, , ,

Berharap Usulan 18 Hutan Nagari dari KKN Tematik

Pagi itu, Selasa (26/8/14), sebanyak 54 muda mudi berkumpul di kediaman Gubernur Sumatera Barat. Mereka adalah mahasiswa Kehutanan dari Universitas Muhammadiyah, Sumbar, saat pelepasan KKN tematik pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM).  Dari KKN ini, diharapkan bisa menghasilkan 18 usulan hutan nagari.

Hari itu, hadir antara lain, Gubernur Sumbar, Irwan Prayetno; Kadis Kehutanan Sumbar, Hendri Octavia; Kepala Badan Pengelola REDD+, Heru Prasetyo dan Yuzardi Ma’ad, Wakil Rektor III, Universitas Muhammdiyah serta para bupati.

Khairani Dinl Haq mahasiswa semester V Fakultas Kehutanan mengatakan, sebelum turun ke lapangan mereka diberi perbekalan. “Kita dibekali apa hutan nagari itu. Lalu, gimana kita bersosialisasi dengan masyarakat. Karena yang kita hadapi kan masyarakat langsung,” katanya.

Selain itu, mahasiswa juga diajarkan bagaimana mengusulkan hutan nagari. Tentu, katanya, sesampai di wilayah KKN mereka harus mengenal dan tahu kondisi masyarakat di sana. “Pedekate dulu dengan tokoh-tokoh  masyarakat di sana sebelum mengenalkan hutan nagari.” Pada KKN ini dia ditempatkan di Nagari Sei Lundang, Kabupaten Selatan.

Hendri Octavia, kepada Dinas Kehutanan Sumbar mengatakan, ada 54 orang ditempatkan di 18 nagari, di delapan kabupaten dan kota, antara lain Padang,  Padang Pariaman, dan Pasaman. “Kami harapkan outputnya, terusulkan 18 hutan nagari,” katanya di Padang, hari itu.

Dia mengatakan, usulan hutan nagari nanti tak sekadar membuat permohonan, tetapi diawali sosialisasi. “Berikan pengertian apa itu hutan nagari, membuat pra kondisi kelembagaan, membuat aturan-aturan hutan nagari apabila hutan nagari berjalan, dan lain-lain. Bahkan, sampai, mau diapakan hutan nagari baik secara ekonomi maupun ekologi.”

Dari usulan KKN tematik ini, katanya, Pemerintah Sumbar  menargetkan 500.000 hektar hutan baik di kawasan hutan lindung, produksi, hutan produksi konversi (HPK) menjadi hutan nagari. “Artinya, kita berikan pengelolaan kepada masyarakat. Jadi itu unit-unit kecil dalam memberdayakan dan bekerja sama dengan masyarakat,” ujar dia.

KKN Tematik di Sumbar, yang disebar ke berbagai kabupaten dan kota. Harapannya, mereka mampu mengusulkan 18 hutan nagari. Foto: Sapariah Saturi
KKN Tematik di Sumbar, yang disebar ke berbagai kabupaten dan kota. Harapannya, mereka mampu mengusulkan 18 hutan nagari. Foto: Sapariah Saturi

Dia mengatakan, hutan nagari perlu dibentuk di berbagai wilayah demi menjaga kelestarian hutan. Mengapa? Sebab, kawasan hutan di Sumbar luas akan sulit terjangkau jika hanya dijaga pemerintah.

Dinas Kehutanan, katanya,  diberi tanggung jawab mengelola hutan di Sumbar agar lestari dan sesuai daya dukung dan fungsi. Untuk itu, perlu memperkecil ruang gerak pengelolaan maupun pengawasan.

“Maka, kita bekerja dama dengan unit nagari, dengan kelompok masyarakat untuk kelola satu hamparan hutan tertentu.”

Lewat hutan nagari, mereka akan melakukan perencanaan, pemanfaatan, pemeliharaan sampai penataan dalam satu kawasan agar pemanfaatan hutan tetap sesuai kapasitas dan daya dukung. “Salah satu kita bekerja sama dengan nagari, itu disebut hutan nagari. Di tingkat nasional disebut hutan desa.”

Menurut dia, Dinas Kehutanan akan memberikan pembinaan atau pendampingan, monitoring dan evaluasi terhadap pengelolaan kawasan hutan itu.

Gimana hutan dimanfaatkan, bukan untuk dilihat-lihat saja. Ada manfaat ekonomi, ekologi, sosial dan budaya di sebuah hutan. Maka buat hutan nagari.”

Program ini, kata Hendri, merupakan rencana aksi provinsi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.

Hendri mengatakan, di Sumbar, hutan nagari yang mendapatkan surat keputusan dari Menteri Kehutanan ada dua unit, yang sudah ditetapkan areal kerja sebanyak tujuh lokasi, antara lain di Padang Pariaman dengan total areal sekitar 18.000 hektar.

