Diduga Garap Hutan Adat, Warga Tahan Alat Berat Perusahaan Sawit

Senin pagi, 8 September 2014, tujuh warga Desa Tanjung Baung, Kecamatan Ketungau Hilir, Kabupaten Sintang tampak siaga. Tugas mereka hari itu melakukan pengecekan. Sehari sebelumnya, tersiar kabar alat berat PT. Duta Rendra Mulia (DRM) menggarap hutan adat di desa mereka.

Warga yang turun ke lokasi adalah Ahoi, Kepala Dusun Tanjung Baung, Yuris, Ketua RT di Dusun Sungai Tembaga, Cornelius, Kaur Pemerintahan Desa Tanjung Baung, dan sejumlah tokoh masyarakat lainnya. Satu jam berjalan kaki, mereka pun tiba di lokasi dan menemukan kondisi hutan adat yang disebut Mungguk Kersik sudah rusak. Kayu-kayu besar seperti ramin sudah bertumbangan.

Di lokasi, tampak dua unit excavator sedang membuat jalan blok. “Mereka sudah mengerjakan jalan blok kurang lebih satu kilometer, dan persimpangan jalan blok ke arah lain,” kata Apin Christoforus, warga Tanjung Baung yang ikut ke lokasi.

Melihat kondisi itu, warga pun menanyakan pada Umar dan Rogen, pengawas pembukaan jalan blok di Mungguk Kersik. “Untuk apa membuat jalan. Katanya mau digarap untuk perkebunan sawit. Kami kemudian menahan kunci alat berat agar mereka tidak melanjutkan pekerjaannya,” urainya.

Penahanan kunci dilakukan tanpa kekerasan dan didasari niat baik untuk menyelesaikan masalah. Bahkan, secara lisan, Apin mengaku sudah mengabari Polsek Ketungau Hilir. “Kami bertekad melawan perambahan hutan adat tanpa kekerasan. Penahanan kunci dilakukan agar ada jaminan penyelesaian masalah,” tegasnya.

Malam hari, warga menggelar pertemuan. “PT. DRM dinilai melanggar hukum adat. Mereka dituntut memulihkan kembali hutan Mungguk Kersik yang sudah dirusak. Selain itu, perusahaan diminta menyelesaikan batas desa antara Desa Tanjung Baung dengan Desa Setungkup dan Sungai Manyam,” bebernya.

Apin menuturkan, sebelum perusahaan menggarap hutan adat, warga sudah berulangkali menyatakan penolakan terhadap masuknya perusahaan sawit. Penolakan disampaikan saat sosialisasi AMDAL 2011. “Saat itu warga menolak dan sepakat menjaga hutan. Sebelumnya, pada 2010 masyarakat pernah mengusulkan ke Pemda Sintang agar hutan Mungguk Kersik dipertahankan,” katanya.

Menurutnya, warga ingin menjaga hutan Mungguk Kersik karena terdapat orangutan dan anggrek hitam. Selain itu, lahan tersebut masih berupa hutan primer dan dikeramatkan warga setempat. “Merusak hutan dianggap melanggar hukum adat. Jangankan orang luar, masyarakat kampung saja tidak diperbolehkan merusaknya,” tuturnya.

Kepala Desa Tanjung Baung, Keramai membenarkan hutan adat di desanya selama ini dipertahankan. Tapi warga diperbolehkan mengambil kayu secukupnya. “Seperlunya saja. Kalau untuk dibisniskan dalam skala besar, itu tidak boleh,” tegasnya.

Askep PT. DRM, Cornelius Luther membantah perusahaannya menggarap lahan adat masyarakat Tanjung Baung. Menurutnya, penggarapan sudah sesuai izin konsesi. “Kami memegang izin yang legal untuk menggarap lahan di Ketungau Hilir. Jalan blok yang kami garap juga belum masuk ke hutan adat Desa Tanjung Baung,” katanya.

