Teknologi pesawat terbang tanpa awak atau UAV (Unmanned Aerial Vehicle) yang juga dikenal dengan sebutan populer “drone” ternyata dapat digunakan oleh masyarakat lokal untuk melakukan pemantauan wilayahnya. Bahkan cara ini dapat mempercepat pemetaan kampung dan memastikan tanah adat tidak tumpang tindih dengan konsesi perusahaan.
Swandiri Institute, Pontianak mulai mempraktekkan penggunaan UAV untuk kepentingan pemantauan dan pemotretan kondisi ekologis. “Kami lakukan penggunaan teknologi drone untuk melihat sisi aerial dari wilayah perkebunan, lahan masyarakat, tambang, intinya untuk melihat sisi ekologis,” tutur Irendra Radjawali atau Radja lewat percakapan telepon dengan Mongabay Indonesia.
Penggunaan aplikasi drone, telah dilakukan oleh Swandiri di Kalbar, Kaltim, Bali, Papua dan wilayah lain di Indonesia. Salah satunya Desa Setulang, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara yang merupakan bagian dari kerja pemetaan partisipatif wilayah yang dilakukan oleh warga desa bersama dengan LSM.
Meskipun sudah ada jaminan dari sebuah perusahaan sawit, warga Setulang masih belum percaya jika tapal batas yang disepakati antara keduabelah pihak tidak dilanggar oleh pihak perusahaan. Sudah menjadi rahasia umum di Indonesia, jika dengan berbagai alasan teknis dan operasional, maka buldozer perusahaan gampang masuk ke wilayah masyarakat. Hal ini ditambah dengan terkendalanya ketersediaan skala peta yang memadai, yang membuat persoalan konflik dan tumpang tindih lahan sulit terhindarkan.
“Kalau petanya skala 1:250.000, kampung, rumah, lahan semua sama, tampak hijau saja,” papar Radja kepada tetua masyarakat Setulang, seperti tampak dalam sebuah scene video dokumenter yang dibuat oleh Handcrafted Films dan INFIS.
Dengan terobosan teknologi dari atas udara seperti drone ini, tanpa perlu melakukan perjalanan darat, naik turun lembah dan gunung yang melelahkan, sajian gambar-gambar aerial serta potret kondisi tutupan hutan dan lahan yang ada di wilayah yang disengketan, dapat dilakukan.
Teknologi Drone Buatan Anak Bangsa
Drone yang dioperasikan oleh Swandiri Institute adalah murni dibuat dan dirakit oleh mereka sendiri, dengan biaya murah dan didedikasikan untuk penyelamatan ekologis.
Pesawat intai berbentuk helikopter terbang (multicopter) ini, mampu mengangkut kamera maupun video yang disemati dengan peralatan GPS. Drone multicopter ini dapat dituntun dengan peralatan pengendali jarak jauh (remote control) yang dioperasikan oleh operator yang telah terlatih.
“Terdapat dua jenis drone, yaitu multicopter dan fixed wing. Keuntungan dari multicopter dia bisa terbang vertikal hingga 20 meter, sehingga tidak menabrak tajuk pohon. Cocok untuk pemetaan wilayah hutan,” jelas Radja. Menurutnya multicopter dapat terbang selama 40 menit dengan area cover 100 – 400 hektar. Sedang untuk jenis fixed wings, meski bisa meliputi area yang jauh lebih luas dan terbang hingga 1,5 jam, drone ini tidak bisa terbang secara vertikal.
Jika multicopter berbentuk helicopter dengan beberapa baling-baling sejajar horisontal, maka fixed wing berbentuk seperti pesawat berbentuk mini dengan dilengkapi baling-baling vertikal di tubuhnya.
Penggunaan aplikasi drone seperti yang dilakukan ini akan membantu untuk mengecek kondisi wilayah secara tepat waktu dan presisi. Hasil dari potret aerial yang dipakai oleh drone pun memiliki kelebihan dari yang citra satelit yang umum digunakan. Dengan kemampuan drone terbang rendah di bawah awan, maka distorsi gambar akibat tutupan awan pun dapat dihindarkan Suatu permasalahan yang sering terjadi dalam hasil potret citra satelit. Bahkan kelebihan drone ini dapat memotret secara detil obyek-obyek kecil di daratan. Dengan demikian drone cocok untuk fungsi pemotretan detail di cover wilayah tertentu.
“Sebenarnya istilah drone kurang pas, PTTA (Pesawat Terbang Tanpa Awak) itu lebih tepat, karena drone adalah istilah awal untuk pesawat sasaran tembak untuk latihan militer, tapi sekarang orang lebih kenal dengan istilah drone,” Radja menambahkan.
Untuk area jelajah, drone dapat diset untuk terbang mengikuti alur yang telah ditentukan. Dalam waktu sekitar dua jam setelah penerbangan, seluruh data hasil terbang drone yag telah diunggah ke komputer dapat muncul dalam bentuk tiga dimensi.
Penasaran seperti apa yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Setulang, silakan simak video yang dibuat oleh pembuat video profesional Handcrafted Films dan mitra kerjanya, INFIS dalam tautan berikut.