, ,

Dari Kampung Demaisi: Berdiri Menjaga Batas

Yohan Ullo sedang duduk sambil mencabuti rumput ketika saya datang ke  Kampung Demaisi, Minyambouw, Pegunungan Arfak, Papua Barat, Selasa, (16/9/14).  Ayah tiga anak ini tengah membersihkan kebun seluas 50 meter persegi di pegunungan itu. Kebun baru berumur satu bulan,  terletak sekitar 500 meter di selatan Kampung Demaisi.

Ullo tidak sendiri. Dia membawa dua anak, satu keponakan dan sang istri, Dorkas Ullo. Tampak dia bergantian dengan istri membersihkan kebun.

Tanah yang dijadikan kebun adalah warisan orang tua Yohan. Itu hutan adat. Sebelum menjadi kebun, katanya, tanah itu ditumbuhi pohon tinggi dan lebat. Dia memeriksa kesuburan tanah dengan melihat ketebalan humus dan vegetasi lantai hutan.

Sekitar 300 meter di kaki bukit sebelah timur Kampung Demaisi, warga lain, Agus Ullo sibuk di kebun. “Dulu bapa mama pernah berkebun di sini,” katanya.

Kebun milik Yohan dan Agus, sama-sama persis di samping pohon-pohon besar menjulang bak menyangga langit. Kebun mereka di hutan ulayat yang menurut hukum adat lokasi untuk bercocok tanam.

Hutan buat kebun ini dibuka mulai dari menebang pohon, disisakan sebagian. Pohon tebangan menjadi pagar kebun. Yang tersisa seluruh batang dan dahan dipangkas menjadi kayu bakar kalau sudah kering. Ia cadangan energi bagi warga. Rumput-rumput di bawah pohon dibersihkan. Setelah itu dibiarkan sekitar dua minggu mengering dan dibakar.

Yohan dan Agus masih memiliki tiga petak kebun di lokasi lain. Luas tiap petak bervariasi. Rata-rata 50 meter persegi.

Yohan Ullo beristirahat pada sebuah kayu yang telah ditebang sambil menjaga anak dan keponakan di kebun. Sementara itu istrinya Dorkas Ullo mencabut rumput di antara tanaman  jagung mereka. Mereka brgantian membersihkan kebun. Foto: Duma Tato Sanda
Yohan Ullo beristirahat pada sebuah kayu yang telah ditebang sambil menjaga anak dan keponakan di kebun. Sementara itu istrinya Dorkas Ullo mencabut rumput di antara tanaman jagung mereka. Mereka brgantian membersihkan kebun. Foto: Duma Tato Sanda

Maikel Ullo, sekretaris Kampung Demaisi mengatakan, warga Kampung Demaisi membuat kebun lima petak di hutan yang sebelumnya bekas kebun. Satu keluarga biasa memakai satu kebun berukuran 50 meter persegi selama satu sampai tiga tahun, tergantung tingkat kesuburan tanah.

“Ada juga sampai setengah hektar,” kata aktivis Perdu, Andreas BD Arep. Dia mendampingi warga diversifikasi produk pertanian, termasuk pengunaan pupuk alami dari hutan sekitar.

Setelah lahan menjadi kebun, akan ditinggalkan dan dibiarkan pulih kembali rata-rata lima sampai enam tahun.

Menurut Maikel, hutan yang menjadi kebun warga berada di daerah khusus berkebun. Dalam bahasa daerah lokasi itu disebut susti. “Di luar susti tidak boleh buat kebun,” kata pria 44 tahun ini.

Warga Demaisi mengelola hutan sesuai tradisi turun-termurun disebut igya sar hanjob atau berdiri menjaga batas. Tradisi ini dijaga andigpoy atau kepala adat. Andigpoy berwenang memberi izin atau tidak mengizinkan warga yang ingin memanfaatkan hutan. Pelanggaran igya sar hanjob kena sanksi diputuskan nekei atau hakim lewat sidang adat. 

Igya sar hanjob dibagi dalam tiga kategori besar, yakni bahamti, nimahamti dan susti. Bahamti adalah kawasan inti atau hutan primer. Disitu hutan tumbuh lebat dengan kerapatan tinggi, bahkan pohon-pohon sampai ditumbuhi lumut. Daerah ini juga termasuk kawasan hutan cagar alam. Tajuk hutan rapat dan ditutupi tumbuhan lebat membuat cahaya matahari tak langsung memapar lantai hutan.  Ini juga rumah satwa liar. Kawasan ini dilarang mengambil kayu, berkebun maupun berburu.

