Hah, Dari Portugal ke Indonesia Paulo Hanya Ingin Melukis Burung?

Paulo Alves memang aneh. Jauh-jauh terbang dari Portugal ke Indonesia, hanya satu misi yang ia targetkan, melukis burung. Padahal, di negara pesepak bola kondang Cristiano Ronaldo itu, burung liar bukanlah pekara sulit untuk dilihat. Karena, memang bertebaran di sana.

Bila Anda pernah melihat perangko seri “Burung Terancam Punah Indonesia” yang diterbitkan Burung Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan PT. Pos Indonesia tahun 2012 lalu, disitu terdapat empat jenis burung. Empat jenis burung terancam punah tersebut adalah elang flores (Nisaetus floris), mandar gendang (Habroptila wallacii), celepuk siau (Otus siaoensis), dan burung-madu sangihe (Aethopyga duyvenbodei).

Elang flores dan celepuk siau berstatus Kritis (Critically Endangered/CR), burung-madu sangihe berstatus Genting (Endangered/EN), dan mandar gendang berstatus Rentan (Vulnerable/VU). Keempat jenis ini masuk dalam Daftar Merah International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN).

Nah, satu dari empat jenis tersebut yaitu mandar gendang adalah hasil karya pemuda 24 tahun ini. Apa hebatnya burung ini? Mandar gendang merupakan burung berjuluk “Invinsible Rail” atau mandar yang tak terlihat. Burung ini hanya ada di Halmahera yang artinya tidak akan ditemukan di sudut manapun di dunia kecuali di Halmahera. Sejak teridentifikasi secara ilmiah tahun 1860, hanya enam lokasi di Halmahera yang pernah tercatat kehadirannya yaitu Sondo-sondo, Pasir Putih, Tewe, Fanaha, Weda, dan  Gani.

Hanom Bashari, Biodiversity Conservation Specialist Burung Indonesia, menuturkan tidak sembarang orang yang bisa melihat burung pemalu ini. Mandar gendang termasuk dalam suku Ralidae yang di Indonesia hanya ada 32 jenis. Sebagaimana julukannya “invinsible”, mandar ini memang sulit ditemukan. Sifatnya pemalu ditambah dengan hidupnya di daerah payau atau rawa sagu, membuatnya jadi burung yang super canggung. Butuh kesabaran dan kehati-hatian menantinya.

Hanom memang pantas memberikan penjelasan ini, karena ia memang orang yang pernah melihatnya langsung dalam beberapa kesempatan pada 2008-2012 di hutan Taman Nasional Aketajawe Lolobata (TNAL), Maluku Utara. Kesaksian Hanom ini mempertegas uraian G.A.L. de Haan, peneliti asal Belanda yang pernah mempublikasikan secara ilmiah perjumpaannya dengan mandar gendang pada 1950-an atau enam dasawarsa silam.

Keinginan untuk melihat langsung mandar gendang atau jenis menarik inilah yang membuat Paulo “ngotot” ingin melawat ke Indonesia. Tak tanggung-tanggung, ia mengantongi  56 jenis burung yang akan dilukisnya mulai Juli hingga September nanti. Tentu saja, ia akan hunting dahulu ke habitat asli burung-burung itu sebelum melukisnya. Burung tersebut merupakan jenis asli Indonesia yang tentunya tidak ada di bumi manapun, terlebih di negaranya. Sebut saja julang sulawesi (Aceros cassidix) dan kakatua putih (Cacatua alba).

Perangko seri Burung Terancam Punah Indonesia yang diterbitkan Burung Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan PT. Pos Indonesia tahun 2012 lalu
Perangko seri Burung Terancam Punah Indonesia yang diterbitkan Burung Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan PT. Pos Indonesia tahun 2012 lalu. Dokumentasi: Burung Indonesia

Sebagai pelukis burung atau sekarang lebih populer dengan sebutan ilustrator, kemampuan Paulo memang tidak perlu dipertanyakan lagi. Hingga kini, sebanyak 500 ilustrasi burung sudah dibuatnya dengan jumlah jenis lebih dari 300 burung liar. Koleksinya pun akan bertambah andai ia dapat menuntaskan tugasnya di Indonesia.

Untuk satu ilustrasi, dia dapat menyelesaikan sekitar enam jam. Proses ini dimulai dari guratan sketsa, mencocokkan dengan foto orisinil, hingga mewarnai seperti aslinya.

Karya Paulo juga tersebar di berbagai negara terutama di mitra kerja BirdLife Internasional yang hingga kita telah beranggotakan 121 negara, termasuk Indonesia. Tidak hanya burung, ilustrasi binatang seperti serigala yang tampil di majalah National Geographic Portugal (April 2013), menunjukkan Paulo tidak menspesialisasikan dirinya pada burung. “Namun, burung memberikan energi ganda dalam pengerjaannya,” tuturnya.

Astrid Leoni, Visual Communication Burung Indonesia, yang terbiasa menangani foto burung, mengatakan bahwa hasil kerja Paulo ini tergolong luar biasa. Paulo dapat menyelesaikan dalam tempo singkat. “Padahal, jenis burung di eropa berbeda dengan Indonesia, sebagaimana ilustrasi maleo senkawor (Macrochepalon maleo) yang ia selesaikan kurang dari setengah hari secara detil,” ujar Astrid.

