Presiden SBY : Indonesia Eksplorasi Potensi Blue Carbon Untuk Tangani Perubahan Iklim

Untuk mendorong semua negara di dunia berkomitmen dalam penanganan perubahan iklim, Perserikatan Bangsa-Bangas (PBB) menggelar  Climate Summit 2014 yang diselenggarakan sehari pada Selasa  (23/09/2014) di markas PBB di New York, Amerika Serikat. Pertemuan tersebut diselenggarakan sehari sebelum Sidang Umum ke-69 PBB.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama lebih dari 120 kepala negara dan kepala pemerintahan seluruh dunia hadir dalam pertemuan yang dibuka dan dipimpin oleh Sekretaris Jenderal PBB Ban-Ki Moon.

Tampil sebagai pembicara keempat dalam sidang paralel di ECOSOC Chamber bertema National Actions and Ambitition Announcement, Presiden SBY menyampaikan berbagai langkah strategis Indonesia untuk ikut berpartisipasi dalam menangani perubahan iklim di dalam negeri, maupun secara global.

Dikutip dari laman Sekretariat Kabinet, Presiden SBY menjelaskan dua elemen kunci kebijakan Indonesia untuk menangani perubahan iklim yaitu yaitu kerjasama multilateral, dan sejumlah aksi nasional.

“Pemikiran saya terdapat dua pendekatan elemen penting dalam kebijakan Indonesia terkait perubahan iklim masing-masing kerjasama multilateral dan sejumlah aksi di tingkat nasional yang tepat untuk menghadapi tantangan yang ada,” kata SBY.

Di tingkat multilateral, Presiden mengingatkan semua pihak untuk meningkatkan usaha untuk menghasilkan kesepakatan yang mengikat yang diterapkan pasca 2020, yang meliputi mitigasi , adaptasi, dan rencana kerja untuk implementasi penanganan perubahan iklim.

“Kita harus mengerahkan upaya yang terbaik untuk menghasilkan perjanjian baru tentang perubahan iklim di Paris tahun depan (Conference of Parties of UNFCCC di Paris Perancis tahun 2015) ,” kata SBY.

Indonesia sendiri telah menyatakan komitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebanyak 26 persen  dan meningkat sebanyak 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2020, sebagai bentuk kontribusi penanganan perubahan iklim global.

“Untuk mensukseskan upaya ini, pemerintah telah memperbaharui moratorium perizinan baru untuk menebang hutan dan izin pemanfaatan hutan di atas lahan gambut, sejak bulan Mei 2014,” kata Presiden.

Langkah kedua, Indonesia sampai saat ini masih memerangi deforestasi dan degradasi lahan, dengan mendirikan Badan Pengelola REDD+, yang bertugas untuk memperbaiki pengelolaan hutan dan mereduksi emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan.

Selain itu, melalui kerjasama dengan pemerintah Norwegia, Pemerintah mendorong pengurangan emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal di hutan Indonesia dan wilayah lahan gambut.

Pemerintah, kata Presiden SBY, ketiga, saat ini juga sedang melakukan eksplorasi potensi diciptakannya ekosistem blue carbon ( karbon biru), yang dapat membantu upaya global untuk menahan kenaikan temperatur dunia dibawah 2 derajat celsius.

“Indonesia juga telah menandatangani surat penerimaan dari Amandemen Protokol Kyoto di Doha,” papar Kepala Negara .

Terkait dengan aksi perubahan iklim ini, Presiden SBY menegaskan, bahwa Indonesia bersedia memperkuat kerjasama dengan semua pihak pada tingkat bilateral maupun regional. “Kemitraan adalah sebuah keharusan, ” tegas SBY.

Selain dihadiri oleh Sekjen PBB Ban Ki-moon, acara pembukaan Climate Summit 2014, juga hadir mantan Wakil Presiden Amerika Serikat yang juga aktivis perubahan iklim Al Gore, Walikota New York Bill de Blasio, artis Li Bingbing selaku utusan khusus PBB untuk program lingkungan dan Leonardo diCaprio selaku utusan khusus PBB untuk perdamaian, serta aktivis dari Kepulauan Marshal, Kathy Jetnit-Kijiner yang turut menyampaikan pandangannya

Tampak mendampingi Presiden dalam sesi Plenary pagi yaitu Menteri Luar Negeri  Marty Natalegawa dan Kepala Perwakilan Tetap RI di PBB Desra Percaya. Sementara dalam ruang ECOSOC tampak pula terlihat Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menko Perekonomian Chairul Tanjung, Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya, Sekretaris Kabinet Dipo Alam, serta pejabat lainnya.

