Melacak Titik Api di Lahan Gambut Sumatera Selatan

Malam hari, bau asap mulai tercium di sejumlah pemukiman di Palembang, Sumatera Selatan. Seperti biasanya, ini pertanda terjadi kebakaran pada sejumlah titik di kawasan hutan dan semak di sekitar Palembang. Mulai dari Ogan Ilir (OI), Ogan Komering Ilir (OKI), dan Banyuasin.

Benar, hasil pemantauan satelit Terra Aqua Modis selama Agustus 2014, ditemukan 253 titik panas (hotspot) di Sumatera Selatan. Titik panas tersebut tersebar di Kabupaten Musi Banyuasin, Musirawas, OKI, Ogan Ilir, Lahat, dan Muaraenim.

Salah satu wilayah yang sangat dikhawatirkan adanya titik panas tersebut berada di lahan gambut. Seperti yang ada di Kabupaten OKI, Musi Banyuasin, dan Musirawas.

“Perlu dilakukan verifikasi lapangan terhadap titik panas tersebut. Sebab, tidak semua hotspot merupakan titik api,” kata Hasanuddin, dari UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan Sumatera Selatan.

Jumat (05/09/2014) pagi. Menggunakan speedboat dari dermaga di Benteng Kuto Besak, saya bersama Hasanuddin dan Junaidi dari Dinas Kehutanan Kabupaten OKI, melakukan pelacakan titik api di Air Sugihan, yang merupakan kawasan gambut yang sering terjadi kebakaran lahan.

Memasuki Jalur 21, Kabupaten Banyuasin, sekitar dua kilometer semak dan tanaman yang berada di sepanjang Hutan Suaka Margasatwa Padang Sugihan terbakar. Titik api berada tak jauh dari bangunan sekolah gajah.

Kebakaran ini menyebabkan tepian hutan suaka margasatwa yang beberapa waktu lalu dikunjungi para pejabat BP REDD+, tampak memprihatinkan. Erosi yang berlangsung setiap saat pada jalur yang menghubungkan Sungai Air Soleh ke Sungai Air Sugihan, membuat jalur terus mendangkal. Tak heran, hampir setiap hari terjadi kemacetan di jalur tersebut, saat beberapa tongkang terjebak lumpur di dasar jalur. Seperti yang dialami speedboat kami siang itu, yang harus “merayap” di sela tongkang dan tepian jalur. Beberapa perahu jukung dengan ukuran besar menunggu beberapa jam lantaran tidak dapat lewat.

“Ini hampir terjadi setiap hari. Kami subuh tadi menunggu,” kata seorang pemilik perahu jukung yang mau ke Palembang.

Tepian Hutan Margasatwa Padang Sugihan, Banyuasin, yang terbakar. Foto: Taufik Wijaya
Tepian Hutan Margasatwa Padang Sugihan, Banyuasin, yang terbakar. Foto: Taufik Wijaya

Memasuki Sungai Air Sugihan kami pun menemukan titik api. Titik api ini panjangnya sekitar 1,5 kilometer pada lahan semak yang tak jauh dari lahan perkebunan sawit milik PT. SAML.

Hampir setiap tahun lokasi ini terjadi kebakaran. Dibakar untuk lahan pertanian,” kata Junaidi.

Tujuan akhir kami yakni ke area hutan tanaman industri (HTI) berupa tanaman akasia milik PT. Bumi Andalas Permai (BAP), PT. Bumi Mekar Hijau (BMH), dan PT. Sebangun Bumi Andalas Wood Industries sekitar 500 ribu hektar. Ada dua titik panas yang akan diverifikasi. Kedatangan kami membuat sejumlah pimpinan perusahaan di lokasi terlihat terkejut. “Mengapa tidak memberi tahu dulu, Pak? Mungkin kami dapat mempersiapkan sesuatu buat mengecek lokasi,” kata seorang pegawai PT. Bumi Andalas Permai. Mereka pun bersedia mengantar kami untuk melacak lokasi titik panas tersebut.

Setelah melakukan perjalanan di jalan tanah yang berdebu, sekitar delapan jam, kami akhirnya menemukan lokasi titik panas itu. Titik panas tersebut merupakan lokasi kebakaran di Dusun Rengas Merah Hulu, Desa Riding, Kecamatan Pangkalan Lampan, Kabupaten OKI.

Lahan terbakar tersebut berupa semak dan kebun karet milik masyarakat yang berada di tepian Sungai Beyuku atau sekitar lima kilometer dari area HTI PT. Bumi Mekar Hijau. Dua titik api tersebut sesuai hasil pemantauan satelit Terra Aqua Modis pada tanggal 27 Agustus 2014. “Sebelumnya kami memperkirakan titik panas tersebut di area PT. Bumi Mekar Hijau. Ternyata bukan. Lokasinya memang dekat dengan area HTI,” kata Hasanuddin.

Saat ditemukan, apinya sudah padam. Yang tersisa hanya semak yang hitam dan kering menguning, termasuk pula pohon karet.

Hasanuddin, dari Dinas Kehutanan Sumsel tengah melihat peralatan pemadam kebakaran milik PT. Bumi Andalas Permai. Foto: Taufik Wijaya
Hasanuddin, dari Dinas Kehutanan Sumsel, tengah melihat peralatan pemadam kebakaran milik PT. Bumi Andalas Permai. Foto: Taufik Wijaya

Komar dari Regu Fire Protection Unit PT. Bumi Mekar Hijau, menjelaskan saat lahan tersebut diketahui terbakar, pihaknya langsung melakukan pemadaman. “Saat kami ke lokasi tidak bertemu dengan pelakunya. Sejak peristiwa tersebut, kami melakukan penjagaan dan pemantauan di sini,” kata Komar.

