Luberan Lumpur Lapindo Kembali Mengancam Permukiman Warga

Belasan rumah warga di wilayah Desa Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, terkena luberan lumpur panas Lapindo Brantas, melalui bekas jobolan tanggul kolam penampungan lumpur di titik 68 sisi utara.

Halaman lima rumah telah terendam lumpur, dengan ketinggian sekitar 5 cm. Hal itu menimbulkan kepanikan dan kekhawatiran warga yang masih tinggal di rumahnya, karena wilayah itu rawan terjadi luberan lumpur setelah tanggul di titik 68 jebol pada 2011 lalu.

“(Luberan lumpur) Sangat mengganggu sekali mas, warga takut dan panik karena lumpurnya panas. Jam enam pagi tadi lumpur meluber dari tanggul, dalam kurun waktu setengah jam itu sudah meluas lumpurnya. Yang pertama kena, itu yang sampai masuk halaman rumah ada lima rumah, terus yang lainnya itu yang bagian belakang atau pekarangan belakang rumah juga terendam,” tutur Sulastri, warga RT 10 RW 2  Desa Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo, saat ditemui Mongabay-Indonesia di rumahnya, Rabu (10/9).

Sulastri merupakan satu dari sekian banyak warga Desa Gempolsari yang belum pindah dari wilayah yang rawan terjadinya luberan lumpur, karena hingga kini belum mendapat pembayaran ganti rugi serupiah pun dari pihak PT. Minarak Lapindo Jaya, selaku juru bayar PT. Lapindo Brantas. Sulastri mengaku tidak dapat berbuat banyak, termasuk pindah dari desanya, akibat belum jelasnya persoalan ganti rugi.

“Ya sangat memprihatinkan, kita mau pindah ya juga pindah kemana, saya ini sama sekali 20 persen belum dibayar, 80 persen juga belum,” keluh Sulastri yang telah sepakat menerima proses jual beli dari PT. Minarak Lapindo Jaya sejak 2012 lalu.

Beberapa rumah warga di wilayah Desa Gemposari yang terendam luberan lumpur Lapindo. Foto : Petrus Riski
Beberapa rumah warga di wilayah Desa Gemposari yang terendam luberan lumpur Lapindo. Foto : Petrus Riski

Warga Gempolsari lanjut Sulastri, mendesak segera dilunasinya pembayaran ganti rugi oleh PT. Minarak Lapindo Jaya, agar dirinya segera dapat pindah dari wilayah yang rawan bencana itu.

“Kita bukan butuh janji tapi kepastian, kapan kita dibayar kita akan langsung pindah. Kami tidak mempersoalkan pengerjaan tanggul, tapi bayar dulu kami,” kata Sulastri.

Selain dihantui ketakutan lumpur meluber sewaktu-waktu, Sulastri bersama warga lainnya juga harus hidup dengan kesulitan ekonomi setelah pabrik tempat mereka kerja ikut hilang terendam lumpur. Kebutuhan sehari-hari yang semakin meningkat, tidak diikuti perolehan pendapatan akibat belum jelasnya masa pembayaran ganti rugi.

Untuk air bersih, Sulastri harus membeli dari penjual air keliling untuk memenhi kebutuhan minum dan memasak. Sedangkan untuk mandi dan mencuci, dirinya masih menggunakan air sumur meski telah tercemar rembesan air lumpur.

“Kalau air kita harus beli, padahal ekonomi kita semakin bertambah kebutuhannya setiap hari. Air sumur sudah tidak bisa dipakai, air sungai juga bau karena air lumpur juga seringkali dialirkan ke sungai. Jadi air sungai tidak bisa dipakai apa-apa. Kalau dari awal ya kami sudah banyak mengalami kerugian, tapi pemerintah maupun Lapindo sepertinya lepas tanggungjawab, kita hanya diberi janji-janji saja oleh Lapindo,” ujar Sulastri.

Rekahan tanggul sisi utara di titik 68 menjadi jalan keluarnya lumpur panas Lapindo yang meluber. Foto : Petrus Riski
Rekahan tanggul sisi utara di titik 68 menjadi jalan keluarnya lumpur panas Lapindo yang meluber. Foto : Petrus Riski

Sementara itu Humas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Dwinanto Hesti Prasetyo mengutarakan, luberan lumpur yang terjadi hari Rabu (10/9) pagi, disebabkan meningkatnya volume semburan lumpur yang membuat aliran lumpur ke arah utara mengalir lebih deras.