Sejak kecil

Apa yang membuat seorang Palu Alves menekuni bidang yang jarang digarap orang ini? Usut punya usut, ternyata lelaki bertindik di telinga ini punya cerita miris di balik kemahirannya. Saat umur sepuluh tahun, pengagum burung Black Shouldered Kite atau saudara dekatnya elang tikus (Elanus caeruleus) ini memiliki kebiasaan buruk terhadap burung yaitu menangkapnya dengan jebakan untuk dijadikan mainan. Bahkan, yang lebih tragis adalah membunuh burung yang tidak bersalah sebagai kesenangan semata di Mouriscas, Portugal, kota kelahirannya.

Akhirnya, ia tersadar setelah orang tuanya memberikan pengertian bahwa perbuatannya itu salah. Burung yang ada di alam liar bukan sebagai penghias langit tetapi memiliki kegunaan. Fungsinya juga beragam, mulai dari menebar biji, membantu penyerbukan, hingga sebagai indikator alami kesehatan lingkungan.

Untuk satu ilustrasi burung, Paulo dapat menyelesaikannya sekitar enam jam. Proses ini dimulai dari guratan sketsa, mencocokkan dengan foto aslinya, dan mewarnai. Foto: Rahmadi Rahmad
Untuk satu ilustrasi burung, Paulo dapat menyelesaikannya sekitar enam jam. Proses ini dimulai dari guratan sketsa, mencocokkan dengan foto aslinya, dan mewarnai. Foto: Rahmadi Rahmad

Dari sini, haluan pemilik nama lengkap Paulo Alexandre Marques Alves ini berubah. Dari pembenci burung menjadi pencinta burung. Keahliannya dalam seni lukis yang telah ia mulai sejak usia tiga tahun ia tuangkan dalam bentuk gambar burung. Untuk mempertajam lukisannya, ia ikut kursus singkat teknik melukis di Italia. Hanya teknis melukis saja yang ia perdalam, bukan alirannya.

Memang, tidak mudah menekuni profesi ini, terlebih bila dikaitkan dengan finansial. Alias request by order. Menurut Paulo, motivasi dari keluarga dan rekan-rekannya sesama pengamat burung di Portugal membuat semangatnya tidak pernah padam. Dengan kemampuannya ini pula ia ingin menyatakan kepada masyarakat dunia bahwa semua makhluk hidup yang ada di bumi harus dijaga. Melalui lukisan burung, ia menyampaikan pesannya itu.

Lewat karyanya juga, Paulo telah mengunjungi lima negara: Inggris, Swiss, Maroko, Spanyol, dan Brasil. Indonesia? Merupakan negara ke enamnya sekaligus sebagai negara pertama di asia yang sudah dua tahun terakhir ia idamkan.

Seperti yang disampaikan Astrid, kesempatan kita untuk menjadi ilustrator/pelukis burung sangatlah besar. Indonesia memiliki jumlah jenis burung melimpah, bahkan orang luar seperti halnya Paulo rela datang hanya untuk melihat jenis burung yang tidak ada di negaranya. “Peluang ini harusnya kita gunakan, jangan sampai nantinya kita melihat jenis burung Indonesia justru di negara orang.”

Berdasarkan data Burung Indonesia – organisasi nirlaba yang berkiprah dalam pelestarian burung liar dan habitatnya – Indonesia di tahun 2013 memiliki  1.605 jenis burung. Atau, sekitar 16% dari total jenis burung yang ada di dunia. Jumlah ini menobatkan negara kita dalam posisi lima besar dunia bersama Columbia, Peru Brasil, dan Ekuador.

Dari jumlah tersebut, tercatat 126 jenis tergolong terancam punah. Rinciannya adalah 19 jenis Kritis (Critically Endangered/CR), 35 Genting (Endangered/EN), dan 72 Rentan (Vulnerable/VU). Semua jenis itu, masuk dalam Daftar Merah (Red List) International Union for Conservation of Nature (IUCN). Sementara, jenis endemik Indonesia jumlahnya 380 jenis.

Tertarik menjadi ilustrator sekaliber Paulo? Berikut, empat kiat menarik darinya. Pertama, pelajari dahulu sifat burung yang akan dilukis di alam liar. Caranya dengan melakukan pengamatan. Kedua, bandingkan wujud burung tersebut dengan foto, ilustrasi yang ada, atau melalui video. Ketiga, mulailah dengan sketsa halus sebelum membuat guratan detilnya. Keempat, warnailah dengan tidak melupakan akurasi bentuk aslinya. Selamat mencoba.

Inilah burung maleo hasil karya Paulo yang dikerjakan kurang dari setengah hari lengkap dengan detilnya. Foto: Rahmadi Rahmad
Inilah burung maleo hasil karya Paulo yang dikerjakan kurang dari setengah hari lengkap dengan detilnya. Foto: Rahmadi Rahmad
Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,