“Meskipun titik panas tidak berada di area HTI, kami meminta tiga perusahaan tersebut untuk terus berjaga dan siaga terhadap ancaman kebakaran. Kami akan terus melakukan pemantaun dan melakukan verifikasi, baik darat maupun udara,” kata Junaidi.

Dijelaskan Junaidi, area HTI tiga perusahaan tersebut dulunya merupakan lahan gambut yang sering terjadi kebakaran. Misalnya pada tahun 1997 dan 1998, ratusan ribu hektar lahan gambut terbakar, yang menyebabkan bencana asap nasional.

Sebelumnya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel menyebutkan selama Agustus 2014 terjadi titik api  yang menyebar di Kabupaten Musi Banyuasin, Musirawas, OKI, Ogan Ilir, Lahat dan Muaraenim. Jumlahnya mencapai 253 titik api.

“Berdasarkan analisis peta yang kami lakukan, titik api tersebut dominan berada di dalam area izin konsesi perusahaan baik itu perkebunan maupun HTI, yang terdiri dari 69 titik api di perkebunan sawit, dan 73 titik di area HTI,” kata Hadi Jatmiko, Rabu (03/09/2014).

Selanjutnya, kata Hadi, dari 253 titik api tersebut ketika di-overlay, sekitar 42 titik api berada di atas peta lahan gambut Sumatera Selatan.

“Titik api tersebut yang menyebabkan mulai dirasakan kabut asap di Palembang dalam beberapa hari ini,” kata Hadi. Hadi menduga titik api tersebut disebabkan aktivitas pembukaan lahan dengan membakar. Tindakan tersebut melanggar Undang-Undang No.18 tahun 2004.

“Tidak ada alasan bagi aparat hukum dan pemerintah daerah untuk membiarkan pelanggaran yang dilakukan perusahaan yang berakibat fatal terhadap lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat. Ini pun memperkuat dugaan kami bahwa kerjasama BP REDD+ dan Pemprov Sumsel dalam program penurunan emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan dan lahan gambut hanyalah perjanjian di atas kertas tanpa ada upaya mewujudkannya,” ujar Hadi.

Menara untuk memantau titik api setinggi 35 meter milik PT. Bumi Andalas Permai. Foto: Taufik Wijaya
Menara untuk memantau titik api setinggi 35 meter milik PT. Bumi Andalas Permai. Foto: Taufik Wijaya

Bakar lahan, kami sangat rugi

Irwanto dari PT. Bumi Andalas Permai kepada Hasanuddin menuturkan, jika pihaknya melakukan pembakaran lahan sebelum penanaman akasia, merupakan tindakan yang justru merugikan. “Jika kami melakukan pembakaran lahan, justru akan mengurangi unsur hara yang dibutuhkan tanaman akasia.”

Dijelaskan Irwanto, penyiapan lahan tanam yang dilakukan PT. Bumi Andalas Permai tanpa pembakaran. “Kami menggunakan metode mekanis berupa alat berat untuk menata lantai tanam dalam rangka memenuhi keseimbangan media tumbuh tanaman. Sedangkan chemical untuk mengendalikan tanaman pengganggu atau gulma,” katanya.

Untuk mengantisipasi kebakaran lahan, jelas Irwanto, dilakukan tiga tahapan. Pertama, berupa kegiatan sebelum musim kemarau. Latihan penyegaran regu pemadam kebakaran dan menyiapkan peralatan pemadan kebakara. Kedua, kegiatan pada saat musim kemarau. Mengintensifkan pemantauan cuaca dan iklim, pemantauan titik panas satelit, menara api, serta patroli. Memasang pesan peringatan pencegahan kebakaran seperti melarang merokok di area rawan kebakaran, sosialisasi mencegah kebakaran kepada masyarakat berdomisili di sekitar area perusahaan, sosialisasi mencegah kebakaran menggunakan media massa, serta segera memadamkan api jika terjadi kebakaran dengan menggunakan sumber daya yang ada.

Ketiga, pasca-kemarau. Melakukan evaluasi area yang terbakar untuk mengetahui berapa luasan area terbakar serta menghitung kerugian, dan menentukan langkah apa yang akan diambil terhadap area yang terbakar. “Itu dilakukan jika ada area yang terbakar. Selama ini tidak pernah ada kebakaran,” ujarnya.

Selain itu, mereka juga menjalankan program masyarakat peduli api (MPA). Masyarakat ini dibina sebagai tenaga pencegah dan pemadam kebakaran lahan. “Memang belum semua masyarakat terbina. Sebab, saat ini banyak warga baru yang tiba-tiba membangun pondok atau membuka perkebunan di sekitar lokasi perusahaan. Kami akan mendekati mereka dengan memberikan pelatihan, serta membantu racun rumput untuk membuat semak atau rumput, sehingga tidak melakukan pembakaran,” katanya.

Titik api di Dusun Rengas Merah Hulu, Desa Riding, Kecamatan Pangkalan Lampan, OKI, Sumsel. Foto: Taufik Wijaya
Titik api di Dusun Rengas Merah Hulu, Desa Riding, Kecamatan Pangkalan Lampan, OKI, Sumsel. Foto: Taufik Wijaya

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,