Rasakan Kabut Asap, Wapres Boediono Tekankan Pencegahan Kebakaran

Sepanjang Selasa, 23 September 2014, kabut asap menyelimuti Palembang. Kabut asap ini menyambut Wakil Presiden Boediono yang datang ke Bumi Sriwijaya untuk membuka MTQ International dan memimpin rapat koordinasi kebakaran hutan dan lahan.

“Urgensi mengatasi kebakaran hutan sudah sangat jelas. Sebelum mendarat, dari udara saya melihat kabut asap menyelimuti Palembang. Bahkan, saat mendarat saya merasa bau asap lamat-lamat mengambang di udara,” kata Boediono saat membuka rapat di Griya Agung, Jalan Demang Lebar Daun, Palembang, Selasa.

Dalam rapat terbatas tersebut, hadir pula Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Kapolri Jenderal Polisi Sutarman, Wakil Jaksa Agung Andhi Nirwanto, Kepala BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) Syamsul Maarif, pejabat BP REDD+, dan lainnya.

Terhadap BNPB, Boediono meminta lebih mengutamakan pencegahan. Artinya, langsung bertindak sebelum api membesar. Langkah BNPB ini didukung seluruh kepala daerah dalam pelaksanaannya.

Usut aktor intelektual

Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan, menjelaskan pihaknya tengah mengusut para pelaku pembakaran, .mengingat peristiwa kabut asap di Indonesia berulang kali terjadi.

Misalnya di Riau, pengawasan dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan sudah ketat. Tapi ada kekhawatiran para pembuka lahan saat ini berpindah ke daerah lain, seperti Jambi atau Sumsel, kata Zulkifli, saat konfrensi pers.

Salah satu upaya menanggulangi bencana asap melalui penegakan hukum yang tegas. “Ada aktor intelektualnya di balik ini. Mereka ini yang harus kita tindak tegas. Penegakan hukum merupakan kunci,” katanya.

Dijelaskannya, sepanjang 2014  Polri telah menyelesaikan pemberkasan 186 kasus tindak pidana kebakaran hutan. Tersangkanya sebanyak 287 orang yang melibatkan sembilan perusahaan.

Menurut Zulkifli, pemadaman titik api bukanlah perkara mudah, terutama pada lahan gambut yang cukup sulit ditempuh dengan kendaraan darat. Apalagi faktanya, lahan yang umumnya terbakar merupakan lahan gambut. Kebakaran di lahan gambut tersebut hanya dapat dipadamkan jika ada hujan yang cukup deras. Sehingga hujan buatan cukup efektif.

Sementara pemadaman melalui Water Bombing atau penerapan teknologi modifikasi cuaca (TMS) selain tidak mudah dilakukan, juga membutuhkan dana yang besar. Meskipun begitu, kedua rencana aksi tersebut tetap dilakukan bersamaan: usaha pencegahan dan penindakan.

Alex Noerdin, Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel), setuju jika para pelaku yang tertangkap harus mendapatkan  hukuman yang lebih berat. Alex pun meminta aktor di belakang para pelaku pembakaran yang sudah tertangkap diusut dan dihukum lebih berat. “Secara umum, siapa pun yang terbukti melanggar harus dikanakan sanksi. Kalau sampai melibatkan perusahaan juga harus tegas,” katanya.

Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Dirjen PHKA) dari Kementerian Kehutanan, Sonny Partono, kembali menjelaskan dari hampir seribu hektar lahan di Sumsel yang terbakar, menghasilkan 1.791 titik panas, periode 1 Januari-18 September 2014. Titik panas ini tersebar dari Musi Banyuasin (Muba), Ogan Ilir (OI), dan Ogan Komering Ilir (OKI). Titik panas bukan hanya di areal hutan atau perkebunan milik perusahaan, juga di dalam kawasan milik masyarakat.

BP REDD+ siap verifikasi titik panas

Upaya hukum terhadap sejumlah perusahaan di Sumatera Selatan yang diduga lahan konsensinya terbakar yang menyebabkan bencana asap, juga diinginkan BP REDD+. “Hanya terlebih dahulu kita harus melakukan verifikasi. Misalnya melakukan ground check. Ini dapat dilakukan bersama pihak terkait, termasuk dengan pers dan kawan-kawan NGO,” kata Agus P. Sari, Deputi Bidang Perencanaan dan Pendanaan BP REDD+ di Palembang.

Dijelaskan Agus, mengenai data titik panas (hotspot) yang dimiliki BP REDD+ kebenarannya mencapai 90 persen. “Meskipun diakui tidak semua titik panas merupakan titik api. Tapi kemungkinan bukan titik api jumlahnya relatif kecil,” katanya. Jumlahnya berkisar 1.700-an.

“Data-data dari BP REDD+ ini yang akan diserahkan kepada para penegak hukum, termasuk KLH, sebab mereka yang dapat melakukan langkah hukum,” katanya.

Mengenai audit lingkungan terhadap perusahaan perkebunan dan pertambangan, kata Agus, itu juga harus dilakukan. Termasuk kesiapan mereka mencegah dan mengatasi kebakaran lahan dan hutan.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,