,

Mantap. Mahasiswa ini Mampu Manfaatkan Gas Buang Motor Jadi Listrik

Siapa sangka asap knalpot kendaraan bermotor yang biasanya menimbulkan polusi udara dan penyumbang pemanasan global, ternyata mampu dimanfaatkan sebagai salah satu sumber energi alternatif. Melalui tangan Chandra Sudomo Halim, mahasiswa semester 7 Fakultas Teknik Universitas Surabaya (Ubaya), asap kendaraan bermotor itu mampu digunakan sebagai sumber energi listrik pengisi baterai.

Electric Emission Mobile Charger (E2MC) adalah nama yang diberikan Chandra bersama rekan-rekannya, terhadap alat yang dirancang untuk menghasilkan energi listrik atas bantuan tekanan gas buang yang dihasilkan kendaraan bermotor.

Chandra menjelaskan ide dibuatnya apat itu didasari pada pemikiran untuk memanfaatkan gas buang asap kendaraan bermotor yang dianggap tidak berguna.

“Dari asap knalpot ini kan sebenarnya ada sebuah sumber energi yang bisa dipakai. Nah mulai dari situ saya coba melakukan penelitian, ternyata dari asap knalpot itu ada tekanan gas buang dan ada juga panasnya yang bisa dimanfaatkan. Nah sekarang ini saya manfaatkan dulu tekanan gas buangnya,” ujar Chandra mahasiswa Jurusan Teknik Manufaktur, Fakultas Teknik, Ubaya.

Melalui inovasinya itu, tekanan gas buang asap knalpot dari sepeda motornya sendiri mampu ini mengisi penuh sumber daya listrik isi ulang atau power bank berukuran 3.500 mA. Butuh waktu sekitar 3 hingga 4 jam mengendarai sepeda motornya, agar pengisian power bank menjadi penuh.

“Sistem kerja listriknya sendiri, pada saat sepeda motor aktif atau pada kecepatan 20 kilometer per jam, biasanya itu sudah mulai men-charge semuanya. Saat mulai men-charge, listrik yang dihasilkan itu akan melalui komponen-komponen listrik dulu. Komponen listrik itu yang berguna untuk menahan supaya voltasenya tetap stabil meskipun nanti kecepatan motornya semakin tinggi, ini agar power bank atau handphone kita tidak rusak,” paparnya kepada Mongabay-Indonesia di Kampus Universitas Surabaya, Rabu kemarin (3/9).

Untuk karyanya itu Chandra mengaku harus mengeluarkan uang sendiri sekitar Rp600.000 – Rp1 juta. Selain itu dia juga memanfaatkan bahan bekas, berupa baling-baling CPU Computer yang sudah tidak terpakai namun masih dalam kondisi cukup baik.

Pada demo yang diperagakannya, Chandra menunjukkan bahwa alat yang dibuatnya itu sangat mudah dipasang maupun dilepas dari knalpot sepeda motornya. Bahkan dia juga telah mengantisipasi bila kondisi musim hukan maupun banjir, dengan menyiapkan cover serta merancang alat pendeteksi kelembaban.

“Kami akan kembangkan terus ini untuk tugas akhir, dan rencananya akan kami patenkan agar bisa dipasarkan,” katanya.

Chandra Sudomo Halim (kanan) menunjukkan alat rancangannya yang dapat mengubah tekanan gas buang kendaraan bermotor menjadi energi. Foto : Petrus Riski
Chandra Sudomo Halim (kanan) menunjukkan alat rancangannya yang dapat mengubah tekanan gas buang kendaraan bermotor menjadi energi. Foto : Petrus Riski

Sementara itu dosen pembimbing di Fakultas Teknik Universitas Surabaya, Sunardi Tjandra mengatakan, diciptakannya E2MC diharapkan dapat lebih dikembangkan lagi pemanfaatannya, sehingga dapat menjadi produk yang siap dilempar ke pasar sebagai alat untuk menciptakan energi alternatif.

