BIG Siapkan Aplikasi Peta Partisipatif, Bisakah Menjawab Soal Wilayah Adat?

Badan Informasi Geospasial (BIG) mengundang semua kalangan ikut andil dalam melengkapi peta dasar nasional lewat penyediaan aplikasi peta partisipatif. Jadi, setiap orang bisa menambahkan informasi pada peta dasar ini karena aplikasi dirancang ramah pengguna (user friendly).

BIG bekerja sama dengan Badan Pengelola REDD+ dengan harapan inisiatif ini bisa menjadi salah satu upaya melengkapi satu peta (one map). Bagi BP REDD+, soft launching pada Senin (25/8/14) merupakan suatu kemajuan yang baik dalam menyukseskan one map, dan meningkatkan transparansi lewat pelibatan partisipasi masyarakat, termasuk masyarakat adat.

Heru Prasetyo, kepala BP REDD+ menyebutkan partisipasi masyarakat merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan REDD+ dengan infrastruktur one map.

Tak jauh beda dikatakan Tjokorda Nirarta Samadhi, Deputi Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan. Dia mengatakan, peta partisipatif ini langkah maju perpetaan Indonesia.

“Belum pernah masyarakat punya fitur resmi untuk perbaiki peta,” katanya.

Selama ini katanya, masyarakat mempunyai produk atau inisiatif yang ingin disebarkan tetapi belum memiliki fasilitas. Dengan, aplikasi ini masyarakat bisa memasukkan data dan ikut memperbaiki informasi dalam peta dasar.

Namun, dia mengingatkan, tak semua hasil pemetaan partisipatif bisa masuk ke peta formal yang dibuat dengan kriteria-kriteria tertentu. Namun, dia berharap, dengan peluncuran ini standard operating procedure (SOP) dan protokol yang dibuat BIG makin baik dan lengkap.

Menurut Samadhi, penyatuan peta memang bukan pekerjaan mudah, perlu proses panjang, tak hanya masalah teknis juga kesiapan birokrasi.

Dodi Sukmayadi, Deputi Informasi Geospasial Dasar BIG mengatakan,  informasi yang masuk dari partisipasi masyarakat akan diverifikasi BIG. Namun, jika sudah tematik, seperti wilayah adat, maka masing-masing sektor terkait yang memverifikasi.

Berbeda pandangan dengan Dodi, Samadhi menyebutkan khusus wilayah adat harus ada kekhususan. Menurutnya, jika menanti masing-masing sektor bergerak memverifikasi akan memakan waktu lama. Jembatan yang bisa dipakai di sini adalah dengan menggunakan peta tematik wilayah adat yang sudah dibuat harus menjadi rujukan termasuk bagi penataan ruang di daerah.

“Minta semua pihak yang terlibat dalam penyusunan tata ruang untuk lihat ke sana (peta tematik wilayah adat). Jika ada yang bersinggungan harus konsultasi dulu.”

Wilayah adat Kajang di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Pemetaan wilayah penting untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan akibat ketidkajelasan batas wilayah. Foto: Christopel Paino

Masih jauh dari harapan

Kasmita Widodo, kepala Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) mengatakan, aplikasi peta BIG ini belum menjawab keperluan dari masyarakat adat.

Mengapa? Antara lain, layer operasional (informasi) yang disediakan dalam aplikasi itu terbatas dan umum, seperti fasilitas jalan, gedung atau nama daerah. Sedang peta wilayah masyarakat adat itu tematik berisi informasi spesifik masing-masing wilayah adat.

Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), selama ini telah melakukan pemetaan partisipatif wilayah adat. Peta partisipatif wilayah adat seluas 1,2 juta hektar telah diserahkan ke BIG sejak 2012. Namun, hingga kini data itu ‘nganggur’ alias tak tampil dalam peta nasional karena belum ada wali data yang akan memverifikasi hasil pemetaan itu.

“Jadi, peta partisipatif masyarakat adat jika dimasukkan dalam aplikasi ini akan kehilangan makna. Paling yang masuk nama-nama tempat. Tak menjawab persoalan pemetaan wilayah adat.”

Padahal, katanya, yang paling mendasar bagi AMAN dan JKPP peta itu bisa menjadi klaim wilayah adat. Kasmita menyarankan,  ke depan, BIG harus membuat sistem aplikasi yang memuat peta partisipatif masyarakat adat sebagai peta tematik. “Bukan hanya komponen dari peta dasar BIG.”

Sampai sekarang, katanya, peta wilayah adat yang sudah diserahkan ke BIG belum bisa masuk sebagai peta tematik. Sebab, sampai saat ini belum ada yang menjadi wali data. Otomatis, peta wilayah adat belum ada yang memverifikasi.

Tampilan peta kita
Tampilan aplikasi partisipatif: petakita, dapat diakses pada http://petakita.ina-sdi.or.id/pempar/

Senada diungkapkan Kiki Taufik, dari Greenpeace. Dia mengapresiasi langkah BIG menyediakan aplikasi peta partisipatif bagi masyarakat tetapi belum bisa menjawab soal pemetaan wilayah adat.

Padahal, katanya, pemetaan partisipatif wilayah adat itu urgen tampil dan masuk dalam peta nasional serta menjadi rujukan masing-masing daerah. Sebab, dari hari ke hari lahan dan kehidupan warga adat terancam baik oleh perkebunan, HTI sampai tambang.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,