Areal bekas kebun yang sedang dipulihkan atau jeda tanam telah tumbuh pohon berumur sekitar dua sampai tiga tahun. Foto: Duma T Sanda
Areal bekas kebun yang sedang dipulihkan atau jeda tanam telah tumbuh pohon berumur sekitar dua sampai tiga tahun. Foto: Duma T Sanda

Yakob Wonggor, kepala Dinas Pariwisata Pegaf, mengatakan, kalau ada warga mengambil kayu, berkebun atau berburu di Bahamti, akan kena denda kain timur atau senjata api peninggalan Jepang. Nilainya bisa sampai puluhan juta rupiah. “Hanya boleh ambil kulit kayu untuk buat rumah,” katanya. Warga Arfak punya rumah adat disebut kaki seribu. Rumah ini berbahan dasar kayu dan kulit pohon. “Tapi atas izin andigpoy.” 

Nimahamti adalah kawasan hutan diantara susti dan mbahamti. Ciri-cirinya tumbuh pohon-pohon besar berlumut. Ini kawasan hutan penyangga. Meski demikian ia bisa dimanfaatkan oleh warga untuk berburu satwa seperti kus-kus, juga meramu, tetapi atas izin andigpoy. Daerah ini dilarang buat kebun.

Susti adalah kawasan yang bisa dipakai berkebun, buat rumah, tempat ibadah dan keperluan pembangunan lain. Kebun-kebun warga berada pada daerah ini.

Yakob mengatakan, seluruh hukum adat masih berlaku hingga saat ini, termasuk pada distrik lain di Kabupaten Pegunungan Arfak. Tradisi igya sar hanjob juga berlaku untuk kehidupan sosial. “Misal, kalau ada masalah perselingkuhan, jika tidak bisa diselesaikan keluarga, warga meminta bantu nekei dari marga lain untuk mencapai keputusan.”

Mujianto, direktur eksekutif Perdu Manokwari mengatakan, selama ini warga Demaisi mengelola hutan cukup lestari. “Siklus berpindah petak hanya pada areal bekas pakai telah mencegah laju perubahan iklim.” Perdu adalah sebuah organisasi masyarakat sipil berpusat di Manokwari. Ia mendampingi komunitas masyarakat adat untuk isu-isu konservasi dan pengembangan masyarakat.

Hutan  mbahamti bisa lebih jauh dari hutan yang terlihat pada gugusan gunung-gunung seperti tampak pada gambar ini. Menurut warga, ada  berjarak 4 kilo meter dari perkampungan. Foto: Duma T Sanda
Hutan mbahamti bisa lebih jauh dari hutan yang terlihat pada gugusan gunung-gunung seperti tampak pada gambar ini. Menurut warga, ada berjarak 4 kilo meter dari perkampungan. Foto: Duma T Sanda

Minyambouw berada pada ketinggian 1.175 meter dpl merupakan satu —termasuk Membey dan Hink– dari tiga distrik di Kabupaten Pegunungan Arfak sebagai Cagar Alam Pegunungan Arfak.

Daerah ini menyimpan kekayaan alam menakjubkan. Beberapa yang dikenal seperti burung pintar dan kupu-kupu sayap burung (Ornithoptera spp) –yang digunakan Universitas Negeri Papua Manokwari sebagai logo.

Meski demikian, kawasan ini berada dalam ancaman, terutama setelah pemerintah menetapkan sebagai salah satu distrik dalam Kabupaten Pegunungan Arfak pada 2012.

Direktur Jaringan Advokasi Sosial dan Lingkungan (Jasoil) Tanah Papua Pietsau Amafnini mengatakan, pemerintah Papua Barat telah mengusulkan 82.593 hektar kawasan Cagar Alam Pegunungan Arfak menjadi areal penggunaan lain dalam revisi RTRW Papua Barat.

Menurut Pietsau, rencana ini mengancam masyarakat adat, kekayaan hutan lain termasuk satwa endemik. Di dalam Pegunungan Arfak diperkirakan tersimpan 110 spesies mamalia, 320 jenis burung,  lima merupakan  satwa endemik  seperti  cenderawasih  Arfak  (Astrapia  nigra),  parotia barat (Parotia sefilata), dan namdur polos (Amblyornis inornatus), termasuk 350 jenis kupu-kupu.