Komitmen Bersama Tangani Perubahan Iklim

Climate Summit 2014 ditutup dengan kesepakatan adanya aksi bersama dari kalangan pemerintahan, sektor bisnis dan keuangan serta pemimpin masyarakat sipil untuk segera mengatasi perubahan iklim.

“Hari ini adalah hari yang besar – hari bersejarah. Tidak pernah sebelumnya begitu banyak pemimpin berkumpul berkomitmen untuk tindakan terhadap perubahan iklim, “kata Ban Ki-Moon dalam acara penutupan tersebut seperti dikutip dalam laman PBB.

Sekretaris PBB Ban Ki-Moon dalam UN Climate Summit 2014 di Markas PBB di New York, Amerika Serikat pada Selasa (23/09/2014). Foto : PBB
Sekretaris PBB Ban Ki-Moon dalam UN Climate Summit 2014 di Markas PBB di New York, Amerika Serikat pada Selasa (23/09/2014). Foto : PBB

Dia mengatakan seluruh hadirin pertemuan tersebut menyapakati visi dan komitmen bersama untuk mencapai perjanjian iklim yang bermakna dan universal pada tahun 2015, serta aksi yang akan mengurangi emisi, meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim dan memobilisasi pembiayaan untuk aksi penanganan perubahan iklim.

Sekjen PBB mencatat bahwa para pemimpin telah menegaskan kembali tekad untuk membatasi kenaikan suhu global kurang dari 2 derajat celsius dengan mengurangi emisi gas rumah kaca. Pemimpin dari seluruh negara dan pemimpin dari semua tingkat pembangunan ekonomi, menganjurkan mengurangi emisi gas rumah kaca sebelum dan sesudah 2020 , serta menetralisir iklim global pada paruh kedua abad ini.

Tentang masalah pendanaan, Sekjen PBB mengatakan bakal memobilisasi sumber keuangan publik dan swasta untuk aksi-aksi penanganan perubahan iklim melalui Green Climate Fund. Dan total sebesar 2,3 miliar USD dialokasikan ke modal awal IMF hari ini, dan lain-lain yang dilakukan oleh kontribusi November 2014.

“Sebuah koalisi baru dari Pemerintah, bisnis, keuangan, bank-bank pembangunan multilateral dan pemimpin masyarakat sipil mengumumkan komitmen mereka untuk memobilisasi hingga 200 miliar USD untuk pendanaan pembangunan rendah karbon dan mengembangkan ketahanan iklim,” katanya. Bank-bank swasta juga mengumumkan partisipasi dana 20 miliar USD dalam bentuk obligasi hijau dan akan digandakan sampai 50 miliar USD pada 2015 mulai tahun depan.

Pertemuan tersebut juga menyapakati tentang harga dalam perdagangan karbon sebagai salah alat paling kuat yang tersedia untuk mengurangi emisi dan mendukung pembangunan berkelanjutan dan pertumbuhan.

Sekjen PBB mengatakan banyak pemimpin pemerintah dan bisnis mendukung penempatan harga pada karbon melalui berbagai instrumen dan menyerukan upaya intensif untuk menghilangkan subsidi bahan bakar fosil. Sebanyak 30 perusahaan telah mengumumkan penyelasaran dengan “Caring for Climate Business Leadership Criteria for Carbon Pricing”.

Dalam Pertemuan Iklim PBB tersebut juga diperbincangkan penguatan ketahanan – baik iklim dan keuangan – sebagai investasi penting penanganan perubahan iklim global. Kebutuhan adaptasi perubahan iklim dari negara-negara berkembang dan kepulauan kecil yang merupakan negara paling beresiko terkena dampak perubahan iklim, akan mendapat dukungan internasional.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,