“Sebetulnya lumpur yang ke arah bekas jebolan ini sudah lama berlangsung, malah sudah beberapa kali berlangsung. Hanya kali ini mungkin semburannya cukup besar, dan aliran yang besar ini mengalir ke utara, sehingga menyebabkan luberan di utaranya titik 68 di Desa Gempolsari ini,” ucap Dwinanto, yang ditemui dilokasi tanggul lumpur titik 68.

BPLS akan melakukakan tindakan darurat berupa pengalihan aliran lumpur ke arah timur, agar warga yang berada di sebelah utara tanggul tidak terancam luberan lumpur.

“Prinsipnya kami akan mengalirkan lumpur ini ke timur, ditampung di kolam yang ada sehingga tidak sampai ke utara,” tukas Dwinanto.

Aliran lumpur ke arah utara yang akan dibendung dan dialihkan ke timur dengan peralatan sederhana berupa bambu sesek. Foto : Petrus Riski
Aliran lumpur ke arah utara yang akan dibendung dan dialihkan ke timur dengan peralatan sederhana berupa bambu sesek. Foto : Petrus Riski

Penanganan permanen dengan membuat tanggul baru di sisi luar bagian utara, atau disebut tanggul Kedungbendo tidak dapat dilakukan, karena mendapat penolakan dari warga korban lumpur Lapindo yang lain, yang juga belum menerima pelunasan ganti rugi. Pengerjaan tanggul yang rawan jebol di titik 68 lanjut Dwinanto, akan menggunakan peralatan sederhana, berupa anyaman bambu untuk membendung dan mengalihkan aliran lumpur.

“Pengerjaan dilakukan secara manual, karena tidak bisa mengerahkan alat berat di titik ini. Kalau berada di atas lumpur ini, kami khawatir alat berat bisa tenggelam, sehingga penanganan masih darurat dan manual,” imbuh Dwinanto.

Solusi permanen berupa pembangunan tanggul baru merupakan syarat mutlak, untuk menjamin keamanan tanggul lumpur disisi utara. BPLS sebenarnya telah merencanakan pembangunan tanggul pada 2012 dan 2013, namun gagal dilaksanakan karena dihalangi oleh warga korban lumpur yang menolak pembangunan tanggul. Pada Agustus 2014 ini BPLS juga gagal mengawali pengerjaan fisik tanggul, karena dihalangi oleh warga yang menolak.

“Harapannya ya AJB (akta jual beli) dapat segera direlaisasikan oleh pihak Lapindo, baru kami akan bisa membangun tanggul permanen,” tandas Dwinanto yang memastikan kondisi tanggul secara keseluruhan masih aman.

Aliran lumpur dari tanggul titik 68 mengarah ke utara wilayah Desa Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo. Foto : Petrus Riski
Aliran lumpur dari tanggul titik 68 mengarah ke utara wilayah Desa Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo. Foto : Petrus Riski

Pemerintah Kabupaten Sidoarjo melalui Kepala Seksi Sumber Daya Mineral, Dinas Koperindag dan ESDM, Agus Darsono mengatakan, pengawasan proses perbaikan tanggul akan terus dilakukan, sambil melakukan pendekatan dan mediasi terhadap warga agar bisa mengantisipasi bila luberan kembali terjadi.

“Kita pantau terus supaya ini segera tertangani. Ya tadi sudah kita lakukan mediator terhadap warga untuk hati-hati, bahwa dengan kejadian ini kalau ada apa-apa itu bisa segera ditangani,” terang Agus.

Telah lebih dari 8 tahun, terjadinya banjir lumpur panas Sidoarjo akibat peristiwa semburan lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc. di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia, sejak tanggal 29 Mei 2006.

Lokasi semburan lumpur ini berada di Porong, yakni kecamatan di bagian selatan Kabupaten Sidoarjo, sekitar 12 km sebelah selatan kota Sidoarjo. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan di sebelah selatan.

Semburan lumpur panas menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta memengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,