Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyerukan Pemerintah Jawa Tengah dan Rembang menghentikan kegiatan PT. Semen Indonesia dan operasi perusahaan-perusahaan tambang lain di Rembang. Setelah itu, lakukan audit lingkungan menyeluruh terhadap perusahaan-perusahaan itu. Demikian pernyataan sikap PBNU bersama Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumberdaya Alam (FNKSDA) di Jakarta, Jumat (15/8/14).
PBNU juga mendukung sepenuhnya aksi warga Rembang menuntut penghentian pendirian pabrik semen, atas pertimbangan besarnya daya rusak ekologis masyarakat di masa depan.
Sejak 16 Juni 2014, warga Rembang dari beberapa desa aksi bertahan di lokasi rencana pembangunan pabrik dengan membuat tenda. Sekitar 100-an ibu-ibu, dalam dua bulan ini hidup di tenda siang dan malam.
“Sangat mengapresiasi perjuangan ibu-ibu. Pemerintah harusnya malu, ibu-ibu sampai turun aksi. Pertama kali yang harus dituntut batalkan pendirian pabrik semen di Kendeng itu adalah pemerintah,” kata M Imam Aziz dari PBNU.
Organisasi agama Islam terbesar di Indonesia ini juga mendesak aparat mengusut kasus-kasus intimidasi terhadap warga sekitar wilayah tambang dan memperlakukan para pemrotes manusiawi dengan sungguh-sungguh menjamin perlindungan hak-hak asasi mereka.
Pada hari itu di Jakarta, PBNU dan FNKSDA mengadakan pertemuan dengan Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) dan perwakilan warga Rembang. Adapun penggagas pertemuan yang didukung KH Masdar F Mas’udi selaku Rais Syuriyah PBNU ini, antara lain, dari PBNU KH Yahya Tsaquf, KH Abbas Mu’in, dan M. Imam Aziz. Lalu, dari FNKSDA ada Ubaidillah, Bosman Batubara dan Roy Murtadlo.
Dorong perubahan tata kelola SDA
Selain membahas Rembang, dalam pertemuan itu juga menghasilkan beberapa poin menyikapi tata kelola SDA di negeri ini. Termasuk memberikan dukungan pada Gerakan Samarinda Menggugat (GSM) dalam menegakkan kedaulatan lingkungan bagi warga Kota Samarinda dan Kalimantan Timur.
PBNU dan FNKSDA juga mendukung langkah-langkah pembicaraan substansial menuju konsensus nasional tentang paradigma tata kelola ekonomi SDA secara komprehensif. Tujuannya, menjamin kepentingan rakyat banyak dan pemeliharaan lingkungan hidup.
Untuk itu, PBNU menyatakan perlu langkah-langkah perubahan paradigma tata kelola SDA. PBNU mendesak pemerintahan baru bisa membentuk instansi khusus menangani permasalahan konflik SDA di seluruh Indonesia.
“Tugas pertama instansi ini me-review semua perizinan pengelolaan SDA di Indonesia,” kata Ubaidillah, membacakan poin-poin pernyataan sikap.
Selain itu, mereka mendorong pemerintah untuk membentuk badan konstitusi di bagian hulu sebelum perumusan rancangan UU. Hingga fungsi Mahkamah Konstitusi yang berada di hilir dan pasif, tertutupi di hulu hingga menjadi aktif dan preventif agar produk hukum sesuai konstitusi.
Lalu, mendorong pemerintahan menginisiasi pengadilan lingkungan dengan salah satu tugas utama eksaminasi dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Ini sekaligus mengantisipasi pendangkalan makna “partisipasi” dalam penyusunan Amdal. Sebab, selama ini “partisipasi” berubah menjadi “mobilisasi,” prosedural, dan meminggirkan kualitas dan substansi partisipasi.
PBNU juga menginstruksikan jajaran NU berperan aktif dalam pengawasan praktik-praktik ekstraksi SDA di lingkungan masing-masing. “Intinya, demi memperjuangkan kepentingan rakyat banyak dan memelihara kemaslahatan alam.”