Warga Palembang Inginkan Pelaku Pembakaran Hutan dan Lahan Dihukum Berat

Hampir sepanjang September, dari subuh hingga tengah malam, Palembang diselimuti kabut asap. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BNPB) bekerja keras mengatasi darurat kabut asap. Bahkan, Wakil Presiden Boediono telah memimpin rapat koordinasi penanganan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia pada 23 September 2014 lalu, di Palembang. Namun, kabut asap belum sirna juga di Palembang.

Meskipun belum ada data resmi dari pemerintah mengenai jumlah warga Palembang yang terganggu kesehatannya akibat kabut asap, namun kabut asap sudah mengganggu jadwal transportasi air, udara, dan waktu belajar sekolah.

Apa pandangan warga Palembang mengenai kabut asap ini?

Rhenny Fitria, mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Indonesia (STIFI) Palembang, Selasa (30/09/2014), berpendapat banyak kerugian yang dialami masyarakat Sumatera Selatan (Sumsel), khususnya Palembang, terkait kabut asap ini. Dia berharap aparat keamanan menangkap dan memberi hukuman yang setimpal kepada pihak yang bertanggung jawab terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang menimbulkan kabut asap.

“Siapa pun pelakunya yang telah mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan, baik itu perusahaan atau perorangan harus diadili dan dimintai pertanggungjawabannya. Pemerintah harus tegas dan berani mengambil tindakan. Persoalan asap ini kan terjadi hampir setiap tahun, banyak kerugian yang diterima masyarakat. Misalnya kesehatan terganggu, lingkungan rusak, penerbangan tertunda, dan aktivitas ekonomi terhambat. Ini tidak boleh dibiarkan berlarut,” katanya.

Dia bersama teman sekampusnya membagikan masker kepada pengguna jalan sebanyak 1.000 lembar, sepekan lalu. “Kita bagikan 1.000 masker kepada masyarakat di jalan-jalan utama Kota Palembang sebagai bentuk perhatian terhadap persoalan kabut asap yang terjadi di Sumsel saat ini. Kita pun menghimbau kepada semua pihak untuk tidak melakukan pembakaran hutan dan lahan,” katanya.

Anggun, warga Kenten Palembang, yang mengaku mengalami gangguan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) akibat kabut asap, meminta aparat hukum memberikan ganjaran terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan. “Ini kan kejahatan, banyak masyarakat yang dirugikan. Pelakunya harus ditangkap dan dihukum seberat-beratnya,” katanya.

Sementara Sobirin, pegawai sebuah perusahaan di Jalan Angkatan 45 Palembang, mengatakan pemerintah yang bertanggung jawab terhadap kebakaran hutan dan lahan. “Pemerintah bertanggung jawab melindungi hutan dan lahan di Sumsel dari kebakaran. Perusahaan perkebunan harus diberi sanksi tegas jika terbukti melakukan pembersihan lahan dengan cara membakar. Perusahaan jangan berpikir ekonomi saja, tetapi harus memikirkan juga persoalan lingkungan dan dampak negatif yang ditimbulkan dari kebakaran,” ujarnya.

Mardian, supir angkutan kota jurusan Perumnas-Pasar Kuto Palembang, beropini jika kebakaran hutan dan lahan di Sumsel memang sengaja dilakukan untuk tujuan meraih keuntungan. Sebab peristiwa kebakaran ini terjadi setiap tahun, terutama saat kemarau.

“Di dusun kami di Komering (Kabupaten Ogan Komering Ulu) memang ada yang cerita, kalau preman disana dibayar perusahaan untuk mengajak remaja pengangguran bakar lahan perusahaan. Entah berapa dibayarnya, tapi kalau adikku, kularang ikut,” katanya.

Mardian melarang adiknya ikut membakar lahan karena perbuatan tersebut adalah tindakan kriminal. “Saya pesan sama saudara-saudara di dusun, jangan mau dibodohi perusahaan. Kalau ada apa-apa kalian yang dipenjara, padahal yang punya lahan dan yang paling bertanggung jawab adalah pihak perusahaan,” ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kepolisian Daerah Sumsel telah menangkap dan memproses sejumlah karyawan perusahaan yang diduga melakukan pembakaran lahan, yang menyebabkan menebalnya kabut asap di beberapa wilayah di Sumsel. Bahkan mereka pun tengah mengembangkan tanggung jawab persoalan tersebut kepada pihak perusahaan.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,