Akhirnya, DPRD Ketapang Ketuk Palu Penyelamatan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Ketapang akhirnya menetapkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Konservasi menjadi peraturan daerah. Melalui sidang paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Ketapang, Gusti Kamboja, Senin (8/9/2014), perjuangan warga dan organisasi masyarakat sipil dalam menyelamatkan kawasan bernilai konservasi tinggi pun berbuah manis.

“Keputusan sidang paripurna tersebut sekaligus memberikan mandat kepada legislatif untuk menindaklanjuti pelaksanaan dan pengaturannya lebih lanjut,” kata Gusti Kamboja, Ketua DPRD Ketapang, usai memimpin sidang paripurna.

Pembahasan Ranperda dihadiri semua anggota fraksi di DPRD Ketapang, Wakil Bupati Ketapang, jajaran SKPD, perwakilan BUMN, dan masyarakat sipil. Naskah hasil sidang paripurna yang dibacakan Sekretaris DPRD Ketapang, menyebutkan, lingkungan hidup perlu dijaga dan dikendalikan agar memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Perda ini sudah didorong warga Ketapang, organisasi sipil (LSM), private sector, sejak September 2013.

Project Leader Fauna and Flora International di Ketapang, Lorens mengatakan Kabupaten Ketapang dengan luas sekitar 3.590.900 hektar berada pada  bentang alam hutan gambut dataran rendah di sepanjang pantai barat Ketapang dan Pegunungan Schwanner di sepanjang perbatasan Provinsi Kalbar dan Kalteng.

Kedua bentang alam ini, dinilai sangat penting keberadaannya dalam mendukung dan menjaga kualitas lingkungan daerah hulu dan hilir Ketapang. “Kondisi hutan di kedua bentang ini relatif utuh dan terjaga, sehingga untuk menjaga bentangan alam tersebut diperlukan sebuah produk hukum di daerah. Salah satunya melalui Perda,” kata Lorens.

Perda ini, lanjut Lorens, merupakan terobosan penting dan pertama di Kalbar. “Keberanian dan komitmen politik ini perlu diapresiasi karena menjawab kekosongan instrumen hukum di daerah yang selama ini menjadi persoalan hingga mengakibatkan konflik di masyarakat,” ucapnya.

Sementara Field Director Yayasan Palung, Tito P Indrawan yang juga hadir dalam paripurna tersebut mengatakan hasil kajian yang dilakukan beberapa lembaga riset seperti FFI, IAR, Yayasan Palung, Universitas Tanjungpura, dan lainnya menemukan flora dan fauna terancam punah dan jenis-jenis endemik Kalimantan yang tergolong dalam NKT.

Karena itu, kata Tito, kepastian hukum dengan adanya Perda Konservasi menjadi alat bagi semua pihak untuk mengusulkan, memantau pengelolaan kawasan konservasi di luar kawasan hutan yang menjadi kewenangan daerah.

Secara terpisah, pakar hukum dari Universitas Tanjungpura Pontianak, Hermansyah mengatakan UU No 26 Tahun 2007 menyatakan bahwa kegiatan penataan ruang wilayah harus mengakomodir Kawasan Strategis Nasional.

Regulasi ini bertujuan mendukung pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup agar dapat mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem. Selain itu, aturan ini juga dimaksudkan untuk pelestarian keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam, dan melestarikan warisan budaya nasional,  ekonomi, sosial budaya, dan peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan keamanan.

“Untuk mendukung hal di atas maka sangat urgen adanya Perda Tentang Pengelolaan Areal Konservasi,” kata Hermansyah.

Ketua Forum Hutan Desa Kabupaten Ketapang, Jaswadi Jabir mengatakan, disahkannya Perda tersebut menjadi peluang  untuk mengusulkan sebuah kawasan yang dinilai memiliki fungsi konservasi dan berhak mengelolanya.

Upaya perlindungan dan pengelolaan areal konservasi itu sudah dimulai dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bupati Ketapang yang berkaitan dengan kawasan Nilai Konservasi Tinggi (NKT) tentang perlindungan bakau dan hutan kota di Ketapang.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,