, , ,

Soal Reklamasi Teluk Benoa, Komnas HAM Buka Posko Pengaduan. Ada Apa?

Intimidasi pada para penolak reklamasi Teluk Benoa, Bali Selatan, makin meluas. Sejumlah baliho, spanduk dan bendera yang menyuarakan penolakan dirusak. Komnas HAM pun membuat posko pengaduan di kantor walhi Bali pada Rabu (27/8/14). Sejumlah pemuda (Sekaa Teruna Teruni) dan Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI) melaporkan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Laporan dugaan pelanggaran HAM ini sudah kali kedua. Pertama di Jakarta, 20 Januari lalu, ForBALI audiensi dan melaporkan kasus reklamasi Teluk Benoa oleh PT Tirta Wahana Bali International (TWBI) kepada Komnas HAM. Mereka juga mengadukan ke Ombudsman terkait dugaan maladministrasi oleh Gubernur Bali.

Kali ini, kelompok pemuda banjar, institusi warga adat di Bali, melaporkan intimidasi kepada penolak reklamasi. Kadek Duarsa, ketua Lembaga Perwakilan Masyarakat (LPM) Tanjung Benoa mengatakan,  sebagian warga resah dan diadu domba. “Saat aksi tolak reklamasi Teluk Benoa 15 Agustus lalu kami diawasi ratusan orang berbadan kekar berbaju hitam. Sampai 18 Agustus masih ada 30an orang nongkrong di markas. Warga resah mau menghadang,” katanya.

Duarsa melaporkan kasus terakhir, Rabu (27/8/14) ada pencabutan delapan bendera tolak reklamasi di Teluk. “Kami melihat yang mencabut bendera menggunakan boat TNI.”

Dia menduga, pencabutan bendera karena Joko Widodo, presiden terpilih akan bertemu Susilo Bambang Yudhoyono di Nusa Dua, pada 27-28 Agustus ini. ForBALI menerima dan mendokumentasikan ada 20 baliho dirusak di sejumlah lokasi.

Kondisi ini, katanya, berpotensi menimbulkan konflik antarwarga. Padahal, Komnas HAM sudah mengirimkan surat kepada Gubernur Bali agar menghindari konflik horizontal antar warga Tanjung Benoa dengan warga lain.

Perbandingan peta prepres lama dan yang baru ditandatangani SBY. Sumber: ForBAli
Perbandingan peta prepres lama dan yang baru ditandatangani SBY. Sumber: ForBAli

Laporan juga datang dari Kadek Boby Susila, dari Banjar Suwung Kauh. Dia mengatakan, pemberangusan berpendapat terjadi beberapa kali. Pertama, Mei lalu polisi mengambil baliho dengan alasan SBY mau melintas saat membuka pesta kesenian Bali.

Kedua, dua minggu lalu baliho baru dirusak. Pemuda dusun pesisir Bali selatan ini menambal bagian yang dirobek. Ketiga, kembali dirusak menjelang kedatangan Jokowi dan SBY.

“Kenapa baliho lain seperti ormas-ormas tak dicabut. Ini aspirasi kami, merasa diintimidasi seolah kita tak boleh ngomong.”

Keluhan senada dari Adi Aprianta dari Banjar Bukit Buwung Kesiman. “Kami pemuda ingin tahu banyak dan bersuara. Bagaimana lagi cara kami protes?”

Angga Sujana dari Desa Kedonganan juga mengeluh pimpinan desa banyak cuek dengan reklamasi. Baliho penolakan dirobek, setelah ada baliho tandingan, pro reklamasi, dipasang berhadapan.

Otto Nur Abdullah, komisioner Komnas HAM menyampaikan tiga hal. Pertama, ada dugaan pelanggaran hukum karena Perpres 51/2014 tentang revisi kawasan konservasi melabrak desentralisasi yakni Perda Rancangan Tata Ruang Wilayah Bali. Kedua, dugaan sterilisasi dengan melarang kebebasan berpendapat. Ketiga, dugaan pelanggaran hak lingkungan dan berpotensi mengancam budaya Bali. “Kalau ada lagi terror dan intimidasi laporkan ke polisi, warga harus dilindungi. Polisi harus menindaklanjuti.”

