Dari Nol Kilometer Yogyakarta untuk Kelestarian Badak Jawa

Sekitar lima puluhan mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), Universitas Gajah Mada (UGM) berkumpul Titik Nol Kilometer atau di perempatan Kantor Pos Besar Yogyakarta pada Rabu malam (21/09/2014). Mereka bersorak-sorai mengkampanyekan kelestarian badak jawa (Rhinoceros sondaicus). Beberapa dari mereka mengenakan kaos warna putih bertuliskan “Save Rhino.”

“Save Our Rhino, Know Them, Respect Them and Protect Them.”

Beberapa pesan kampanye tersebut tercetak di spanduk ukuran 3×1 meter. Terbentang di pinggir jalan, di depan Monumen Serangan Umum 1 Maret. Tepat di seberang jalan, berdiri panggung berukuran 3 x 2 meter, berlatar belakang layar putih yang menampilkan berbagai foto-foto sorotan proyektor tentang badak jawa bercula satu di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK).

Fendi Fadillah Akbar, selaku panitia acara mengatakan kampanye yang dilakukan untuk menarik perhatian masyarakat ini meliputi orasi tentang konservasi badak jawa, pembagian stiker konservasi satwa liar gratis, dan cap tangan sebagai tanda dukungan untuk konservasi badak jawa.

Penggalangan Cap Tangan sebagai bentuk kepedulian masyarakat untuk kelestarian badak jawa. Foto : Tommy Apriando.
Penggalangan Cap Tangan sebagai bentuk kepedulian masyarakat untuk kelestarian badak jawa. Foto : Tommy Apriando.

Juga dilakukan pengumpulan coin to conserve sebagai wadah sumbangan sukarela untuk konservasi hewan pemalu itu dan pembagian selebaran tentang kondisi terkini badak jawa di TNUK. Kampanye bertema Vet for Eternity (Veternity).dilakukan untuk memperingati Hari Badak Internasional setiap 22 September.

“Kami prihatin kondisi badak jawa yang terancam punah. Menyedihkan jika sampai masyarakat tidak peduli badak jawa. Untuk itu kami ingin menggalang dana dan mengedukasi masyarakat agar peduli konservasi badak jawa,” kata Fendi yang juga mahasiswa FKH UGM angkatan 2012.

Ia berharap kampanye tersebut dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk peduli kelestarian badak jawa dan hutan sebagai habitatnya. Peran masyarakat penting sebagai bagian dari visi jangka panjang yang melibatkan semua elemen untuk mencapai target konservasi.

Sebelumnya, mereka juga telah melakukan sosialisasi dan edukasi ke SMA 8 Yogyakarta dan akan melakukan kampanye di SMA 5 Yogyakarta. Sedangkan penggalangan dana sendiri sudah dilakukan di kampus dan juga di Nol Kilometer.

“Walaupun dana yang kami sumbangkan ke TNUK nanti tidak besar, namun yang penting nilai sosialisasi, edukasi dan kepeduliannya. Rencana sumbangan dana akan diantar ke TNUK, diwakili oleh beberapa mahasiswa FKH UGM,” tambah Fendi.

Poster Save Rhino, sebagai pesan agar publik ikut berpartisipasi menyelamatkan badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon. Foto : Tommy Apriando.
Poster Save Rhino, sebagai pesan agar publik ikut berpartisipasi menyelamatkan badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon. Foto : Tommy Apriando.

Selain mahasiswa, FKH UGM juga menggandeng aktivis lingkungan dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta, Greenpeace, Earth Hour Jogja, dan juga Mongabay Indonesia untuk turut ambil bagian dalam kampanye konservasi mamalisa besar terlangka di duni ini. Acara ini juga dimeriahkan oleh paduan suara FKH UGM dan grup musik Vetacoustic FKH UGM.

Wahyudi dari Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) mengatakan, badak jawa saat ini masuk kategori terancam punah menurut daftar merah IUCN. Badak jawa adalah satu dari lima badak yang ada di dunia. Reproduksi Badak Jawa sangat lama, dan sangat selektif dengan pasangannya. Populasi dan habitatnya harus jadi perhatian bersama.