Irwan Prayetno, Gubernur Sumbar berharap, mahasiswa Kehutanan jadi tulang punggung dalam menjaga hutan. “KKN ini sebenarnya tak hanya demi Indonesia, juga dunia. Karena Indonesia paru-paru dunia,” katanya.

Menurut dia, menjaga hutan sangat penting demi menjaga keseimbangan alam. “Ketika sistem ini diputus oleh ulah manusia, maka akan menciptakan masalah berentet.”

Kerusakan hutan Sumbar terlihat dari tipe tutupan lahan. Data Kementerian Kehutanan, tutupan lahan di Sumbar didominasi kelompok non hutan, mencapai 55,24% dari luas wilayah. Hanya 13,79% masih bertutupan baik berupa hutan primer.

Provinsi ini sebagian besar penduduk bertani atau budidaya aneka tanaman, seperti padi, jagung, kopi, kakao, karet, sampai sawit. Komoditas tanaman pangan paling utama di daerah ini, salah satu jagung, dengan sentra di Kabupaten Pasaman Barat. Luas tanaman jagung di Sumbar, mencapai 43.370 hektar.

Budidaya karet alam di Hutan Nagari Sei Buluh. Foto: Sapariah Saturi
Budidaya karet alam di Hutan Nagari Sei Buluh. Foto: Sapariah Saturi

Dari Buku SLHD Sumbar 2011, disebutkan, di provinsi ini, ada 152 perusahaan pertambangan skala besar dan menengah, 64 pertambangan batubara, 19 tahap eksplorasi, dan 45 perusahaan sudah operasi produksi. Sisanya, mineral logam, batu kapur, silika, clay dan non logam lain. Total luasan lahan yang dibuka pada 2011, 10.527, 6 hektar, dengan total produksi hingga Oktober 2011, sebesar 9.386.581 ton per tahun.

Adapun luas bukaan lahan terbesar batu bara 7.510,08 hektar, terutama di Sawahlunto, Pesisir Selatan, Sijunjung dan Dharmasraya. Meskipun begitu, hasil tambang terbesar dari batu kapur 6.444.585 ton per tahun oleh PT Semen Padang.

Heru Prasetyo, kepala BP REDD+ mengatakan, pesan terkandung dari KKN tematik yang mengusung PHBM ini, bagaimana mengelola hutan dengan baik hingga mengurangi tekanan atau kerusakan.

“Hutan dimanfaatkan tetapi ekologi yang baik tetap bisa dirasakan. Jangan sampai jadi padang pasir macam di Maluku.” Di Maluku, ada pulau-pulau dieksploitasi hingga ‘botak.’ Atau macam pengembangan sawit yang menggerakkan perekonomian tetapi tidak menjaga kelestarian hutan. “KKN ini diharapkan bisa jadi inspirator, sekaligus peserta terinspirasi. Ini proses pembelajaran yang luar biasa.”

Nur Masripatin, Deputi Tata Kelola dan Hubungan Kelembagaan BP REDD+ mengungkapkan, KKN tematik seperti di Padang yang fokus hutan nagari ini salah satu program REDD+. Kegiatan di masing-masing daerah bisa berbeda tergantung problem yang dihadapi, seperti di Riau, karena masalah kebakaran hutan dan lahan, maka kegiatan fokus ke sana.

Menurut dia, program ini tak hanya melibatkan mahasiwa juga staf pengajar, yang dijabarkan dalam ke program universitas. “Ada terkait pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Ini dijalankan melalui network perguruan tinggi.

Melalui berbagai kegiatan ini, katanya,  BP REDD+ ingin menyampaikan pesan-pesan lingkungan terutama terkait kehutanan.

Untuk membangun itu semua, BP REDD+ sudah bekerja sama dengan jaringan universitas di seluruh Indonesia. Ada di level nasional  juga di tujuh region, yakni, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua dan Bali-Nusa Tenggara.

Bagian Hutan Nagari Sei Buluh yang tak boleh diganggu karena berfungsi melindungi kawasan dari bencana dan sumber pasokan air. Foto: Sapariah Saturi
Bagian Hutan Nagari Sei Buluh yang tak boleh diganggu karena berfungsi melindungi kawasan dari bencana dan sumber pasokan air. Foto: Sapariah Saturi
Hendri Octavia, Kadis Kehutanan Sumbar (kiri), Gubernur Sumbar, Irwan Prayetno dan Heru Prasetyo, Kepala BP REDD+, dalam acara pelepasan KKT Tematik. Foto: Sapariah Saturi
Hendri Octavia, Kadis Kehutanan Sumbar (kiri), Gubernur Sumbar, Irwan Prayetno dan Heru Prasetyo, Kepala BP REDD+, dalam acara pelepasan KKN Tematik. Foto: Sapariah Saturi
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,