Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) merupakan kejadian yang tiap tahun terus berulang. Kabut asap yang diakibatkan juga menimbulkan permasalahan kesehatan, gangguan aktivitas kehidupan sampai dengan protes dari negara tetangga. Salah satu penyebab terulangnya karhutla adalah penegakan hukum yang lemah, karena kurangnya bukti-bukti yang menyakinkan di pengadilan.
Oleh karena itu, pemerintah dengan dikomandoi Badan Pelaksana (BP) REDD, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan World Resources Institute (WRI), serta melibatkan berbagai instansi pemerintah, pihak swasta dan partisipasi masyarakat, pada pertengahan minggu kemarin meluncurkan sistem canggih dan mutakhir untuk mengatasi karhutla. dan kabut asap.
Sistem yang diberi nama Karhutla Monitoring System (KMS) melibatkan sistem Global Forest Watch Fires (GFW-Fires) yaitu sebuah platform online untuk memonitor dan merespon kebakaran hutan dan lahan di Asia Tenggara.
KMS ini bekerja berdasarkan citra satelit dengan resolusi tinggi dari DigitalGlobe (penyedia citra satelit terkemuka), mengeluarkan peringatan dari NASA dalam waktu yang mendekati aktual, menyebarkan peringatan melalui sistem pesan singkat SMS, menampilkan peta konsesi dan penggunaan lahan, dan kegunaan lainnya.
Sistem GWF-Fires mampu menghasilkan citra satelit dengan resolusi sangat tinggi dari DigitalGlobe, dimana satelit mampu mengirimkan citra kebakaran hutan terkini dengan resolusi sedetil 50 x 50 cm.
Dengan data dan kemampuan lengkap tersebut, KMS dapat diperoleh lokasi tepat terjadinya kebakaran dan memperkirakan pihak yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut.
Kepala Badan REDD+, Heru Prasetyo disela-sela acara peluncuran tersebut mengatakan dengan penggunaan peta berskala 50 x 50 cm, maka menjadi alat bukti yang paling kuat untuk menyeret pelaku pembakar hutan ke pengadilan. “Kita gunakan peta yang paling mutakhir, data yang paling terakhir, dengan data satelit resolusi 50 x 50 cm. Makin tajam (peta satelit yang dipakai) makin bisa dibuat bukti. Dengan peta skala itu (50 x 50 cm), yang nuduh juga gak ngawur,” katanya.
KMS yang dioperasikan di Kantor BP REDD+ Jakarta tersebut, juga akan disediakan di Kantor Presiden di Bina Graha, Kantor Wakil Presiden, BNPB, Kantor Pemprov Riau, Kemenhut, Kemenko Kesra.
KMS ini mempunyai tiga tujuan penggunaan yaitu pencegahan, pengawasan dan penegakan hukum. Pencegahan karhutla dengan menyediakan analisa untuk memprediksi kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Pencegahan karhutla yaitu dengan menginformasikan data paling mendekati waktu sesungguhnya di lapangan dan menyeleksi informasi kepada pemangku kepentingan tertentu untuk mengendalikan api.
Dan penegakan hukum yaitu dengan menyediakan data berbasis fakta dan informasi seputar pelanggaran kebakaran hutan dan lahan untuk ditindaklanjuti secara hukum.
Selain penggunan data satelit berskala 50 x 50 cm, KMS juga akan menggunakan pesawat nirawak alias drone yang akan diterbangkan ke lokasi kebakaran. Data dari drone ini juga bakal digunakan sebagai bahan bukti ke pengadilan.
Heru Prasetyo mengatakan selain sistem KMS dan alat canggih drone, pendekatan multidoor (multidoor approach) yang telah diluncurkan oleh UKP4, juga akan terus digunakan untuk menangani kasus-kasus terkait lingkungan dan hutan.
Dengan penggunaan sistem, alat canggih dan pendekatan menyeluruh, diharapkan penindakan hukum bisa efektif dilakukan sehingga terdapat efek jera bagi pelaku, dan pada akhirnya bisa mengurangi kejadian karhutla di Indonesia.