Dia menambahkan, PT. DRM beroperasi di kawasan yang disengketakan berdasarkan penyerahan lahan dari masyarakat Desa Mandiri Jaya Kecamatan Kelam Permai, atas dasar peta konsesi. “Kami baru membuat jalan blok dan dipandu warga Sungai Manyam. Sekalipun izin kami masuk ke Desa Tanjung Baung, sepanjang lahan tidak diserahkan, penggarapan tidak akan dilakukan,” jelasnya.

Ia mengklaim, penggarapan lahan senantiasa menghormati norma-norma adat di masyarakat dan tidak akan main gusur sembarangan. “Di manapun unit kami beroperasi, selalu dipandu oleh masyarakat setempat. Kejadian penahanan kunci kontak peralatan, juga menjadi peringatan bagi kami untuk selalu berhati-hati,” kata Cornelius Luther.

Ari Krismawan, Manajemen Estate Manager PT. DRM mengatakan, penggarapan lahan yang dilakukan sudah sesuai prosedur. “Kami menggarap berdasarkan peta izin lokasi, peta tematik kehutanan, peta rupa bumi Indonesia dan juga berdasarkan pengukuran GPS di lokasi. Kalau memang salah dalam menggarap lahan, kami siap mundur dari lokasi itu,” tegasnya.

Pernyataan itu dibenarkan warga Sungai Manyam, Hatta. Ia mengatakan, lahan yang disengketan sudah diserahkan oleh warganya ke perusahaan untuk menjadi perkebunan sawit. “Kami juga sudah mendapat ganti rugi,” jelasnya.

Kunci alat berat diserahkan

Untuk membahas dugaan perambahan hutan adat Desa Tanjung Baung, pertemuan pun dihelat Minggu (14/9/2014). Akhirnya, PT. DRM bersedia meninggalkan lokasi sengketa. Kepastian itu ditandai dengan penandatanganan berita acara dan pengembalian kunci kontak excavator. Penyerahan dilakukan Ketua Adat Tanjung Baung, T Tumbi kepada Ari Krismawan.

Pertemuan itu dihadiri ratusan warga Desa Tanjung Baung dan sejumlah warga Sungai Manyam Desa Mandiri Jaya, Kecamatan Kelam Permai. Hadir pula Ketua BPH AMAN Sintang, Fransiskus, perwakilan Yayasan Kobus, Antonius Lambung, Komunitas Pariwisata Sintang (Kompas), dan dikawal Polsek serta Koramil Ketungau Hilir.

Ketua BPH AMAN Sintang, Fransiskus mengapresiasi proses penyelesaian sengketa melalui musyawarah. “Saya juga apresiasi perusahaan. Biasanya kalau ada kasus seperti ini langsung lapor polisi yang berujung penangkapan warga. Saya senang dalam kasus ini semua pihak bisa duduk bersama untuk mencari jalan keluar. Tinggal pembuktiannya saja. Itu perlu kunjungan lapangan,” katanya.

Ketua Adat Desa Tanjung Baung, T Tumbi mengatakan bila perusahaan terbukti menggarap hutan adat, mereka dapat dikenakan sanksi sesuai dengan adat Dayak Sebaruk di Desa Tanjung Baung. “Hutan Mungguk Kersik sejak dulu memang pernah dirusak. Tapi kami selalu menjaga kelestariannya,” ucapnya.

Sesuai kesepakatan bersama, untuk memastikan tentang lahan yang disengketakan tersebut, semua pihak telah sepakat untuk melakukan peninjauan ke lokasi yang disengketakan pada Selasa (16/9/2014).

Alat berat PT. Duta Rendra Mulia yang ditahan warga Tanjung Baung, Kecamatan Ketungau Hilir karena merusak hutan adat. Foto  Yusrizal
Alat berat PT. Duta Rendra Mulia yang ditahan warga Tanjung Baung, Kecamatan Ketungau Hilir karena merusak hutan adat. Foto Yusrizal

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,