“Pemerintah perlu lebih arif memikirkan keberadaan masyarakat adat Pegaf, karena hidup mereka bergantung pada alam. Hutan bagi mereka adalah ibu yang menyediakan segala-galanya. Jika hutan rusak, mereka akan punah,” kata aktivis LSM Papuana Conservasi, George Dedaida.

Secara terpisah Prof. Charlie Heatubun, kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Negeri Papua menambahkan, desakan pembangunan menyebabkan warga adat yang tadi mengelola hutan untuk berkebun dengan kearifan igye sar hanjob, terdesak membuka hutan di lokasi baru pada daerah nimahamti.

 Areal susti, daerah yang boleh dipakai untuk berkebun. Ada yang telah ditumbuhi pohon, ada yang sedang dipakai berkebun. Foto: Duma T Sanda
Areal susti, daerah yang boleh dipakai untuk berkebun. Ada yang telah ditumbuhi pohon, ada yang sedang dipakai berkebun. Foto: Duma T Sanda

Krisdiyanto, aktivis Perdu, yang mendampingi warga di Distrik Minyambouw, mengatakan, ancaman ini sebenarnya sudah terjadi di Kampung Mbenti. Disitu ada warga membuat kebun pada daerah nimahamti, terutama setelah permintaan sayur-sayuran dari Kota Manokwari meningkat akhir-akhir ini.

Charlie mengatakan, jeda istirahat lahan pada kebun di lokasi yang boleh dibuat kebun akan makin singkat. Hingga, lama-kelamaan tidak produktif. “Ini akan jadi masalah serius mengingat topografi berat dan berada pada daerah ketinggian.”

Kerusakan Cagar Alam Pegunungan Arfak berdampak pada masyarakat Kabupaten Manokwari dan Manokwari Selatan, berada puluhan kilo meter di sebelah utara Kabupaten Pegaf. Jika hutan berkurang, bahaya banjir mengintai. “Sama seperti di Jakarta, setiap kali hujan deras di Bogor, maka Jakarta siap-siap tenggelam,” kata George.

Kepala Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Pegunungan Arfak Yakobus Kawer tidak menampik hal itu. Bahkan, katanya, daerah-daerah tertentu di Pegunungan Arfak berada dalam ancaman gempa bumi tektonik. Jika gempa, bisa longsor pada daerah hutan yang rusak.

Yakobus mengatakan, pemerintah Pegaf sangat berhati-hati membangun. Pemerintah, akan memilih daerah-daerah tertentu untuk lokasi pembangunan. “Ke depan kita akan buat aturan-aturan seperti perda agar tidak boleh membangun pada daerah-daerah rawan.”

Selain itu, daerah-daerah di luar cagar alam, seperti di sekitar dua danau besar di Distrik Anggi, diusulkan menjadi taman nasional. Hingga pemanfaatan terbatas. Rencana ini sedang dibahas pemerintah.

“Saya ngeri kalau membayangkan Danau Anggi pecah. Ke depan kita akan buat antisipasi,” kata Yakobus.

Charlie mengingatkan, pemerintah lebih mengedepankan investasi di sektor jasa lingkungan atau ecoservices seperti ecotourism, pertanian berkelanjutan dan lain-lain yang tak mengeksploitasi alam hingga mencegah bencana.

Hutan terjaga, sumber air bersih warga pun terjaga. Foto: Duma T Sanda
Hutan terjaga, sumber air bersih warga pun terjaga. Foto: Duma T Sanda
Sekretaris Kampung Demaisi, Maikel Ullo juga sibuk di kebun. Foto: Duma T Sanda
Sekretaris Kampung Demaisi, Maikel Ullo juga sibuk di kebun. Foto: Duma T Sanda
Areal yang terlihat jarang ditumbuhi pohon merupakan lahan yang boleh dipakai untuk berkebun. Ini dikategorikan sebagai hutan susti yang menurut hukum adat setempat  buat kebun. Foto: Duma T Sanda
Areal yang terlihat jarang ditumbuhi pohon merupakan lahan yang boleh dipakai untuk berkebun. Ini dikategorikan sebagai hutan susti yang menurut hukum adat setempat buat kebun. Foto: Duma T Sanda
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,