Otto didampingi sejumlah staf Komnas HAM seperti Johan Effendi kepala Biro Administrasi Penegakan HAM. Johan mengatakan, di Bali pengaduan sedikit padahal banyak dugaan pelanggaran HAM. Karena, mereka proaktif membuka posko pengaduan dan sosialisasi di sejumlah lembaga. “Kasus dominan di Komnas HAM adalah pertentangan pemodal besar dengan rakyat.”

Suriadi Darmoko, direktur eksekutif Walhi Bali meminta pengaduan ini disampaikan ke Presiden karena kondisi sudah tak kondusif.

Dia mengatakan, ada konsolidasi terpusat melegalkan reklamasi sepihak tanpa melibatkan pihak yang kontra. Dia mencontohkan, perbedaan pendapat antara pusat dan daerah. Dipo Alam, sekretaris Presiden menyatakan perpres permintaan daerah. Di Bali menyebut, sebagai inisiatif pusat.

Sebelumnya, Komnas HAM menindaklanjuti laporan awal ForBALI dengan menyampaikan catatan penting kepada Gubernur Bali. Isi surat antara lain, mendorong suasana kondusif menghindari konflik horizontal antara masyarakat Tanjung Benoa maupun masyarakat Bali. Lalu, meminta gubernur memperhatikan dan mempelajari data dan informasi sebagaimana disampaikan pengadu untuk kepentingan perlindungan HAM.

Subkomisi mediasi kunjungan kerja ke Bali dan bertemu antara lain DPRD, Gubernur Bali,  masyarakat pengadu dan peninjauan lokasi.

“Masyarakat harus diberi ruang berpartisipasi penuh dalam pengelolaan lingkungan agar tercipta pariwisata bertanggungjawab dan berkelanjutan,” kata Nur Kholis, komisioner Komnas HAM dalam surat ini.

Baliho Bali tolak reklamasi yang dirobek. Foto: Luh De Suriyani
Baliho Bali tolak reklamasi yang dirobek. Foto: Luh De Suriyani

Jokowi datang, warga sambut dengan aksi tolak reklamasi

Walau baliho dirusak sejak dua hari sebeum Joko Widodo, tiba di Bali, warga menggelar aksi penolakan reklamasi.

Sejumlah warga dan pengurus adat tiga desa di Bali selatan yakni Tanjung Benoa, Kedonganan, dan Kelan aksi tolak reklamasi Teluk Benoa, Kamis (28/8/14).

Tiap pengurus desa adat menyatakan pendapat kenapa tidak boleh ada pulau buatan baru di Teluk Benoa. Ketiga desa itu wilayah pesisir dan terancam rob, jika ada reklamasi.

Desa Adat Kelan paling kompak karena seluruh dusun membuat paruman desa dan mengirimkan surat penolakan ke SBY. Lebih 100 warga Kelan mulai aksi dengan bersembahyang di Pura Dalem.

Seusai persembahyangan, warga Kedonganan jalan kaki membawa poster dan spanduk tolak reklamasi. Di Jaba Pura sudah berkumpul warga Tanjung Benoa, Kuta, Sanur, Denpasar, dan lain-lain.

Agus Kartika dari Tanjung Benoa mengatakan, seharusnya mereka turun ke jalan namun aparat dan pemerintah kabupaten tak mengizinkan karena banyak rombongan pejabat melintas.

Warga Kelan menggunakan kaos dengan tagline Revolusi Mental Jokowi. Mereka meneriakkan agar Jokowi membatalkan Perpres 51/2014 yang merevisi kawasan konservasi. Spanduk-spanduk serupa juga dibentangkan di sekeliling tembok pura.

