Perkebunan Sawit dan PETI Picu Penurunan Kualitas Air Sungai di Sintang

Tak perlu berpuluh tahun untuk merasakan dampak buruk Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) dan perkebunan kepala sawit. Saat ini, masyarakat sudah merasakannya. Terutama, mereka yang mengandalkan air sungai sebagai kebutuhan hidup sehari-hari.

Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Kerusakan Lingkungan, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sintang, Junaidi mengatakan pencemaran yang terjadi di sejumlah sungai di Bumi Senentang sudah sangat parah. “Air sungai di Sintang sebagian besar tak layak konsumsi, termasuk Sungai Kapuas dan Sungai Melawi, kecuali harus dimasak terlebih dahulu. Begitu juga sungai besar lainnya di Sintang seperti Sungai Ketungau, Sungai Serawai, dan lainnya,” katanya di Sintang, Rabu (23/7/2014).

Ia mengatakan, pihaknya rutin mengecek kualitas air di sungai-sungai yang ada di Sintang. Biasanya, pengecekan kualitas air dilakukan secara berkala. Dalam setahun, BLH dua kali mengambil sampel air sungai di setiap kecamatan. “Dari 23 parameter yang kami ukur, kondisi air sungai sudah tercemar dan tidak layak minum secara langsung,” ungkapnya.

Junaidi tak menampik pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit mengakibatkan air sungai tercemar. “Sungai tercemar juga diakibatkan tambang emas ilegal di sungai. Apalagi tidak sedikit penambang menggunakan merkuri yang berbahaya,” katanya.

Selain tercemar, sungai-sungai besar juga mengalami pendangkalan. Hal itu diakibatkan hutan mulai gundul. “Kondisi ini membuat penurunan kadar air di permukaan sungai. Makanya jangan heran, air cepat sekali surut meski kemarau tidak beberapa lama,” bebernya.

Junaidi mengaku pihaknya tidak bisa berbuat banyak untuk mencegah pencemaran sungai yang terjadi di daerah ini. “BLH hanya rutin melakukan deteksi saja. Hasil deteksi sungai yang kami lakukan, akan dilaporkan ke instansi berwenang supaya bisa ditindaklanjuti. Contohnya, kalau pencemaran sungai terjadi karena PETI, akan kami laporkan ke Dinas Pertambangan dan Energi,” ucapnya.

Sungai di pedalaman juga tercemar

Pencemaran juga terjadi pada sungai-sungai yang berada di pedalaman. Contohnya Sungai Sayeh yang berada di Ketungau. Meskipun Hulu Sungai Sayeh berada di Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, namun sungai ini bermuara di Sungai Ketungau atau tepatnya di Nanga Sayeh, Kecamatan Ketungau Hulu, Sintang. Sebagian besar aliran Sungai Sayeh berada di wilayah Kecamatan Sekayam. Selebihnya, berada di Kecamatan Ketungau Hulu melalui wilayah Desa Sungai Seria dan Desa Empunak.

Di hulu Sungai Sayeh, terutama di Desa Melenggang, Kecamatan Sekayam, sejak dulu terkenal sebagai tempat pertambangan emas masyarakat yang terbesar. Para penambang emas yang bekerja di sana bukan hanya warga setempat, karena banyak penambang yang datang dari kabupaten lain, termasuk dari Kabupaten Sintang. Celakanya, meskipun kegiatan penambangan ini berada di Kabupaten Sanggau, limbahnya tetap akan dialirkan ke Sungai Ketungau.

Seperti inilah kondisi Sungai Sayeh di Ketungau. Selain PETI, perkebunan kelapa sawit disinyalir menjadi penyebab sungai tersebut tak bisa lagi dikonsumsi. Foto: Yusrizal
Seperti inilah kondisi Sungai Sayeh di Ketungau. Selain PETI, perkebunan kelapa sawit disinyalir menjadi penyebab sungai tersebut tak bisa lagi dikonsumsi. Foto: Yusrizal

Menurut Suryo, warga Desa Empunak Kecamatan Ketungau Hulu, di masa lalu aliran limbah ini pernah menjadi persoalan besar bagi warga sepanjang Sungai Ketungau, khususnya yang berada di bagian hilir Nanga Sayeh. Sekarang ribut-ribut tentang ini menghilang begitu saja seakan mati suri, seiring dengan maraknya penambangan emas tanpa izin (PETI) dialiran Sungai Ketungau.

“Di Ketungau, sekarang ini jika kita berbicara soal pencemaran air di Ketungau, kita bisa dibenci banyak orang. Bahkan, pada saat menjelang Pemilu Legislatif kemarin pun, dari sedemikian banyak Calon Legislatif dari Ketungau, tidak ada seorang pun yang berani mengambil risiko berbicara tentang PETI dan pencemaran Sungai Ketungau ini. Mereka takut kehilangan konstituen pendukung,” ucapnya.

Kesulitan air bersih

Pencemaran yang terjadi di sebagian besar sungai di Kabupaten Sintang membuat masyarakat kesulitan air bersih. Contohnya masyarakat Desa Sepiluk Kecamatan Ketungau Hulu. “Ada tempat-tempat tertentu yang kesulitan mendapatkan air bersih. Khusus di Sepiluk, kesulitan air menjadi masalah utama. Karena sungai-sungai yang dulunya menjadi andalan masyarakat, tak lagi bisa digunakan. Karena, sungai tersebut sudah dikelilingi kebun sawit,” kata Mardiansyah, anggota DPRD Sintang asal Ketungau Hulu.

Ia mengatakan, dirinya sudah berulang kali menyampaikan masalah tersebut ke Pemda Sintang. Tujuannya, krisis air bersih yang terjadi di Desa Sepiluk bisa teratasi. “Kalau kondisi ini dibiarkan, sama saja membunuh masyarakat secara pelan-pelan. Mengingat, sungai mereka sudah tercemar,” katanya.

Untuk mendapatkan air bersih, masyarakat Sepiluk harus pergi cukup jauh. Tak jarang, mereka terpaksa membeli. “Inilah kondisi yang terjadi. Makanya saya minta pemerintah turun ke lapangan untuk melihat kondisi secara langsung. Agar, sumber air yang menjadi andalan masyarakat, tidak terkena dampak perkebunan,” pintanya.

Sungai Kapuas ini dulu menjadi sumber air minum masyarakat. Kini, sungai tersebut tak lagi bisa diandalkan karena sudah tercemar. Foto: Yusrizal
Sungai Kapuas ini dulu menjadi sumber air minum masyarakat. Kini, sungai tersebut tak lagi bisa diandalkan karena sudah tercemar. Foto: Yusrizal
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,