“Kita sebaga Prodi Prodi (program studi) berharap hasil tugas mata kuliah desain produk dari Chandra akan diteruskan sampai ke tugas akhir.  Dan nanti tuntutannya di tugas akhir tersebut nanti sudah mucul sebuah produk yang siap dijual,” tukas Sunardi.

Dia menjamin bahwa pemanfaatan tekanan gas buang kendaraan bermotor ini jauh lebih hemat dan aman dibandingkan dengan memanfaatkan aki kendaraan bermotor untuk mengisi batere telepon genggam atau baterai isi ulang.

“Jika kita ciptakan motor yang ada chargernya, itu akan memperberat kerja aki dan otomatis untuk sepeda motornya bisa boros bensin. Kalau ini kan bentul-betul memanfaatkan tekana gas buang, tidak mengganggu akki atau kelistrikan lainnya pada motor,” tambah Sunardi yang akan mendorong pula pemanfaatan energi panas pada mesin maupun knalpot kendaraan bermotor.

Program Rendah Emisi

Ditempat terpisah, United Nations Development Programme (UNDP) dan Pemerintah Indonesia melalui UKP4 pada awal minggu meluncurkan sistem kunci yang kan membantu pembangunan rendah emisi (Low Emission Kapasitas Program / LECB) untuk mendukung target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK)​​.

Kepala UKP4, Kuntoro Mangkusubroto, mengatakan LECB dapat menjadi platform penting untuk mendukung transisi Indonesia menuju ekonomi hijau.

“Kita perlu instrumen yang dapat memetakan dan melacak pembangunan rendah emisi dan efisiensi sumber daya sebagai bagian dari proses perencanaan pembangunan kita. Kita juga perlu melibatkan masyarakat, termasuk masyarakat miskin di kota-kota dan daerah pedesaan serta masyarakat pesisir, secara terkoordinasi. Program LECB telah mengambil langkah awal dalam memenuhi kebutuhan itu, “kata Kuntoro.

Direktur UNDP Indonesia Beate Trankmann Negara mengatakan bahwa Indonesia, sebagai salah satu penghasil emisi gas rumah kaca top dunia, menghadapi tantangan tentang bagaimana mempertahankan pertumbuhan ekonomi 6-7% per tahun, sementara pada saat yang sama mengurangi jejak karbon perkembangannya.

“Pertanyaan ini sangat relevan mengingat fakta bahwa sebagian besar pertumbuhan ekonomi Indonesia didorong oleh ekstraksi sumber daya alam.” Dia menambahkan bahwa masyarakat miskin akan menjadi paling terpukul oleh kerusakan alam sebagai mata pencaharian mereka ke besar memperpanjang tergantung layanan ekosistem dan pertanian.

Salah satu alat utama yang dikembangkan di bawah LECB adalah model ekonomi hijau Indonesia (I-GEM), sistem model simulasi dinamis yang bertujuan untuk menginformasikan perencanaan kebijakan untuk transisi jangka panjang dari coklat sampai jejak karbon rendah, pendekatan ekonomi hijau.

I-GEM mengembangkan tiga indikator baru untuk merencanakan dan melacak transformasi ke model ekonomi hijau yaitu PDB hijau, PDB orang miskin dan pekerjaan hijau yang layak.

PDB hjijau adalah ukuran alternatif pertumbuhan PDB yang bertanggung jawab atas eksternalitas yang disebabkan oleh kerusakan modal alam. Pekerjaan hijau yang layak – yang dikembangkan oleh ILO – penciptaan lapangan kerja tindakan dalam transisi ekonomi hijau.

PDB orang miskin adalah proporsi pendapatan rumah tangga miskin karena ketergantungan yang tinggi terhadap jasa ekosistem dibandingkan dengan rumah tangga yang lebih kaya.

“Proyek LECB dari UNDP di Indonesia akan signifikan dalam membantu provinsi dan bangsa mempersiapkan dampak perubahan iklim, dengan memperkenalkan metrik dan model untuk mengukur transisi Indonesia menuju ekonomi hijau. Metrik ini termasuk ‘GDP orang miskin’, ukuran dependensi pendapatan rumah tangga pedesaan kritis pada alam,” kata, Pavan Sukhdev dari UNEP.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,