Jero Bendesa adat Kelan I Made Sudita mengatakan, berharap aksi ini menarik perhatian Jokowi. Warga memiliki harapan dengan pemerintahan baru. “Hasil Sabha Desa sudah memutuskan tolak reklamasi. Sudah kirim surat ke SBY. Kita jangan jadi budak di tanah sendiri.”

Nyoman Parta, prajuru adat Kelan juga guide kerap ditanya turis mengenai perubahan Bali. “ Untuk apa ngurug pasir, kok ngotot sekali.”

Mengenai alasan pemerintah demi kesejahteraan rakyat juga hanya mitos. “Harusnya kelestarian lingkungan untuk kesejahteraan generasi Bali.”

Sejumlah tokoh masyarakat dan warga dalam aksi menyatakan model wisata kerakyatan di pesisir lebih adil. Jika resor elit diizinkan akan menurunkan kunjungan wisatawan ke Kedonganan. Sebab, teluk mereka mendapat pemandangan lebih wah setelah mengurug laut. Sementara nelayan tak akan bisa bebas mencari ikan lagi di kawasan itu.

Hutan mangrove di Tanjung Benoa terancam hilang jika  reklamasi terealisasi. Foto:  Tommy Apriando
Hutan mangrove di Tanjung Benoa terancam hilang jika reklamasi terealisasi. Foto: Tommy Apriando

Ajak Jokowi blusukan virtual

Jokowi juga mendapat sambutan dari pengguna internet atau netizen yang mengajak pria asal Solo ini blusukan ke sejumlah area dan tempat wisata di Bali secara virtual.

Dimulai dari sarapan di pusat kuliner laut di Pulau Serangan yang direklamasi perusahaan keluarga Soeharto pada 1994 ini. Jokowi diajak makan seafood–setelah belasan tahun warga berusaha memperbaiki pesisir ini dari kerusakan dampak reklamasi.  Usaha rumput laut dan ikan hias hancur lebur karena ekosistem rusak. Luas Serangan kini empat kali lipat asli.

“Sejak reklamasi warga desa adat & BTID berkonflik karena pembagian hak milik,” kicau akun Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi.

Blusukan virtual sampai di Karangasem. Di sini ada Pantai Jasri mengalami abrasi, dan rencana pengambilan materi reklamasi di Teluk Benoa dari perairan kabupaten di Timur Bali. Jokowi diingatkan potensi kehilangan pulau-pulau kecil di Kepulauan Riau yang menjual pasir untuk reklamasi di negara tetangga.

Perjalanan berlanjut ke Pasar Sukawati, lokasi pertama blusukan Jokowi yang diliput media di Bali. Ada dokumentasi foto Jokowi membeli udeng dan istrinya, Iriana, membeli oleh-oleh.

Berlanjut ke Bali Selatan. Misal, Pecatu memiliki sejarah kelam dan panjang konflik tanah antara Bali Pecatu Graha dan petani serta pemilik tanah warga setempat.

Sampai kini, ada warga yang lahan dan rumah terisolasi karena menolak ganti rugi yang dinilai tak sepadan. Seperti perjuangan I Wayan Rebho, yang pernah ditangkap dan disel karena protes.

Ribuan netizen terhibur dan seperti larut ikut blusukan yang di-share akun @forBALI, kemudian disebarluaskan banyak pihak. Termasuk selebritis, akademisi, dan anak muda di berbagai tempat. Dalam blusukan ini, Jokowi diajak melihat baliho-baliho tolak reklamasi yang dirusak dua hari terakhir.

rtis dan penulis Happy Salma berorasi dalam aksi demonstrasi ForBali di depan Kantor Gubernur Bali, Denpasar, pada Kamis, 17 Oktober 2013. Gerakan Bali Tolak Reklamasi terus menuai dukungan, termasuk dari kalangan artis nasional. Foto: Ni Komang Erviani
Artikel yang diterbitkan oleh