Konservasi badak jawa sedang gencar dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kehutanan, yang telah menetapkan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi badak Indonesia melalui Peraturan Menteri Kehutanan No. 43/Menhut-II/2007 tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Badak Indonesia Tahun 2007-2017.

“Kami tentu akan total melakukan perlindungan untuk badak jawa dan satwa liar lainnya, serta habitatnya,” kata Wahyudi.

Keprihatinan terhadap populasi dan habitat badak jawa juga disampaikan oleh Ibar Furqonul Akbar, relawan Greenpeace Yogyakarta, dengan penjualan cula badak. Kondisi badak jawa tidak berbeda dengan harimau sumatera, yang terancam kepunahan, baik secara populasi dan habitatnya yang terus menyusut akibat alih fungsi hutan.

“Kita harus konservasi dan selamatkan badak jawa. Begitu juga dengan harimau sumatera. Jika tidak, keduanya akan punah,” kata Ibar.

Moh. Haryono, Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) ketika dihubungi Mongabay Indonesia mengatakan, berdasarkan hasil monitoring terakhir diawal tahun 2014 populasi Badak Jawa ada 58 ekor, dengan perbandingannya 35 ekor jantan dan 23 betina.

“Badak jawa reproduksinya cenderung lambat. Sehingga populasinya relatif stagnan. Hampir berbanding dengan kematian, walaupun tetap kelahiran lebih tinggi,” kata Haryono.

Ia menambahkan, faktor lain yang mengancam populasi badak jawa yaitu dihabitatnya, yakni di semenanjung Ujung Kulon, saat ini banyak ditumbuhi tanaman langkap (sejenis palem) yang menyebar secara luas, dan  mengakibatkan tumbuhan untuk pakan badak semakin berkurang.

Selain itu, faktor ancaman kelestarian yakni Inbreeding atau perkawinan sesama keturunan, yang menyebabkan kualitas genetika menurun dan menyebabkan cacat alami terhadap satwa.

Ancaman juga datang dari wabah penyakit dari hewan ternak seperti kerbau yang dibawa masyarakat masuk ke areal TNUK. Jika hewan ternak tersebut terjangkit wabah penyakit tentu bisa menular ke badak jawa.

“Untuk itu strategi yang kami lakukan untuk meningkat populasi yakni pembinaan habitatnya dan pembinaan populasinya dengan membuat Javan Rhino Study and Conservation Area”, tambah Haryono.

Saat ini Pengelola TNUK membuat areal khusus konservasi badak jawa seluar sekitar 5.000 hektar, berpagar listrik kejut dan kerbau ternak tidak boleh masuk area habitat badak. Harapannya bisa mempercepat perkembangbiakan dan mendorong lebih banyak kelahiran satwa langka ini. Tentu frekuensi pertemuan badak jantan dan betina akan lebih tinggi.

“Saat ini perburuan cula badak sudah tidak ada. Kami mengoptimalkan sekali kerja pengawasan dilapangan. Kematian Badak Jawa saat ini terjadi karena terserang penyakit dan mati secara alami,” jelasnya.

Induk dan anak badak Jawa. Foto: Wikipedia
Induk dan anak badak Jawa. Foto: Wikipedia

Untuk diketahui, di TNUK jumlah Polisi Hutan berjumlah 16 orang. 22 orang Pengendali Ekosistem Hutan (PEH). Unit Perlindungan Badak (Rhino Protection Unit) 12 orang, 41 masyarakat membantu Polhut (MMP) Rhino Monitoring Unit 49 orang terbagi dalam 7 unit. Rhino Health Unit ada 7 orang dengan 2 orang dokter hewan. Adapun kamera trap yang dimiliki oleh TNUK berjumlah 120 unit pada tahun 2013 dan saat ini berkurang karena adanya kerusakan.

“Kami terima kasih atas dukungan dan partisipasi positif dari mahasiswa FKH UGM dan masyarakat Jogja pada umumnya terhadap kepeduliannya untuk kelestarian badak jawa dan habitatnya. Ada atau tidak adanya sumbangan, namun kepedulian merupakan bentuk dukungan bagi kami bekerja menjaga dan melindungi kelestarian Badak Jawa di TNUK,” tutup Haryono.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,