,

Degradasi Hutan Desa di Musi Banyuasin Memprihatinkan

Pembalakan liar dan pembukan lahan merupakan tantangan berat bagi pengelolaan hutan desa di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan. Terutama, di Hutan Desa Muara Merang dan Hutan Desa Kepayang.

Hutan Desa Muara Merang yang luasnya 7.250 hektar terus terdegradasi. Berdasarkan peta citra landsat 2002, tutupan hutan kerapatan tingginya sebesar 62 persen dan kerapatan rendahnya 27 persen. Sisanya, semak belukar, kebun, dan lahan terbuka. Sedangkan tahun 2009, hutan kerapatan tingginya menurun menjadi 36 persen, dan kerapatan rendah 24 persen. Sementara, belukar yang tahun 2002 hanya 2 persen meningkat menjadi 20 persen pada 2009.

Kondisi ini makin parah pada 2013. Hasil investigasi Wahana Bumi Hijau (WBH) menunjukkan, penebangan liar masih terjadi di areal Hutan Desa Muara Merang dan sekitarnya yang termasuk dalam Hutan Produksi Lalan.

Padahal, sejak SK Penetapan Areal Kerja Hutan Desa Muara Merang tahun 2010, upaya pemberantasan illegal logging telah dilakukan. Lembaga Pengelola Hutan Desa Muara Merang pun telah membentuk Satuan Tugas Hutan Desa dan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk patroli bersama. Namun, hal tersebut belum menghentikan laju para penebang liar.

Adiosyafri, pegiat dari WBH Sumatera Selatan, menuturkan bahwa hutan desa memberi akses kepada masyarakat untuk mengelola hutan secara lestari. “Pengawasan dan pengendalian terhadap kerusakan penting untuk dilakukan, “ucapnya.

Demikian halnya dengan Hutan Desa Kepayang, yang letaknya di kawasan Hutan Produksi Lalan, Musi Banyuasin. Studi degradasi hutan yang dilakuan WBH Sumsel menunjukan, Hutan Desa Kepayang yang  luasnya enam ribu hektar dengan hutan kerapatan tinggi sebesar 29 persen pada 2010 turun drastis menjadi 12 persen pada 2013. Sedangkan hutan kerapatan sedangnya mengalami peningkatan dari 21 persen pada 2010, menjadi 32 persen pada 2013.

“Kalau dahulu hutan masih dipenuhi kayu meranti dan ramin dengan ketinggian mencapai puluhan meter, kini pohon yang tersisa dengan kualitas racuk (rendah) pun menjadi sasaran para pebalok,”ucap Adiosyafri.

Inilah jalur Illegal logging yang digunakan untuk mengeluarkan kayu dari hutan ke sungai di Hutan Produksi Lalan, sekitar Hutan Desa Kepayang, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Foto: Sigid Widagdo
Inilah jalur Illegal logging yang digunakan untuk mengeluarkan kayu dari hutan ke sungai di Hutan Produksi Lalan, sekitar Hutan Desa Kepayang, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Foto: Sigid Widagdo

Amsyahrudin, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Lalan, menuturkan bahwa Hutan Desa Muara Merang dan Kepayang masuk dalam kawasan Hutan Produksi Lalan, yang secara umum memiliki tantangan berat terkait pembalakan.

“Pembalak liar sudah berani menggunakan alat berat. Bahkan, sebuah kanal yang membelah Hutan Desa Muara Merang sepanjang empat kilometer sudah memasuki zona lindung hutan desa ,”katanya.

Menurut Amsyahrudin, akses yang digunakan para pembalak liar di Hutan Desa Muara Merang adalah jalan dari perbatasan Jambi menuju Hutan Tanaman Industri (HTI) Sinar Mas Group. Selain itu juga dari jalur Sungai Muara Merang.

Sedangkan  akses yang digunakan menuju Hutan Desa Kepayang dan sekitarnya adalah Sungai Kritak, Nuaran, Kepayang, serta parit-parit yang berada di areal tersebut. Disinyalir, mereka masuk melalui perkebunan hutan tanaman industri yang berbatasan dengan Hutan Desa Kepayang melalui kanal-kanalnya.

Degradasi hutan di Kabupaten Musi Banyuasin tidak hanya terjadi di hutan desa. Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin mengakui sekitar 50 persen dari 719.976 hektar luas hutan di sana mengalami kerusakan.

Peta Citra Landsat yang menunjukan proses degradasi hutan di Hutan Desa Muara Merang dan Kepayang, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Sumber: WBH
Peta Citra Landsat yang menunjukan proses degradasi hutan di Hutan Desa Muara Merang dan Kepayang, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Sumber: WBH

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,