Aktivitas Angkutan Batubara Langgar Hak Publik

Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Nur Kholis mengatakan, ada dua pelanggaran hak publik yang dilakukan akibat aktivitas angkutan batubara di Sumatera Selatan (Sumsel). Pertama, mengambil jalan umum milik publik yang menyebabkan kecelakaan, kemacetan, kerusakan jalan, serta polusi udara. Kedua, terganggunya hak keselamatan publik dalam menggunakan jalan umum.

Pernyataan Nur Kholis tersebut terkait kecelakaan yang dialami Puput bin Iswandi (39), Kamis (7/8/2014) lalu, yang menewaskan istrinya Nopri Apriani (30) yang tengah mengandung empat bulan, serta tiga anaknya Septiana (10), Muhammad Arpan (8), dan Iza Karmia Sabila (2). Keempatnya tewas terlindas.

“Harus ada aturan hukum yang melindungi hak publik dari aktivitas angkutan batubara. Baik ketertiban, sanksi administrasi, juga pidana atau perdata terhadap pelanggaran hak publik tersebut,” ujar Nur Kholis, beberapa waktu lalu.

Setahu saya, Gubernur Sumsel telah mengeluarkan aturan terkait pelarangan truk pengangkut batubara melintasi jalan umum. Apakah aturan itu mendapat dukungan dari semua pihak yang terkait. “Jika belum, demi kepentingan masyarakat umum, semua pihak harus melakukan koordinasi dalam menegakkan aturan tersebut,” jelasnya.

Surat keputusan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin tentang larangan angkutan batubara melintas di jalan umum dikeluarkan sejak 1 April 2012. Sampai saat ini belum dicabut. Namun, perusahaan angkutan batubara cenderung tidak mengindahkan aturan itu.

Mereka protes ke Gubernur Sumsel dan DPRD, menilai aturan tersebut tidak dibarengi jalan khusus angkutan batubara, awal 2013 lalu. Jalan Servo yang menghubungkan Kabupaten Lahat menuju Muara Enim yang diperuntukkan khusus angkutan batubara, dianggap tidak layak dilalui.

Sementara, Alex Noerdin menilai secara tersirat, jalan khusus batubara bukan tanggung jawab Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Tetapi, tanggung jawab perusahaan pertambangan batubara yang beroperasi di wilayah Sumatera Selatan dan pemerintah pusat.

“Keputusan persyaratan tetap di tangan Kementerian Perhubungan. Pemerintah Sumsel hanya memberikan rekomendasi terkait usulan tersebut,” katanya, Senin (11/8/2014).

4.000-an truk

Diperkirakan, setiap hari sekitar 4.000-an truk lalu-lalang mengangkut batubara dari Lahat menuju Muara Enim. Adapun jalan umum, baik jalan negara, kabupaten, kota maupun provinsi, yang digunakan sepanjang 669 kilometer. Rutenya Lahat-Kotabumi sepanjang 383 kilometer, Lahat-Palembang sepanjang 276 kilometer, serta Palembang-Tanjung Api-api yang melintasi wilayah jalan umum di Palembang sepanjang 10 kilometer.

Dampaknya, terjadi kemacetan di sepanjang jalan tersebut. Kemacetan yang sering terjadi di sepanjang jalan Indralaya-Palembang dikarenakan truk pengangkut batubara bertemu dengan kendaraan umum dari Jalan Lintas Timur Sumatera.

Selain menganggu kenyamanan, angkutan batubara ini juga menyebabkan kecelakaan. Pada 2014 ini ada dua kecelakaan. Selain kecelakaan yang menyebabkan keluarga Puput bin Iswandi di Prabumulih tewas di tempat, pada Maret lalu enam orang di Desa Ujan Mas mengalami luka berat akibat truk batubara menabrak bus yang mereka tumpangi.

Masyarakat Desa Ujan Mas, Muaraenim, pada 2012 juga pernah membakar sebuah truk batubara setelah menabrak dua warga setempat yang tengah mengendarai sepeda motor.

Bahkan dua anggota polisi tewas setelah kendaraan yang mengangkut mereka bertabrakan dengan truk batubara di Kilometer 9, Desa Gasing, Tanjung Api-api, Banyuasin, pada 4 Mei 2011.

Kepala Dinas Perhubungan Sumsel Musni Wijaya mengatakan, pihaknya akan melakukan tilang ditempat terhadap truk angkutan batubara yang tertangkap melintasi jalan umum. Baik jalan nasional maupun jalan provinsi. “Kami telah mengirimkan surat ke pengadilan untuk dibuatkan draf atau kisaran denda,” katanya.

Selain menggunakan truk, para pengusaha batubara ada juga yang menggunakan kereta api seperti yang dilakukan PT. Batubara Bukitasam dengan rute Tanjung Enim-Panjang dan Tanjung Enim-Palembang. Angkutan lainnya menggunakan kapal tongkang yang melalui Sungai Musi.

Aksi ribuan truk pengangkut batubara di kantor Gubernur Sumsel awal 2013 lalu. Mereka protes peraturan yang melarang truk melintas di jalan umum. Foto: Taufik Wijaya
Aksi ribuan truk pengangkut batubara di kantor Gubernur Sumsel awal 2013 lalu. Mereka protes peraturan yang melarang truk melintas di jalan umum. Foto: Taufik Wijaya

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,