi kualifikasi sebagai pengelola.

Selain itu, minimnya data dan informasi dalam penyusunan RPHJP, kurangnya tenaga pakar pendamping dan masih belum memadainya ketersediaan anggaran daerah dalam mendukung operasional  menjadi kendala pembentukan KPH.

Dengan adanya pola komunikasi yang baik, sebenarnya KPH akan mudah untuk mencari mitra, dukungan dari para pihak termasuk di dalamnya bantuan dana. “KPH bisa berjalan dengan baik bilamana kepalanya memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan beragam tingkatan pengambil keputusan di daerah maupun di pusat,” sambung Sardjono, “Baru satu yang lumayan berjalan yaitu KPHP Berau Barat.”

Rancang bangun KPH di Kaltim dan Kaltara.  Peta: Kemenhut
Rancang bangun pembangunan KPH di Kaltim dan Kaltara. Klik untuk memperbesar. Sumber: Kemenhut

KPH Buka Pintu Untuk LSM

Di sisi lain, KPH memegang peran penting karena dapat memberikan usulan perubahan kebijakan. Demikian pula, KPH kedepannya dapat membangun usaha/bisnis sesuai dengan potensi yang dimiliki wilayahnya, lewat pembentukan Badan Layanan Umum (BLU).

“KPH bisa mendorong pengelola hutan lebih professional, egaliter, mitra bagi para pihak, serta lebih meningkatkan produktivitas lestari,” jelas Agus Setyarso, pengamat sekaligus akademisi kehutanan.

“Ada Dana Alokasi Khusus dari Kemenhut yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan program KPH di Kabupaten/Kota. Bila sudah memperoleh pengesahan RPHJP, maka KPH dapat memperoleh dukungan dari berbagai donor dan dapat menjadi BLU.”

Agus juga mendorong agar LSM dapat terlibat dalam proses pengembangan KPH. “LSM bisa mengambil peran dalam proses pembentukan KPH baru, operasional, hingga bermitra.” Pada proses pembentukan KPH baru, LSM bisa berperan untuk pemantapan areal kerja dan pemetaan posisi para pihak. Pada proses operasional, LSM juga bisa melakukan berbagai aktivitas, seperti inventarisasi potensi,  perencanaan, pengembangan manajemen, eksekusi lapangan, hingga membangun kemitraan bisnis.

Mengacu kepada keputusan Menhut nomor 674/2011 tanggal 1 Desember 2011, Provinsi Kaltim (juga termasuk Kalimantan Utara), dibagi ke dalam 34 unit KPH dengan luas ±12.567.139 ha yang terdiri dari 30 unit KPH Produksi (KPHP) dengan luas  ±11.832.454 ha dan unit KPH Lindung (KPHL) seluas ± 734.685 ha. Dari jumlah tersebut, yang baru menjadi KPHP Model adalah 4 KPHP, yaitu Berau Barat ( di Berau), Kayan (Bulungan), Malinau I (Malinau), dan Meratus (Provinsi), dan 1 KPHL, yaitu KPHL Tarakan (Tarakan).

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,