Perda Larangan Tambang Sulit Diwujudkan

Desakan masyarakat Balikpapan kepada pemerintah kota dan DPRD untuk segera menetapkan Peraturan Daerah tentang Larangan Penambangan Batubara sepertinya sulit diwujudkan. Pasalnya, keinginan ini dinilai bertentangan dengan Undang‑undang Dasar (UUD) 1945 dan Undang‑undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Ketua DPRD Balikpapan Andi Burhanuddin Solong mengatakan, ada tiga landasan yang perlu diperhatkan dalam menyusun dan menetapkan perda tersebut yaitu landasan yuridis, sosiologis, dan filosofis.

Landasan yuridis diartikan sebagai kepatuhan terhadap azas hukum ke atas atau regulasi yang lebih tinggi. Landasan sosiologis tentang kearifan lokal dan landasan filosofis merumuskan bahwa perda yang dibuat tidak boleh lepas dari koridor lima sila. “Satu saja tidak terpenuhi maka kita tidak boleh membuat perda,”ujarnya

Larangan penambangan batubara diakui menjadi dilema bagi Kota Balikpapan. Di satu sisi kehendak masyarakat yang mengharamkan penambangan harus diakomodir, namun di sisi lain amanat undang-undang justru membolehkannya. Karena itu, Pemkot Balikpapan dan DPRD harus mencari celah agar harapan masyarakat tidak sirna dengan sendirinya.

“Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menyatakan bahwa bumi, air, beserta kekayaan di dalamnya dikuasi oleh negara untuk kemakmuran rakyat. Berarti batubara harus dikelola, tapi kan rakyat Balikpapan tidak menginginkan. Adanya UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang inilah yang bisa kita gunakan,” jelasnya.

ABS, biasa disapa, menyatakan, UU 26/2007 selama ini menjadi celah untuk mengakomodir aspirasi masyarakat Balikpapan. Dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Balikpapan, pemerintah berkomitmen menetapkan kawasan hijau 52 persen dan kawasan terbangun 48 persen. Di dalamnya juga tegas disebutkan larangan penambangan batu bara. Hanya saja, perda ini berlaku 20 tahun.

Selain Perda RTRW, Pemerintah Kota Balikpapan sebenarnya juga telah menerbitkan Peraturan Walikota tentang larangan aktivitas penambangan. Perwali itu ditetapkan ketika Walikota Imdaad Hamid (2006-2011) menjabat dan masih dipertahankan hingga sekarang. Namun, tak ada jaminan apakah walikota berikutnya siap menjalankan komitmen tersebut.

“Yang jadi persoalan, ada permintaan dari pusat agar batubara yang ada di daerah dikelola. Jadi, ada kemungkinan Perda RTRW direvisi. Ini yang harus dijaga DPRD dan Pemkot, apabila tidak pupuslah harapan rakyat ini,” tandas ABS.

Desakan penetapan Perda Larangan Penambangan terakhir kali disuarakan oleh Forum Peduli Lingkungan Hidup (FPLH) Balikpapan pada 24 April lalu. Aspirasi itu disampaikan ke DPRD seiring peringatan hari lingkungan hidup yang jatuh pada 22 April.

Mantan Walikota Balikpapan Imdaad Hamid berharap, Kota Balikpapan tetap pada komitmennya menerapkan anti pertambangan di Balikpapan. Sebagaimana yang diketahui hingga tahun 2012, Balikpapan tidak satupun mengeluarkan izin pertambangan baik IUP maupun PKB2B.

Dinas Tata Kota dan Perumahan (DTKP) Balikpapan mencatat lahan yang tersisa untuk permukiman kini tinggal 20 persen. Sisa lahan tersebut diperkirakan bisa bertahan hingga 20-30 tahun ke depan. “Lahan permukiman yang tersisa sekitar 20 persen, karena masih banyak yang belum dimafaatkan,” ujar Kepala Bidang Perumahan DTKP Abidinsyah Idris.

Menurut Abidinsyah, potensi kandungan batubara yang ada di Balikpapan dekat dengan permukiman penduduk. Beberapa tempat berbatasan langsung dengan Kabupaten Kutai Kartanegara.

Lingkungan di Kota Balikpapan penting untuk dipertahankan. jangan tergiur godaan tambang. Foto: Hendar
Lingkungan di Kota Balikpapan penting untuk dipertahankan. Jangan tergiur godaan tambang. Foto: Hendar

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,